Siti
Rima Sarinah
#Bogor — Hampir setiap hari kita
disuguhi dengan berbagai macam kerusakan yang marak dilakukan oleh remaja. Mulai dari
tawuran, narkoba, judol, hingga pergaulan bebas. Akibat pergaulan bebas, banyak
remaja yang masih berstatus pelajar hamil di luar nikah. Kalau sudah seperti
ini, dispensasi nikah pun dijadikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun sayangnya, dengan adanya solusi dispensasi nikah ini bukannya menurunkan
angka kehamilan di kalangan remaja, malah justru sebaliknya remaja yang hamil
di luar nikah makin meningkat.
Dilansir detik news (15/07/2025), warga
digegerkan dengan penemuan mayat bayi yang ditemukan tersangkut di bebatuan
Kali Ciluar Bogor. Jasad bayi yang tak berdosa itu ditemukan warga yang hendak
membuang sampah dan segera dilaporkan kepada pihak berwajib. Kemudian jasad
bayi tersebut dibawa ke RSUD Ciawi untuk diautopsi.
Sekitar bulan April lalu warga juga
menemukan bayi perempuan yang tergeletak di sebuah Saung di Desa Hambalang Citeureup,
Bogor. Ari, warga yang menemukan bayi pertama kali. Saat itu Ari sedang
melintas dan mendengar suara bayi. Saat bayi ditemukan dalam kondisi tidak ada
sehelai benang pun yang melekat ditubuhnya dan ari-arinya pun putus tidak
beraturan.
Kasus bayi dibuang di atas hanyalah
satu dari sekian banyaknya kasus serupa. Disinyalir kasus buang bayi ini
biasanya dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). KTD terjadi
disebabkan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja saat ini. Tidak
dipungkiri, pergaulan bebas yang menjadi tren di kalangan remaja berkorelasi
dengan banjirnya tayangan yang mengundang syahwat. Berbagai tayangan percintaan
bahkan sampai adegan yang tidak senonoh berseliweran di televisi, film,
sinetron, dan media sosial. Sehingga dengan mudahnya remaja mengakses tayangan unfaedah
yang selanjutnya diaplikasikan dalam pergaulan mereka sehari-hari.
Pendidikan yang seharusnya mampu
memberi pemahaman kepada remaja untuk menjauhi perbuatan yang melanggar aturan
agama, justru tidak didapatkan di sekolah. Karena kurikulum di sekolah saat ini
berbasis pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Di sekolah, remaja
hanya diberikan pengajaran seputar salat lima waktu dan thaharah
(bersuci), padahal banyak sekali pemahaman agama yang harus diberikan kepada
remaja, khususnya terkait interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan.
Sayangnya, kurikulum dan
pembelajaran saat ini tak mencantumkan pembahasan tersebut dalam mata pelajaran
agama. Maka wajarlah jika generasi ini pintar secara akademik tetapi mengalami
dekadensi moral yang sangat parah. Sebab, pemahaman agama bukan lagi menjadi
benteng tatkala berinteraksi di tengah masyarakat. Remaja saat ini dibutakan
oleh gaya hidup serba bebas, mereka merasa bebas melakukan apa saja untuk
memenuhi hawa nafsunya. Tanpa mempertimbangkan akibat
buruk yang ditimbulkannya, bahkan halal haram pun tidak dijadikan standar dalam
perbuatan.
Hal ini
diperparah
dengan mandulnya peran negara untuk menjaga dan
melindungi remaja dari berbagai bentuk kerusakan akibat pemahaman batil yang telah
masuk dan merusak pola pikir dan pola sikap remaja. Alih-alih negara menutup
situs atau akun yang berbau kekerasan, pornografi,
dan
sejenisnya, negara justru membuka pintu seluas-luasnya bagi situs dan konten
tersebut masuk dan merusak remaja. Dengan dalih hak asasi manusia, ruang
privat, dan suka sama suka menjadi alibi pemerintah untuk membiarkan remaja
mengumbar hawa nafsu sesuka hati mereka. Inilah potret negara yang sedang
mengalami sakit parah—menormalisasi berbagai
kerusakan di tengah remaja hingga berujung dengan maraknya pembuangan bayi.
Di sisi lain, pemerintah memiliki
misi besar untuk mewujudkan generasi emas tahun 2045. Dengan kondisi remaja
yang rusak, mungkinkah misi besar ini bisa terwujud? Sebuah kemustahilan
mewujudkan generasi emas dengan sistem pendidikan berbasis kurikulum
sekularisme dan abainya peran negara. Telah terpapar bukti nyata kegagalan
fatal sistem sekularisme dalam menjaga dan melindungi generasi dari kerusakan.
Sebab, kerusakan ini lahir dari sistem sekularisme itu sendiri.
Berbeda halnya dengan sistem Islam
(Khilafah) yang telah terbukti
ratusan tahun lamanya mampu mencetak generasi unggul yang keilmuan mereka
berkontribusi pada peradaban dunia hingga saat ini. Islam memandang bahwa
generasi adalah aset bangsa dan umat yang harus dijaga, dilindungi, dan dididik
untuk meneruskan estafet perjuangan bangsa di masa depan dan mampu bersaing
dengan negara-negara lain.
Dalam Islam, pendidikan generasi
adalah hal yang urgen dan wajib bagi negara untuk menjamin dan
memfasilitasinya. Penerapan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam akan
mampu mencetak generasi ber-syakhshiyyah Islam (pola pikir dan
pola sikap) sebagai output dari pendidikan Islam. Generasi dididik
dengan landasan akidah dan ditanamkan pemahaman bahwa setiap amal perbuatan
manusia akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.
Dengan landasan akidah inilah
generasi muda senantiasa berlomba-lomba untuk mencari ilmu untuk kemaslahatan
umat manusia dan hanya mengharap rida dari Allah Swt.. Maka wajarlah, generasi
muslim di masa kejayaan Islam banyak melahirkan para ulama, ilmuwan, penakluk,
polymath, dan lain sebagainya. Mereka bukan hanya menguasai ilmu agama,
melainkan juga menguasai ilmu dunia. Dan yang terpenting mereka mampu
menyelesaikan setiap persoalan kehidupannya sesuai aturan Allah Swt.. Mereka
mampu melindungi dan menjaga diri mereka dari hal-hal yang merusak dan ditopang
dengan penjagaan negara yang senantiasa hadir melindungi generasi dari berbagai
bentuk kerusakan yang terjadi seperti saat ini. Wallahualam.[]
0 Komentar