Mengapa Pelaksaan Haji Selalu Bermasalah?



Ruruh Hapsari


#Wacana — Ibadah haji merupakan bagian dari rukun Islam yang semua kaum muslim sangat ingin menjalankannya. Namun, mengapa manajemen pelayanan haji tidak menunjukkan perbaikan dari tahun ke tahun padahal pemerintah telah mengurusinya secara rutin. Tahun 2025 pun demikian, banyak komentar negatif di sosial media mengenai manajemen haji. Mulai dari pemberangkatan hingga pelaksaannya membuat kecewa terutama para jemaah. 


Kacaunya Pelaksanaan Haji 

Manajeman haji tahun ini banyak terjadi kekacauan di sana sini, antara lain adanya ratusan jemaah yang menuju Mina harus berjalan kaki dari Arafah. Mereka harus berjalan sejauh kurang lebih tujuh kilometer tersebab akomodasi yang tidak tepat waktu (tempo.co, 10/6/2025). Lalu pada saat di Mina, Jemaah haji asal Indonesia harus tidur di dekat toilet dengan menggelar tikar dikarenakan tidak mendapatkan tenda atau maktab.

Kemudian juga terjadi pada jemaah haji asal Bandung yang harus dipulangkan ke tanah air dan kabarnya satu keluarga tersebut membatalkan visa mereka yang tentu saja hal tersebut tidak pernah mereka lakukan. 

Belum lagi adanya pungutan liar, jemaah yang terpisah dengan suami dan istrinya ataupun dengan pembimbingnya, kondisi tenda yang penuh dan melebihi daya tampung. Ada juga Jemaah yang diusir dari tempat istirahatnya di malam hari, ataupun jemaah yang tertinggal rombongan hingga keterlambatan distribusi konsumsi. 

Kejadian yang paling fatal adalah saat transportasi menuju Arafah terlambat berjam-jam. Padahal, sehari sebelumnya banyak anggota Jemaah haji yang telah memakai kain ihram, tapi hingga hari wukuf tidak ada kepastian kapan bisa segera berangkat.


Mengurai Kekacauan

Menurut anggota tim pengawas Haji DPR, Adies Kadir bahwa buruknya pelayanan jemaah haji tersebut diakibatkan karena petugas haji minim kesiapan. Selaras dengan itu diungkapkan oleh anggota tim pengawas lainnya Selly Andriany Gantina bahwa Kementerian Agama gagap terhadap adanya perubahan peraturan haji yang menjadi sistem multi syarikah.

Pasalnya sebagian besar syarikah yang ditunjuk oleh pemerintah belum berpengalaman dan terbilang baru. Menurut anggota Komisi VIII DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menyatakan hanya ada tiga dari total delapan syarikah yang sudah berpengalaman dalam melakukan penyelenggaraan haji. Tentu hal ini berimbas terhadap ibadah para jemaah yang jelas tidak maksimal padahal uang yang dikeluarkan tidak sedikit. 

Berbeda dengan Selly, justru Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menyatakan dia tidak sependapat bila pemerintah terus menyalahkan syarikah. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan upaya hukum terhadap kegagalan syarikah saat menyediakan penyelenggaraan haji. Mustolih sangat menyayangkan bahwa hal ini tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah saat penyelenggaraan haji bermasalah dan terus berulang.


Keniscayaan Pengaturan Jemaah

Dengan dasar ibadah haji yang fardu, maka hal itulah yang menjadikan kaum muslim di seluruh dunia berbondong-bondong untuk melaksanakan rukun kelima dari rukun Islam ini. Kewajibannya telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam Firman-Nya dalam Surah al-Imran: 97, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS al-Imran [03]: 97)

Haji memang bukan merupakan ibadah yang sederhana, melainkan butuh banyak pihak untuk mengaturnya terutama negara. Selain itu negara pun harus serius dalam pengurusan ibadah besar yang terjadi setahun sekali ini, mengingat puluhan juta umat muslim tergabung dalam sebuah wilayah yang sama, belum lagi banyaknya jemaah yang berusia lanjut, luas dan asingnya area tujuan. 

Bukan hanya itu, pengaturan ini menjadi niscaya karena makin tahun jumlah kaum muslim yang ingin berangkat makin banyak, padahal area wukuf tidak makin meluas. Keluar sedikit saja dari area padang Arafah, tentu menjadikan jemaah tidak dianggap melakukan wukuf dan hajinya tidak sah.

Pengaturan haji ini tentu berorientasikan pada pengurusan urusan umat secara maksimal, bukan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Apalagi dengan adanya perbedaan pelayanan berdasarkan kekayaan ataupun kelas sosial. 

Dahulu Rasulullah saw. pernah bersabda yang diriwayatkan Imam Bukhari, ”Karena kewajiban inilah, Allah memberikan amanah besar pengurusan kepada pemimpin kaum muslim yakni khalifah. Karena “Imam (khalifah) adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”

Dalam rangka memudahkanan dan memberikan kenyamanan jemaah dalam berhaji, Khalifah Ketiga Bani Abbasiyah, Almahdi (775-785 M) membangun banyak penginapan disepanjang rute Makkah. Ia membeli rumah-rumah penduduk kemudian membongkarnya dan jumlah pintu diperbanyak. 

Kemudian di masa akhir Kekhilafahan walau saat itu kondisi Daulah Utsmaniyah sedang genting dengan adanya gejolak politik dan adanya serangan musuh, tapi Sultan Abdul Hamid II tetap melakukan proyek besar dengan membangun rel kereta api antara Istanbul-Madinah. Tujuannya adalah untuk menjaga tanah suci dari serangan musuh dan juga sebagai akomodasi bagi jemaah haji.  

Hal itu semua dilakukan oleh panguasa atas dasar akidah dan tanggung jawabnya sebagai pengayom umat, bukan karena tepaksa apalagi aji mumpung. Semua dilakukan dengan serius dan penuh tanggung jawab sebagai penguasa. Begitulah beberapa upaya penguasa Islam agar perjalanan haji menjadi lancar, ibadah pun menjadi aman dan nyaman. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar