Ditandatanganinya Perpres no 10 tahun 2021 menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, erutama kaum muslimin. Tak heran jika banyak kaum muslimin yang meminta perpres ini dibatalkan. Bukan hanya dari sisi bahayanya tapi lebih pada jelasnya keharaman miras. Wawancara kali ini dilakukan kepada seorang ustadzah, penggerak MT dan juga muballighoh di daerah Jakarta Utara, Ustadzah Dra. Hj. Murtiah Mursalim.
Baru-baru ini pemerintah menandatangani Perpres no 10
tahun 2021 tentang penanaman modal. Salah satu yang diatur adalah tentang
minuman beralkohol atau yang kita kenal dengan istilah minuman keras (miras).
Bagaimana pendapat ustadzah?
Sebagai muslim dan
muslimah kita paham betul sejak kecil sudah diajarkan bahwa miras itu haram dan
kita berusaha menjauhinya sejauh-jauhnya. Sekarag tiba-tiba pemerintah
melegalkan itu. Tidak legal saja umat sudah banyak yang jadi korban miras, apalagi
dilegalkan!! Yaa…..Allah, bagaimana nasib anak cucu kita kelak sepeninggal
kita?
Tapi ustadzah Perpres
ini kabarnya hanya berlaku untuk 4 propinsi (Papua, NTT, Sulut dan Bali) saja
dan tidak untuk semua propinsi. Menurut ustadzah, bagaimana seharusnya sikap
kita?
Ya, kita harus tetap
menolak, apapun alasannya.
Mengapa?
Empat propinsi itu adalah
bagian dari Indonesia. Karena keharaman miras banyak sekali madharatnya, dosa
miras itu tidak hanya pada penjual, pembuatnya yang bekerja di dalamnya yang
menunjukinya sampai yang minjemin gelas atau tempat, memiliki dosa yang sama. Karena
itulah miras harus ditolak.
Salah satu alasan
pemerintah mensahkan investasi miras ini karena kondisi ekonomi Indonesia yang
sedang butuh dana besar. Karena itu dibuka kran investasi asing. Bagaimana
menurut ustadzah?
Indonesia sdg butuh
dana besar? Bisa dicari cara yang lebih baik, misalnya para koruptor yang
merampok uang negara dikejar, suruh kembalikan uang yang dirampok itu, para
cukong yang nyimpan uang di luar negeri
harus diusut suruh kembalikan ke Indonesia. Sebab negara jadi miskin akibat
para koruptor tersebut.
Ada sebagian kaum
muslimin yang membenarkan langkah pemerintah ini dengan dalil maa la yatimmul
wajibu illa bihi fahuwa wajib. Bagaimana sebenarnya kedudukan dalil tersebut untuk
perkara ini?
Sepengetahuan saya
hadist tersebut untuk sempurnanya pelaksanaan ibadah kepada Allah swwt. Segala
sesuatu yang dengannya ibadah menjadi sempurna, maka sesuatu itu menjadi wajib.
Contoh ketaatan kepada
Allah swt adalah dengan melaksanakan syariat-Nya. Dan sempurnanya syariat yang
bisa di jalankan adalah dengan mengangkat pemimpin yang menjalankan syariat
Islam, maka menegakkan kembali syariat Islam adalah wajib. Karena sempurnanya hukum
Allah hanya bisa terjadi dengan adanya Khalifah. Wallahu a'lam.
Setelah mendapat
penolakan dari berbagai elemen, kabarnya perpres ini dicabut. Bagaimana
perasaan ustadzah?
Alhamdulillah, ya Allah..Engkau
mengabulkan pinta dan doa kami, begitulah seharusnya pemerintah bersikap
mendengar jeitan keluhan rakyatnya. Semoga bukan tipu muslihat menyenangkan
sesaat dan kembali melegalkan disaat ummat lengah.. Robbanaa zholamnaa anfusanaa
waillam taghfirlanaa lanakuunanna minal khoosiriin.
Rep: Kamilia M
0 Komentar