Kontradiksi Memaknai Toleransi

 


Kata toleransi sering terdengar manakala bersinggungan dengan nonmuslim. Salah satu contoh terkait toleransi adalah orang yang berpuasa harus menghormati orang yang tidak berpuasa, orang Islam yang bekerja di tempat nonmuslim disuruh mengenakan atribut agama mereka dan lainnya.

Dilansir dari KOMPAS.com, Salatiga sebagai kota toleran se-Indonesia memberikan bantuan pada hari besar keagamaan dengan menghias pohon cemara berukuran besar di halaman rumah Sapto Winasis. Hal ini dilakukan selama empat tahun terakhir oleh pemuda menjelang Natal. (Kompas.com,13/12/2020).

Bahkan baru-baru ini viral di media sosial ramai seorang wanita yang menjalankan ibadah salat di sebuah gereja di Kudus, Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Tanjung Karang Jati Kudus yang menampung para pengungsi banjir. 

Foto tersebut menuai pujian dari netizen karena toleransi yang tinggi antar umat beragama. (Liputan6.Com, 12/02/2021) 

Fakta tersebut menjadi sebuah perenungan bahwa toleransi yang ada saat ini adalah dengan ikut masuk dalam ranah mereka. Toleransi semacam ini adalah keliru dan terbalik. 

Toleransi merupakan sebuah kata dari Barat. Menurut bahasa toleransi berasal dari kata tolerance yang bermakna "to endure without protest" (menahan perasaan tanpa protes). Kemudian kata ini diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi toleransi yang berasal dari kata toleran. Mengandung makna arti: bersikap atau bersifat menenggang(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda dengan pendiriannya berdasarkan KBBI. 

Toleransi menjadi sebuah alat untuk menghantam ajaran Islam oleh musuh-musuh Allah dalam hal ini kaum liberal. Kaum liberal mengarusutamakan paham kebebasan tanpa batas menerjang norma-norma agama hingga mengakibatkan kerusakan akidah di mana-mana. 

Ada sebuah keanehan di negeri mayoritas muslim ini, manakala yang terjadi dengan umat Islam melakukan kesalahpahaman akan habis-habisan dibully seperti kasus jilbab di Padang. Bahkan hingga penguasa pun langsung turun mengkritisi dan mengeluarkan kebijakan terkait seragam. Namun jika umat Islam berbuat kebaikan kepada mereka yakni kaum minoritas, jarang seringkali media yang menyiarkannya. Namun justru dari sini melihat adanya ketimpangan dari pihak penguasa kepada umat Islam.

Kaum liberal pun paling getol memblow-up keburukan umat Islam. Begitupun dengan kasus Banjir yang terjadi di Kudus, menjadi sebuah pemikiran bagi kita kaum muslimin untuk menelisik mengapa para netizen begitu santer memuji serta mengatasnamakan toleransi. 

Tanpa mengurangi rasa simpati, yang ditunjukkan nonmuslim atas bantuan yang diberikan kepada umat Islam. 

Semua yang terjadi saat ini tak lepas dari diterapkan sistem demokrasi sekularisme. Sistem ini rusak dari akarnya karena menafikan aturan Sang Pencipta. Toleransi beragama yang merupakan alat Barat ini pula merupakan turunan dari sistem demokrasi sekularisme. Paham kebebasan beragama menjadi alat pukul agar umat Islam di manapun menerima paham tersebut. Ide-ide ini tumbuh subur di negeri-negeri muslim karena sejatinya Barat menempatkan agen-agennya di seluruh dunia. Dengan legitimasi badan dunia PBB, ide-ide fasad ini terus berkembang dan sulit hilang manakala kaum muslimin itu sendiri membela hingga memperjuangkannya. 

Toleransi kian hari kian menggurita dan kemudian lahir menjadi berbagai kebijakan untuk menghambat tegaknya syariah dan khilafah. Lagi dan lagi kaum liberal terus menghadang. Bagi mereka Indonesia tidak boleh diatur oleh aturan agama Islam. Maka sering kita mendengar "yang tidak mau diatur maka pergi saja dari Indonesia". Seolah-seolah orang Islam tidak layak hidup di Indonesia. Padahal aturan Islam itu rahmat bagi seluruh umat manusia dan sudah terbukti menyejahterakan baik bagi muslim maupun nonmuslim. 

Ironis bukan. 

Toleransi dalam Islam

Islam mengartikan toleransi dengan istilah "tasamuh" Dalam kamus Al-Muhith, Oxford Study Dictionary istilah tasamuh adalah kemudahan. Artinya Islam memberikan kemudahan bagi pemeluk agama lain sesuai yang ia yakini untuk menjalankan tanpa ada tekanan dan tidak mengusik ketauhidan. 

Dari sini seharusnya umat Islam jeli saat memahami setiap persoalan yang kemudian membawa-bawa istilah toleransi tersebut. Jangan pula hanya karena tidak ingin dikatakan intoleran hingga mengorbankan akidah dan keimanan. Jika hal ini terjadi tentu kerugian yang akan dialami di akhirat. 

Adapun terkait saling membantu dengan sesama nonmuslim diperbolehkan selama tidak melanggar hukum syariat. Namun ketika membantu dalam perkara yang akan menjerumuskan akidah maka bagi kita tidak diperkenankan. 

"Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa".

 (HR Abu Hatim dalam shahih-nya). 

Bahkan dalam sistem khilafah warga nonmuslim atau kafir dzimmi diperlakukan yang sama. Mereka mendapatkan perlindungan baik keyakinan, kehormatan, akal dan kehidupan serta harta bendanya. 

Berbagai konsep perlakuan negara khilafah terhadap warga nonmuslim di antaranya:

1. Setiap warga nonmuslim berhak menjalankan keyakinannya. 

2. Setiap warga nonmuslim berhak mengikuti aturan agama mereka dalam hal makanan dan pakaian. Hal ini diperbolehkan selama di wilayah privasi mereka. 

3. Setiap warga nonmuslim berhak mengurusi urusan pernikahan dan perceraian sesuai ajarannya. 

4. Setiap warga nonmuslim mendapatkan kesamaan di mata hukum. 

5. Setiap warga nonmuslim berhak mendapatkan kesamaan hak dalam berekonomi.

6. Setiap warga nonmuslim memiliki hak politik. 

Berdasarkan penjelasan di atas keadilan dalam Islam bukanlah sekadar basa-basi tetapi memang nyata. Hal ini pernah terjadi pada masa khilafah tegak. Konsep toleransi dalam Islam sangat jelas dan tidak menjerumuskan seseorang kepada tergelincirnya akidah. Sementara dalam sistem demokrasi sekularisme, konsep toleransi hanya bertujuan untuk menjerumuskan seseorang kepada kekufuran hingga menjegal tegaknya syariah dan khilafah. []

Wallahu a'lam bishshawab. 


Oleh Heni Ummu Faiz




Posting Komentar

0 Komentar