#Wacana — Dilansir dari detik.com pada pertengahan Juni lalu, ditemukan seorang anak perempuan (MK) yang tergeletak di lorong pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (16/06/2025). Kondisi anak tersebut lemas tidak berdaya saat ditemukan oleh salah satu pemilik kios.
Kondisi Takberdaya
Pemilik kios mengira bahwa MK hanya menumpang tidur saja dari malam hari sebelumnya. Namun, Asep pemilik kios curiga karena MK tergelak lemas di atas kardus terihat takberdaya hingga menjelang kiosnya akan dibuka.
Tidak hanya itu, terlihat banyak luka serius di seluruh badannya akibat penyiksaan. Bekas luka tersebut menurut MK adalah hasil penyiksaan dari ayahnya sendiri. Asep mengatakan bahwa anak yang masih berusia tujuh tahun ini kelaparan saat ia temui, yang lebih mengharukan adalah MK tidak ingin pulang ke rumah dan ingin ikut dengan Asep saja akibat ayahnya sering menyiksanya. Mendengar hal itu pengunjung pasar yang notabene adalah perempuan, mereka ikut menitikkan air mata.
Kemudian, MK dievakuasi oleh Satpol PP setempat lalu dibawa ke rumah sakit untuk memulihkan kondisinya. Dokter yang menanganinya berjumlah enam orang karena MK butuh menjalani operasi tersebab lengannya yang patah dan menonjol akibat dari perlakuan kasar oleh ayahnya.
Ditangani yang Berwenang
Saat ini Polri bersama oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) terus memberikan pendampingan yang bertujuan agar MK dapat terlindungi, selamat, dan dapat pulih dari sakitnya. Selain itu Polri melalui Direktur PPA-PPO Bareskrim juga mengupayakan agar dapat menemukan identitas MK dan keluarganya juga menegakkan hukum yang berlaku terhadap kasus ini.
Kawiyan, Komisioner KPAI Sub Klaster Anak Korban Pengasuhan Salah dan Penelantaran mengutuk dengan keras perlakuan terhadap MK oleh orang tuanya. Kawiyan megungkapkan bila pada saatnya nanti pelaku penyiksaan tertangkap, maka harus dihukum berat sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak (liputan6.com, 12/06/2025).
Sebagaimana tertera dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mewajibkan orang tua untuk mengasuh, memenuhi kebutuhan juga memberikan perlindungan pada anaknya. Termasuk yang terdapat pada dua pasal lainnya berkaitan dengan perlindungan terhadap anak dari orang tuanya.
Kawiyan juga menambahkan bahwa Pemerintah Daerah dan lembaga lainnya wajib bertanggung jawab dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Dalam hal ini, kasus MK yang akan diberikan pendampingan secara khusus hingga ia pulih.
Penanganan
Tidak hanya kasus MK yang viral di media sosial karena begitu teganya orang tua menelantarkan anaknya juga penyiksaan yang dialaminya diusia belia. Dilansir dari detik.com bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sejak Januari hingga Juni 2025 terdapat belasan ribu korban kekerasan terhadap anak yang korbannya mayoritas anak perempuan (17/06/2025).
Sedangkan pada tahun 2024 lalu, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat pada rentang Januari hingga Juni 2024 terdapat ribuan kasus kekerasan pada anak yang juga mayoritas pada anak perempuan dan kekerasan seksual merupakan urutan pertama (kemenpppa.go.id, 03/07/2024).
Terlihat bahwa urusan kekerasan pada anak tiap tahunnya bukan menurun justru sebaliknya. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah karena anak-anak merupakan bibit generasi di masa depan.
Bayangkan bagaimana negeri ini ke depan diisi oleh orang-orang hasil dari kekerasan tersebut. Tentunya dari banyak sisi termasuk emosional dan psikologis terdapat bekas luka mendalam apalagi di zaman yang serba individualis dan agama dinomor sekiankan. Oleh karenanya, kekerasan ini harus dihentikan dengan penyelesaian dari akar masalah.
Masalah mendasar dari segala problem ini adalah jauhnya agama dari urusan kehidupan. Anak tidak dididik dengan seharusnya justru menjadi bahan caci maki hingga kekerasan akibat tekanan ekonomi orang tua termasuk tekanan sosial. Tekanan ekonomi dan sosial orang tua pun akibat agama tidak dijadikan patokan dalam membangun ekonomi makro dan mikro serta tidak pula dalam membangun kehidupan sosial.
Lebih jauh lagi bahwa negeri ini tidak melandaskan Islam sebagai aturan bernegara padahal jumlah mayoritas rakyatnya adalah muslim. Sementara Islam diturunkan untuk menyelesaikan segala masalah kehidupan manusia, dari masalah individu, keluarga, masyarakat hingga bernegara.
Tersebab Allah Swt. merupakan Sang Pencipta yang menciptakan segalanya dan mengetahui segala kelebihan dan kekurangan ciptaannya. Manusia hanya cukup mengikuti aturan tanpa harus repot-repot membuat aturan. Sesungguhnya yang berhak membuat hukum atau aturan adalah Allah Swt..
Aturan yang mengatur tentang bagaimana mendidik anak hingga menjadi anak salih termaktub dalam QS Luqman: 12–19, aturan bagaimana tata kelola ekonomi dengan menjamin kebutuhan primer rakyatnya termaktub dalam QS ar-Rum: 40, at-Taubah: 60, adz-Dzariyat: 19, dan banyak ayat dan hadis lainnya. Ada pun jaminan pekerjaan oleh negara termaktub dalam QS al-Mulk: 15, at-Taubah: 103, al-Jumuah: 10, dan banyak ayat dan hadis lainnya, begitu juga aturan seluruh kehidupan lainnya diatur oleh Islam.
Hal itu juga terlihat saat Islam hidup dan menjadi denyut nadi sebuah negara yang bernama Daulah Khilafah. Selama 1400 tahun lebih Islam berdiri tegak seluas hampir dua per tiga dunia. Anak-anak umat lahir dari masa ke masa untuk terus mempertahankan Islam di muka bumi.
Sebagaimana dahulu Shalahuddin al-Ayubi, Muhammad al-Fatih, Ibnu Sina, Alp Arselan, dan sederet nama dari tokoh-tokoh Islam lainnya, mereka telah dicetak bukan hanya karena didikan orang tua, melainkan juga oleh masyarakat dan negara.
Negara sangat mempunyai peran untuk mendidik dan memperlakukan rakyatnya sedemikian rupa hingga menjadikan mereka manusia yang tidak hanya bertakwa tetapi juga menjadi manusia yang sangat berpotensi. Oleh karenanya, dengan penerapan aturan berlandaskan syariat, tidak hanya menyelesaikan persoalan, tetapi juga menimbulkan rahmat bagi semesta alam. Wallahualam.[]
Ruruh Hapsari
0 Komentar