Masa Kejayaan Startup Telah Lewat, Satu Lagi Bukti Kerapuhan Sistem Keuangan Kapitalis



Menurut kominfo, Indonesia merupakan lahan subur untuk pertumbuhan startup. Terbukti pada tahun 2019 lalu, Indonesia menduduki peringkat kelima dunia dengan jumlah 2.193 setelah Amerika, Inggris, India dan Kanada.

Data dari kominfo menyebutkan bahwa startup di Indonesia bukan hanya unggul dalam kuantitas, tapi juga tak kalah dari sisi kualitas. Terlihat saat 2019 lalu, muncul startup unicorn (valuasi lebih dari 1 juta dollar AS) maupun decacorn (valuasi lebih dari 10 juta dollar AS). Valuasi pasar unicorn dan decacorn tersebut juga menguasai dunia Asia Tenggara.

Tidak berhenti disitu, Menkominfo, Johnny G Plate mengatakan dalam diskusi semipanel bertema Spotlight On Indonesia Unicorns and Digital Economy Advancement: The Big Picture, awal 2020 lalu, bahwa pemerintah menargetkan akan memfasilitasi dan memacu tumbuhnya bisnis digital, salah satunya gerakan 1000 startup.

Masa Keemasan Startup Lengser

Namun masa keemasan startup tidak seperti 10 tahun belakangan. Akhir Mei 2022, saat pandemi sudah mulai mereda, justru banyak startup yang melakukan PHK besar-besaran pada pegawainya. PHK ini bukan hanya dilakukan oleh startup dalam negeri saja, bahkan startup Amerika pun juga melakukannya. Selain itu perusahaan rintisan yang sebelumnya mendapatkan dana berlimpah, pada akhirnya terpaksa harus gulung tikar.

Kondisinya sangat berbeda saat 2021 lalu, saat itu para investor mendorong startup untuk melantai di bursa saham dengan valuasi yang sangat tinggi. Saat itu memperlihatkan bahwa pasar sedang naik tajam yang diperluas dengan teknologi. Kemudian saat ini justru terjadi perubahan sentimen pasar yang tiba-tiba.

Sequoia Capital, perusahaan ventura legendaris yang dikenal menginvestasikan dananya di Google, Apple dan Whatsapp menerbitkan memo berjudul “RIP Good Times” (CNCB Indonesia.com 30/5/2022). Dalam memo tersebut Sequoia menyatakan pada startup bahwa pengetatan merupakan keharusan.

Di saat kenaikan harga bahan bakar juga pangan yang berkelanjutan dalam masa pandemi termasuk konflik geoplolitik, hal ini mengakibatkan investor khawatir akan adanya inflasi yang tak terkendali, suku bunga dan resesi.
Sequoia menyatakan bahwa saat ini tidak ada solusi cepat. Mereka juga menyatakan bahwa pada 2020 lalu ada yang terlewat, yaitu respon agresif pemerintah. Yang dimaksudkan adalah respon pemerintah dalam menuangkan uang ke dalam perekonomian juga menjaga suku bunga pinjaman secara artifisial rendah dengan jalan membeli obligasi.

Bubble Burst

Dilansir dari detikFinance.com bahwa fenomena PHK besar-besaran yang dilakukan oleh startup ini akibat dari ledakan gelembung (bubble burst) (29/5/2022). Bubble burst adalah pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi pada harga aset namun diikuti oleh penurunan nilai yang cepat  (kontraksi). Gelembung yang disebabkan oleh lonjakan harga aset, biasanya terjadi akibat tingginya perilaku pasar.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menyatakan bahwa fakta ini didorong karena sulitnya stratup mencari pendanaan, di saat yang sama untuk meraih pengguna mereka melakukan ‘bakar uang’.

Heru melanjutkan bahwa saat ini banyak stratup membuktikan keuntungan yang konsisten, namun perjalanan mereka masih berat karena ada pengembalian pendanaan kepada investor. Oleh karenanya mereka mengambil jalan PHK para karyawannya. Heru juga menyatakan bahwa saat ini bubble burst belum pecah namun mulai bocor, ia perkirakan bahwa dalam satu hingga dua tahun mendatang barulah akan pecah. 

Kerapuhan Bisnis Ala Kapitalistik
Peristiwa bubble burst yang dialami oleh startup ini seperti layaknya yang terjadi pada 2008 lalu. Saat jatuhnya pasar hipotek subprime yang kemudian meluas pada seluruh sistem perbankan AS dan menyeret negeri paman Sam kedalam resesi. Hal ini diakibatkan tingginya aliran dana non riil yang ada.

Sistem ekonomi kapitalistik sengaja membuat keberadaan pasar uang agar dana yang ada terus meningkat namun pada akhirnya gelembung uang itu pun mudah sekali pecah dengan adanya sedikit saja gejolak politik ataupun ekonomi.

Dalam makalahnya yang berjudul “Kerapuhan Sistem Finansial Kapitalis”, Ustaz Condro Triono, M.Ag menyatakan bahwa paling tidak ada lima penyebab bahwa sistem keuangan kapitalis sangatlah rapuh. Pertama keberadaan ‘Seignorage’ atau disebut dengan pencetakan mata uang. Pencetakan mata uang tanpa landasan emas yang berada di sebuah negara akan menghasilkan keuntungan yang berlipat, selain itu bila dilakukan terus menerus akan mengakibatkan inflasi.

Kedua, Fractional Reserve System (Keberadaan cadangan sebagian). Sistem cadangan sebagian memberikan kewenangan pada Bank untuk menciptakan “uang baru” melalui utang (kredit) melebihi uang riil yang disimpan. Ketiga, keberadaan suku bunga. Penetapan suku bunga tanpa mempertimbangan resiko bisnis akan mengakibatkan dampak buruk terhadap ekonomi seperti saat tahun 2008.

Keempat, spekulasi. Penetapan suku bunga mengakibatkan kegunaan uang semakin jauh dari hakikatnya. Mata uang menjadi komoditi yang dapat diperjual belikan. Perubahan kegunaan inilah yang mendorong terjadinya praktek spekulasi. Kelima, keberadaan sistem nilai tukar (kurs) mata uang. Hal ini terjadi karena perbedaan penggunaan mata uang di tiap negara yang akan mengakibatkan pada perdagangan internasional.  

Dalam kesempatan lain sang ustaz pernah mengatakan bahwa ekonomi gelembung ini akan terus berulang selama sistem ekonominya tidak berubah. Padahal perekonomian pasti berhubungan dengan orang banyak termasuk pekerja. Pernahkah membayangkan betapa banyak kerugian yang terjadi bila sistem keuangan ini terus dilanjutkan. Bukan saja pendapatan, sosial bahkan moral akan juga berimbas olehnya.

Padahal Islam juga mengatur tentang sistem keuangan dengan pengaturan yang khas. Hal ini pun telah diterapkan dahulu selama ratusan tahun dan selama itu pun tidak pernah ada krisis keuangan yang terjadi. Justru keberkahan pada tiap transaksi. Wallahu’alam


Penulis: Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar