Creating The Wind of Change (Menciptakan Angin Perubahan)

 



Rini Sarah

 

Follow the Moskva

Down to Gorky Park

Listening to the wind of change...

(Scorpions)

 

Penggalan lirik lagu di atas mungkin asing bagi Gen Z atau Alfa. Lagu itu memang dibuat jauh sebelum mereka lahir. Zamannya kakek nenek mereka muda bisa jadi. Walau sekarang ada penyanyi yang meng-cover, bisa jadi juga hanya sebagian yang tertarik dengan lagu ini. Lagunya memang menabrak selera umumnya Gen Z dan Alfa yang berputar di KPop atau musik jedag-jedug ala housemusic.

 

Lirik lagu yang ditulis oleh Klaus Meine, vokalis band Scorpions, pada tahun 1990 ini bertutur tentang respons dan harapan pada sebuah peristiwa politik yang terjadi pada tahun 1989 di Eropa Timur.  Waktu itu ada dua peristiwa besar yang mengubah wajah dunia Eropa Timur terutama di Jerman dan Uni Soviet. Peristiwa itu adalah runtuhnya tembok Berlin yang membuat wilayah Jerman Timur dan Barat bersatu kembali dan dimulainya gerakan Perestroika di Uni Soviet yang berujung dengan bubarnya negara sosialis ini. Dengan adanya kedua peristiwa besar ini, Klaus Meine berharap akan terwujudnya hidup di dunia yang lebih damai pascabertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang ketakutan akibat Perang Dingin Amerika Serikat dan Uni Soviet.

 

Tahun demi tahun berganti, rupanya kedamaian yang didefinisikan sebagai dunia tanpa perang itu tak mampu bertahan. Pada tahun 2022, Scorpions mengubah lirik lagu ini. Karena pecah perang Ukraina-Rusia (dulunya Uni Soviet). Band asal Jerman ini menganggap sudah tak pantas “meromantisasi Rusia”.

 

Change

 

Kondisi dunia saat ini pasti dinilai oleh orang normal memang tidak sedang baik-baik saja. Berbagai macam huru-hara bahkan chaos itu ada. Kesengsaraan demi kesengsaraan datang terus menumpuk dengan tren keparahan yang terus meningkat. Kemiskinan, bejatnya moral, merosotnya kualitas SDM bangsa, kesenjangan ekonomi dan sosial, menggilanya korupsi, pelanggaran HAM, perampasan harta, dan lain sebagainya.

 

Hal ini tentu perlu direspons dengan melakukan perubahan. We have to create wind of  change once again. Selain meng-create kita juga harus mengarahkan kemana the wind blows. Agar angin perubahan bertiup ke arah yang benar tentu saja kita mesti punya gambaran perubahan seperti apa yang akan kita wujudkan dan kita harus punya peta jalan untuk meraihnya. Kalau tidak, semua tidak akan berubah, paling-paling hanya ganti pemain dengan casing yang berbeda. Lalu, kondisi kita? Ya begitu saja bahkan akan makin parah.

 

 

Untuk merumuskan visi perubahan dan peta jalan, ada hal yang harus dilakukan. Pertama, kita harus kaji apa akar dari karut-marutnya negeri ini. Karut-marut negeri ini bisa dipastikan bukan disebabkan karena human error aja. But, sudah salah dari sistem hidup yang dipakai untuk mengatur dan mengurus seluruh kepentingan rakyat.  Ambil contoh, bagaimana remaja tidak bejat moral dan jatuh pada pergaulan bebas, kalau pemikiran bebas berperilaku sengaja disuburkan serta interaksi laki-laki dan perempuannya pun dibuat bebas. Tidak ada batas.  Di sisi lain, bagaimana para pejabat tidak korupsi jika aturan untuk jadi pejabatnya mengharuskan untuk keluar biaya sangat tinggi, sementara gaji tidak memenuhi untuk mengembalikan modal dan ambil keuntungan.

 

Perilaku-perilaku tidak baik ini tentu saja tidak berdiri tanpa sebuah landasan pemikiran.  Pemikiran yang membuat manusia bablas itu adalah pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan. Dengan mengemban pemikiran ini manusia membuang kendali agama. Padahal kendali agama adalah satu-satunya kendali terkuat bagi hawa nafsu manusia. Bisa dibayangkan, ketika pemikiran ini melandasi semua aktivitas manusia mulai dari berpikir, berkata, hingga berbuat. Tampaklah kerusakan kalau landasan ini dipakai oleh penyelenggara negara ketika mengurusi kepentingan umat. Hasilnya seperti saat ini. Aturan atau kebijakan yang mereka buat pasti tidak bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Rasulullahsangat menyengsarakan.

 

Oleh karena itu, jika ingin perubahan yang hakiki kita perlu untuk mengubah sejak dari berpikir. Kita kembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu seorang hamba dari Sang Pencipta. Kita kembalikan bahwa manusia itu harus taat kepada seluruh petunjuk dari Pembuatnya. Agar kita selamat ketika menjalani naskah hidup di dunia dan kembali ke kampung halaman, yaitu surga.  Inilah visi perubahan yang harus kita wujudkan. Kita kembali taat kepada syariat Islam kafah. Tentu saja ini tidak bisa dilakukan oleh individu per  individu saja, tapi harus sampai pada penerapan oleh negara.

 

Penerapan Islam kafah oleh negara bukanlah perkara utopia. Sejarah sudah mencatatnya dengan tinta emas. Kita bisa baca bagaimana kegemilangan demi kegemilangan umat manusia ketika Islam diterapkan secara kafah. Sejarawan barat, Will Durant, dalam bukunya The History of Civilization turut mengakuinya. Beliau merangkum bagaimana Islam menjamin keamanan dunia, menyatukan umat manusia dari berbagai ras, hingga mencapai kemajuan ekonomi. Dalam bukunya Durant jujur bertutur, “Pada masa pemerintahan Abdurrahman III diperoleh pendapatan sebesar 12,045,000 dinar emas. Diduga kuat bahwa jumlah tersebut melebihi pendapatan pemerintahan negeri-negeri Masehi Latin jika digabungkan. Sumber pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi."

 

Jika visi perubahan sudah tergambar, tinggal kita tentukan cara bagaimana menggapainya (peta jalannya). Untuk mengubah pemikiran, dari senang dan menjadikan kebebasan sebagai tolak ukur dalam kehidupan hingga rida diatur sistem hidup saat ini, tentu saja bukan dengan cara kekerasan, tetapi harus ada yang namanya pertarungan pemikiran. Dengan demikian, pemikiran salah bisa dikalahkan dan diganti dengan pemikiran yang benar. Proses ini bernama dakwah. Dakwah ini harus disampaikan kepada seluruh lapisan umat  dari berbagai kalangan hingga kepada penguasa. Harapannya terwujud kesadaran bahwa hanya dengan Islam kafah yang diterapkan oleh negaralah perubahan yang kita harapkan bisa diwujudkan.

 

You are The Agent

 

Dakwah milik semua kalangan. Pelakunya tidak harus sepuh dulu. Baik sepuh dalam artian usia, maupun dalam artian sudah menjadi “suhu” alias orang yang sangat ahli. Dakwah juga milik kalian para remaja. Dulu ketika Rasulullah masih ada, beliau pun berdakwah pada para remaja. Lalu, remaja yang  bergabung dalam barisan Islam pun turut andil dalam dakwah. Tersebutlah, sahabat Arqom bin Abi Arqom. Beliau masih sangat muda ketika terlibat dalam dalam dakwah bersama Rasulullah. 16 tahun! Ia mengubah rumahnya untuk menjadi tempat Nabi membina para sahabat.

 

Pembinaan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah tidak hanya pada tataran individu saja. Supaya muncul individu-individu salih saja, tetapi membina kepribadian mereka agar menjadi duta-duta Islam yang akan mengemban dakwah guna mewujudkan sebuah kehidupan dalam naungan Islam. Bersama mereka, Rasul  berjuang mewujudkan sebuah tatanan dunia baru yang diatur oleh syariat Islam kafah. Akhirnya, Allah memberikan pertolongan-Nya dengan berdiri negara Islam di Madinah.

 

Dalam proses dakwah hingga mendapatkan dukungan dari penduduk Madinah bukan tanpa peran pemuda. Adalah Mus’ab bin Umair yang menjadi duta Islam untuk mengajarkan Islam di sana. Mus’ab mengajarkan Islam hingga tidak ada satu pintu pun yang tidak beliau ketuk. Hingga Islam menjadi pembicaraan di sana. Lalu, menghantarkan Mus’ab bertemu dengan tokoh Madinah yang berkuasa saat itu, yaitu Saad bin Muadz. Lewat lisan Mus’ab, Saad memeluk dan siap membela Islam hingga lahirlah peristiwa Baitul Aqabah yang kedua sebagai tonggak berdirinya negara Islam di Madinah.

 

Inilah peran pemuda dalam perubahan menuju kehidupan berdasarkan Islam. Pemuda harus mempunyai visi perubahan yang benar dan jelas, serta harus mengerti benar bagaimana cara sahih mewujudkannya. Agar potensi remaja yang begitu besar tidak dibajak lalu dibelokkan dari jalan perjuangan yang benar. Tentu saja hal ini tidak bisa dikuasai tanpa mengaji dan mengkaji. Allahu Akbar!

Posting Komentar

0 Komentar