Demo buruh tahunan seakan tak pernah terelakkan. Setiap tanggal 1 Mei atau yang biasa disebut May Day ratusan personil polisi diturunkan untuk mengantisipasi aksi buruh. Seperti yang disampaikan Wakapolres Metro Bekasi Kota, AKBP Alfian Nurrizal bahwa sebanyak 945 personil gabungan akan diturunkan untuk melakukan penjagaan potensi aksi demo buruh di beberapa titik. Seperti pengamanan di Tol Bekasi Barat 1 dan Barat 2, Tol Bekasi Timur, Kantor DPC KSPSI, Kantor Disnaker, dan Pemkot Bekasi. (Pojokbekasi.com, 1/5/2021)
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, aksi May Day tahun ini melibatkan sekitar 50.000 buruh, yang tersebar di 24 provinsi, 200 kabupaten/kota, dan di 3000 pabrik. Untuk wilayah Jakarta aksi May Day dipusatkan di Istana Merdeka dan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun dalam situasi pandemi tidak menyurutkan para buruh untuk menyampaikan tuntutannya. Diantara tuntutan yang disampaikan adalah agar pemerintah mencabut dan membatalkan UU Cipta Kerja Omnibus Law, memberlakukan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) 2021, penghapusan outsourching dan penghapusan penggunaan tenaga kerja asing (TKA). (detiknews.com, 1/5/2021)
Aksi-aksi buruh yang rutin diadakan setiap tahun ini tidak terlepas dari permasalahan kesejahteraan buruh terutama masalah upah. Meskipun hajat rutinan setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional, namun hal ini belum memiliki dampak yang berarti di ranah praksis. Sehingga kesejahteraan buruh yang didamba-dambakan hanyalah sebuah ilusi.
Akar Masalah terletak pada Sistem Kapitalisme
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini tak bisa dipungkiri mempengaruhi kebijakan ekonomi dan politik. Seperti halnya dalam masalah perburuhan. Banyak sekali pekerja buruh yang menjadi korban kapitalisme. Misalnya saja dalam tataran praktis, PHK yang dilakukan oleh pengusaha dengan tujuan mengurangi ongkos produksi demi tercapainya keuntungan yang maksimal. Persoalan lainnya menyangkut jam kerja yang panjang tanpa adanya kompensasi bagi buruh. Pengusaha mematok target produksi yang tinggi dengan mengorbankan tenaga para buruh.
Permasalahan kapitalis ini tidak hanya terlihat dalam tataran praktis. Di ranah regulasi nasional pun terlihat sekali peraturan yang mengakomodir kepentingan pengusaha yang cenderung merugikan buruh. Segala kepentingan pengusaha yang diakomodir dalam regulasi nasional tentu semakin mempermudah pengusaha untuk secara leluasa memenuhi hasrat kapitalisnya. Seperti keleluasaan memperkerjakan TKA di sektor-sektor yang sebenarnya bisa dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia. Pada akhirnya dampak penerapan sistem kapitalisme tidak bisa diingkari. Dalam sistem inilah para kapital lebih diutamakan dan rakyat diperbudak, sementara penguasa hanya berperan sebagai regulator.
Solusi Islam
Islam sebagai ideologi yang memiliki akidah dan darinya terpancar berbagai aturan kehidupan telah mengatur sedemikian rupa masalah perburuhan. Islam sangat menghargai tenaga manusia dalam pekerjaannya. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan memberi upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari 'Abdullah bin 'Umar:
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berikanlah kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah). Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesai pekerjaannya.
Dalam Islam pemimpin memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai raa'in (pemimpin) dan junnah (pelindung). Negara berperan layaknya seorang ibu yang mengayomi anaknya, mengurusi, dan melindungi. Sebagai bentuk pengurusannya negara memberikan berbagai jaminan seperti jaminan kesehatan, keselamatan kerja, pendidikan, hingga kesejahteraan. Sehingga bukan hal yang salah jika suatu perusahaan tidak memberikan jaminan, sebab sejatinya semua itu merupakan tanggungjawab negara. Dengan begitu para pekerja bisa fokus mencari nafkah, tanpa harus pusing memikirkan berbagai jaminan kehidupan.
Wallahu'alam bishawab
Oleh Diyani Aqorib
0 Komentar