Mitri Chan
#Bogor — Prostitusi masih menjadi masalah sosial di Kabupaten Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor sudah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi dan mencegah terjadinya prostitusi, seperti razia penyakit masyarakat (Pekat). Namun, praktik pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Bumi Tegar Beriman makin marak.
Hal ini membuat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Sastra Winara angkat bicara. Ia mengusulkan Pemkab Bogor membangun tempat rehabilitasi khusus PSK. "Selain sebagai tempat pembinaan, fasilitas ini juga diharapkan mampu memberikan edukasi dan keterampilan bagi para PSK agar bisa beralih profesi," ujar Sastra kepada wartawan di Cibinong, Rabu, 21 Mei 2025. (tempo.co, 21/05/2025)
Sekilas langkah rehabilitasi tampak humanis dan solutif. Tetapi solusi ini tidak menyentuh akar permasalahan sesungguhnya. Sebab, program tersebut tidak menjamin para PSK berhenti melakukan tindakan prostitusi. Menurut Dyah yang dua tahun intens memberikan pemahaman dan bimbingan kepada 30 PSK, hasilnya hanya dua orang yang berhenti menjadi PSK (radarkarawang.id, 03/08/2020). Rehabilitasi tidak bisa memberantas tuntas prostitusi, hanya sebatas mengendalikan jumlah PSK agar tidak menggangu ketertiban masyarakat.
Dunia prostitusi muncul karena sistem hidup sekuler kapitalisme yang memisahkan antara agama dari kehidupan, menjadikan kebebasan individu sebagai hak asasi dan menormalisasi gaya hidup liberal. Secara umum, individu dan masyarakat mengadopsi sekularisme sehingga ketakwaan terhadap ajaran agama rendah. Hal ini yang membuat seseorang memenuhi kebutuhan hidup dengan jalan pintas yang mudah tanpa memperdulikan halal dan haram. Di sisi lain, negara tidak memiliki undang-undang yang melarang PSK atau orang-orang yang berhubungan seks di luar pernikahan, asalkan suka sama suka. Undang-undang hanya melarang para mucikari saja.
Dengan kata lain, prostitusi bukan sekadar masalah moral tetapi lahir dari faktor-faktor struktural, misalnya regulasi, kemiskinan sistemik, krisis keluarga, degradasi pendidikan, dan hilangnya fungsi negara sebagai pelindung kehormatan perempuan. PSK adalah korban sistem yang gagal dalam memenuhi jaminan kebutuhan dasar individu dan perlindungan sosial.
Pemerintah seharusnya menyadari pentingnya jaminan kebutuhan hidup masyarakat agar kesejahteraan seluruh masyarakat tercapai. Kemiskinan dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan yang serius, seperti prostitusi sehingga dibutuhkan kebijakan politik ekonomi yang tepat. Menurut Syekh Abdurrahman al-Maliki, dalam buku Politik Ekonomi Islam menjelaskan bahwa politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.
Negara menjamin kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan melalui mekanisme tertentu (tidak langsung). Islam mendorong setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja dengan dorongan materi maupun dorongan ruhiyah. Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang tidur pada malam hari setelah lelah bekerja yang halal, maka ia tidur dalam keadaan terampuni dosanya." (HR Ibnu Majah)
Jika seseorang tidak mampu bekerja, misalnya laki-laki yang cacat fisik atau perempuan, maka nafkahnya akan ditanggung oleh keluarga dan kerabatnya. Jika keluarga atau kerabatnya tidak mampu mencukupi nafkahnya, maka nafkah akan ditanggung oleh negara melalui baitulmal. Sedangkan laki-laki yang mampu bekerja tapi tidak memiliki pekerjaan, negara akan memberikan modal, keterampilan, dan lapangan pekerjaan sehingga laki-laki itu dapat memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya. Negara juga menjamin kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara langsung, melalui APBN.
Melalui mekanisme jaminan kebutuhan dasar ini, setiap individu di masyarakat terpenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sehingga para wanita tidak terbebani untuk mencari nafkah sendiri atas tuntutan kebutuhan keluarga, apalagi menjadi PSK. Kalaupun masih ada perempuan yang melakukan prostitusi, negara akan memberikan sanksi yang tegas sebagaimana sanksi dalam perzinahan, yaitu hukum dera 100 kali bagi pelaku zina yang belum pernah menikah (lihat QS an-Nur: 2) dan hukum rajam bagi pelaku zina yang sudah pernah menikah.
Dengan penerapan sistem politik ekonomi Islam dan mekanisme sanksi dalam Islam, maka prostitusi dapat diberantas dengan tuntas. Semua itu hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, yaitu Khilafah Islamiyyah.[]
0 Komentar