Siti Rima Sarinah
#Wacana — Kerusakan
moral terjadi hampir di setiap lini kehidupan saat ini. Bahkan dilakukan oleh
orang yang memiliki latar pendidikan yang tinggi. Profesi dokter kembali tercoreng setelah
mencuatnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residensi Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), di Bandung. Kasus serupa pun terjadi pada
dokter kandungan di Garut yang diduga melakukan kekerasan seksual pada pasien
pada saat USG kehamilan. Video CCTV dugaan pelecehan seksual tersebut beredar
di media sosial dan menjadi viral, yang
memunculkan gelombang kemarahan. Aksi tak senonoh sang dokter tidak hanya
dilakukan ke satu pasien saja melainkan ke beberapa pasiennya, membuat banyak
korbannya yang trauma dan menginginkan pelaku dihukum seberat-beratnya (bbcnews.com, 17/04/2025).
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet
Budiarto menyatakan tindakan asusila yang dilakukan dokter di Garut telah
mencederai nilai-nilai luhur profesi kedokteran. Merusak
kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis dan pelayanan kesehatan. Kementerian
Kesehatan menegaskan perlindungan terhadap pasien adalah hal yang utama. Untuk
itu, Kementerian Kesehatan sudah mengirimkan surat ke KKI untuk mencabut Surat
Tanda Registrasi (STR) oknum dokter tersebut, yang otomatis mencabut izin
praktiknya.
Kasus asusila bukan hanya terjadi di dunia kedokteran. Belum lama ini juga
mencuat kasus seorang dosen dan guru besar di kampus ternama di Yogyakarta yang
diduga melakukan pelecehan seksual kepada beberapa mahasiswinya. Kasus asusila
di dunia kampus pun telah lama terjadi. Berdasarkan data dari Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) di tahun 2023
tercatat 29.883 kasus dan per April 2024 telah terjadi 2.681 kasus kekerasan
seksual di lingkungan kampus.
Fakta di atas bukanlah sebuah prestasi, melainkan kemerosotan moral telah
merambah di kalangan intelektual dan orang yang memiliki ilmu. Namun sayangnya,
ilmu yang mereka miliki tidak menjadikan mereka paham akan etika, malah
sebaliknya justru mereka terlihat sebagai orang yang tidak bermoral. Sehingga tidak ada bedanya ”orang berilmu”
dengan orang-orang yang tidak berpendidikan. Hal ini akan membuat hilangnya
kepercayaan masyarakat pada ilmu, padahal ilmu sangat dibutuhkan dalam
kehidupan.
Pada hakikatnya ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Ilmu harus disandingkan
pada agama, agar ilmu tersebut memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat.
Namun, jika ilmu hanya dianggap sebagai ilmu saja dan ilmu tersebut dipisahkan
dari kehidupan, maka yang terjadi marak kasus asusila yang dilakukan oleh orang
yang berilmu.
Tidak dipungkiri, prinsip pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) telah berhasil
memporak-porandakan tatanan kehidupan masyarakat. Paham ini menihilkan peran agama dalam ilmu dan seluruh aktivitas manusia, sehingga manusia bebas berbuat apa saja
yang mereka inginkan. Tanpa ada batasan boleh dan tidak atau halal dan haram,
semua diserahkan kepada manusia. Maka wajarlah, kerusakan moral merajalela di
setiap lini kehidupan yang dilakukan dari orang bodoh hingga para intelektual.
Kebermanfaatan dan keberkahan ilmu hanya terlihat apabila seseorang
menjadikan pondasi agama sebagai landasan menuntut ilmu. Ilmu bak cahaya yang
menerangi dan mengeluarkan manusia dari kegelapan. Allah tidak akan memberikan
cahaya ilmu kepada pelaku maksiat. Ilmulah yang menjadi ukuran
kedudukan/derajat mulia atau tidaknya seseorang. Allah swt. berfirman, ”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu, dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan.” (QS al-Mujadalah: 11)
Islam mewajibkan setiap individu muslim untuk menuntut ilmu. Sebab, dengan
ilmu akan membedakan manusia dan hewan serta dengan ilmu menjadi wasilah untuk
meraih surga Allah Swt..
Orang-orang yang berilmu haruslah melandasi keilmuannya dengan keimanan,
sehingga sadar bahwa ilmu akan di pertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat
kelak.
Oleh karena itu, Islam menetapkan tujuan dari pendidikan tidak hanya
menguasai ilmu saja tetapi juga mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam (pola
pikir dan pola sikap Islam). Sistem pendidikan berlandaskan akidah Islam yang
di dukung dengan peran negara untuk memblokir konten-konten yang akan merusak
moral generasi. Sehingga terwujud generasi yang berilmu, beriman, dan
berakhlak mulia, yang senantiasa berupaya mengaplikasikan ilmu mereka untuk
kemaslahatan umat dan berkontribusi bagi peradaban dunia. Sejarah kegemilangan
Islam menjadi bukti nyata bahwa dengan Islam sebagai landasan mercusuar ilmu,
telah banyak melahirkan generasi emas yang terdiri dari ilmuwan, penakluk, dan
polymath. Hingga hari ini keilmuan mereka memiliki kontribusi besar bagi
peradaban dunia.
Hanya dengan landasan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah,
tidak hanya mampu mencetak generasi berilmu, beriman, mampu beramal salih, dan
bermanfaat bagi umat, tetapi juga menjadi generasi unggul dari sisi
profesionalitas, ketakwaan,
dan akhlak mulia. Sekularisme biangnya kemerosotan moral manusia harus diganti dengan akidah dan pemahaman Islam yang akan melahirkan generasi yang menerangi dunia
dengan cahaya keberkahan ilmu dan iman. Wallahualam.[]
0 Komentar