#CatatanRedaksi — Maha benar Allah dengan firman-Nya dalam QS ar-Rum ayat 41: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Makna fasad atau kerusakan itu adalah segala bentuk kerusakan baik di darat dan di laut karena kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia, sehingga manusia juga menanggung semua akibat perbuatannya itu agar mereka kembali bertaubat ke jalan yang benar, yakni jalan Islam.
Sistem Islam memelihara alam. Pengaturan itu dimulai dengan konsep kepemilikan, bahwa hutan, laut, barang tambang, minyak bumi adalah kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kesejahteraan dan sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat, jadi tidak boleh diberikan kepada swasta atau perorangan baik dalam dan luar negeri. Selama pengkajian dan pengelolaan SDA-nya juga harus didampingi para ahli lingkungan hidup dan ahli bahan tambang. Apakah satu wilayah itu ditetapkan sebagai wilayah pertambangan atau konservasi harus dihitung dampaknya baik secara ekologis ataupun sosial kulturalnya. Jika ditetapkan sebagai wilayah penambangan harus dengan catatan proses eksplorasi dan eksploitasi tidak boleh dilakukan secara sembarangan bahkan sampai merusak. Kajian yang dilakukan harus detil dan adil.
Tidak seperti sekarang, pertimbangannya hanya oleh segelintir orang bahkan diserahkan kepada swasta yang hanya mengerti tentang untung-rugi, bukan kelestarian lingkungan. Menyebabkan terus berulangnya kerusakan lingkungan karena eksploitasi sumberdaya alam di negeri ini. Contoh nyata penambangan emas Freeport di Mimika Papua yang dijalankan oleh perusahaan Amerika dengan keuntungan fantastis 141 T per tahun, tapi rakyat tidak merasakan hasil penambangan itu, selain hanya limbah dan kerusakan alamnya. Padahal jika itu dikelola sendiri oleh negeri ini dan untuk kesejahteraan rakyat negeri ini keuntungan sebesar itu bisa membiayai sekolah seluruh anak Indonesia dari PAUD sampai lulus perguruan tinggi, tapi faktanya alam rusak, kemiskinan terus tinggi. Bahkan Papua termasuk provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Papua hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional. (Kompasiana.com, 20/01/2025)
Bisa dibayangkan sekarang dengan kondisi eksploitasi penambangan nikel di Raja Ampat, dipastikan akan terjadi hal serupa. Apalagi Raja Ampat banyak menyimpan spesies langka. Kondisi terletak di Jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle), Raja Ampat menyimpan lebih dari 1.300 spesies ikan, 700 jenis moluska, dan 537 spesies karang.
Para ilmuwan menyebut tidak ada perairan lain di dunia yang menandingi kekayaan laut Raja Ampat. Tak heran, kawasan ini dinobatkan sebagai Surga Bawah Laut Dunia. (CNN Indonesia.com, 11/06/2025)
Imbas penambangan ini menurut ahli UGM kerugian tambang Raja Ampat lampaui kasus PT Timah Rp271 T (CNNIndonesia.com, 12/06/2025). Keanekaragaman flora dan fauna langka di pulau-pulau kecil itu—kekayaan terumbu karang dan aneka ikan lautnya—semua akan sulit tergantikan jika punah karena pencemaran tambang nikel yang serampangan. Imbas dari eksploitasi itu adalah bencana alam yang pasti tidak terelakkan terjadi karena terganggunya keseimbangan lingkungan. JATAM mencatat bahwa penambangan nikel di Raja Ampat adalah 1 dari 35 penambangan di pulau-pulau di Indonesia. Raja Ampat juga termasuk pulau kecil yang seharusnya tidak terjadi penambangan karena telah dilarang oleh Undang-Undang no.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil (PWP3K) dan diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XxI/223 yang menolak uji materiil pasal-pasal krusial mengenai larangan penambangan di pulau kecil. (Jakartasatu.com, 09/06/2025)
Mirisnya, penambangan tetap saja berlangsung. Satu kondisi yang tidak mengherankan terjadi dalam alam kapitalisme hari ini, di mana posisi negara tak ubahnya hanya sebagai jalan masuk bagi investor asing maupun dalam negeri dengan memberikan kekayaan alam negeri ini untuk dieksplorasi dan dieksploitasi. Akhirnya, imbas kerusakan alam dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah itu.
Maka kalaulah negara mau konsisten, harusnya segera menghentikan permanen dan total penambangan nikel di Raja Ampat bukan malah menyisakan satu dari lima penambang yang dihentikan izinnya, dan penambang yang disisakan adalah yang paling besar yakni PT Gag Nikel hanya dengan alasan izinnya langsung dengan Pemerintah Pusat berupa kontrak karya. Banyak spekulasi yang muncul bahwa backup-annya cukup kuat di pemerintahan, makanya tetap bisa lolos meskipun dengan dalih dalam pengawasan. Publik pesimis penambangan di Raja Ampat akan dihentikan sementara, malah muncul spekulasi baru bahwa penambangan itu akan dibuka dengan investor baru.
Tak cukupkah mengambil pelajaran dari yang sudah-sudah? Apakah menunggu kerusakan yang lebih berat terjadi? Hingga tidak ada lagi yang tersisa untuk anak negeri di masa mendatang? Semua akan kembali kepada kita hari ini. Karena sekaranglah kesempatan kita memperbaiki kerusakan bumi ini, tentu dengan kembali kepada hakekat penciptaan kita sebagai manusia. Bumi ini milik Allah Swt. tentu harus diatur dengan aturan-Nya. Anugerah ini harus dijaga dan dilestarikan sebaik-baiknya, bukan dieksploitasi secara membabi buta sehingga yang tersisa hanya bencana. Semoga semua tersadarkan bahwa tidak ada aturan yang mensejahterakan selain aturan yang berasal dari Allah Swt., zat pencipta alam semesta. Wallahu a'lam bi asshawwab.[]
Hanin Syahidah
0 Komentar