Demokrasi dan Kecacatannya dalam Menjamin Aspirasi Rakyat

 



Titin Kartini

 

 

#Bogor — Pada hari Senin, tanggal 1 September 2025, bertempat di Lapangan Astrid Kebun Raya Bogor, Polda Jawa Barat menggelar apel gabungan skala besar yang melibatkan 1.026  personel dari unsur TNI, Polri, Damkar, dan Satpol PP. Kapolresta Bogor Kombes Eko Prasetyo mengatakan agenda ini merupakan wujud kekompakan Forkopimda Bogor bersama masyarakat memastikan harkamtibmas senantiasa aman, tertib, dan kondusif dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi potensi unjuk rasa di wilayah Kota Bogor. (news.detik.com, 01/09/2025)

 

 

Kapolres Bogor AKBP Wikha Ardilestanto mengatakan Polres bersama Kodim melaksanakan apel gabungan dengan menyiapkan kekuatan personel dan kendaraan untuk menjamin keamanan masyarakat. Selanjutnya, ia pun mengatakan akan menggelar patroli skala besar demi keselamatan serta kondusifitas seluruh warga Bogor.  (rri.co.id,  01/09/2025)

 

 

Ada tiga hal yang patut dipertanyakan terkait fenomena yang terjadi saat ini. Pertama, mengapa masyarakat maupun mahasiswa ketika menyampaikan aspirasi sering kali berujung pada kericuhan, entah karena adanya provokator, atau mudahnya peserta aksi tersulut emosi. Kedua, cara pemerintah dalam menangani para peserta aksi terlalu berlebihan. Dalam aksinya, seharusnya aspirasi masyarakat maupun mahasiswa didengarkan oleh DPR yang notabenenya adalah wakil rakyat, bukan malah dibentengi oleh aparat keamanan. Hal ini makin mengokohkan adanya jarak antara masyarakat/mahasiswa dengan para wakil rakyat. Ketiga, negara dalam hal ini aparat keamanan, berkewajiban untuk melindungi setiap warga negara. Jangan hanya bertanggung jawab ketika ada aksi saja, seolah-olah demi mengamankan posisi penguasa, bukan mengamankan rakyat.

 

 

Merujuk pada kondisi di atas, sesungguhnya pemerintah sudah menyalahi sistem demokrasi yang dianutnya karena pemerintah sudah bersikap dan bertindak represif, tidak sesuai dengan prinsip kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin dalam sistem demokrasi. Di satu sisi, prinsip demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, senantiasa diagungkan. Namun di sisi lain, ketika rakyat menuntut keadilan atas kezaliman yang dirasakan, seketika itu pula rakyat dibungkam dengan berbagai dalih dan aturan demi menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Nyatanya, demokrasi memang sistem yang mustahil diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia.

 

 

Negeri ini maupun negeri lainnya membutuhkan sistem pangaturan manusia yang sempurna, yang tidak menyalahi prinsipnya sendiri. Sistem yang sesuai dengan fitrah manusia agar tak ada yang terzalimi dengan semua aturannya, justru aturannya itulah yang akan menyelamatkan manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Islam sebagai ideologi, perannya bukan saja sebagai agama yang mengatur masalah ibadah semata, melainkan juga mengatur semua lini kehidupan, dari bangun diri hingga bangun negara. Penerapan sistem Islam secara sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah telah terbukti selama 14 abad mampu membawa manusia pada peradaban yang sesuai fitrah manusia. Khilafah menerapkan dan menegakkan aturan yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna, Allah Swt.

 

 

Dalam sistem Khilafah, menyampaikan aspirasi atau amar makruf nahi mungkar kepada penguasa merupakan kewajiban setiap masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Allah Swt. berfirman, ‘’Dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.’’ (Surah Al-Imran Ayat 104)

 

 

Perintah tersebut diperkuat dengan sabda Rasulullah saw., ‘’Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, hendaknya kalian benar-benar mengajak kepada yang makruf dan benar-benar mencegah dari yang mungkar, atau jika tidak, niscaya Allah akan mengirimkan hukuman/siksa kepada kalian sebab keenganan kalian tersebut, kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun doa kalian tidak lagi dikabulkan.’’ (Hadis Riwayat Tirmidzi, hadis hasan).

 

 

Namun demikian, Islam juga memiliki panduan (adab) bagaimana cara beramar makruf nahi mungkar yang diridai Allah dan Rasul-Nya. Islam mengharamkan tindakan anarkis seperti menjarah dan merusak harta/kekayaan milik individu maupun fasilitas umum,  apa pun alasannya. Islam pun melarang umatnya melontarkan kata-kata yang kasar, keji, yang melukai hati nurani manusia.

 

 

Mekanisme amar makruf nahi mungkar dalam sistem Khilafah difasilitasi oleh negara dan termasuk dalam struktur pemerintahan, yaitu Majelis Umat. Majelis Umat di tingkat pusat (ibu kota) Daulah Khilafah dan Majelis Wilayah di tingkat kewalian (provinsi). Anggota Majelis terdiri dari laki-laki dan perempuan yang mewakili masyarakat di tingkat pusat, atau di tingkat kewalian (provinsi). Anggotanya bertugas melakukan muhasabah dan syura’ (musyawarah). Majelis Umat berkapasitas sebagai wakil rakyat yang mempunyai hak untuk berbicara dan menyampaikan pendapat rakyat dalam mengoreksi segala kebijakan khalifah dan jajarannya yang tidak sesuai hukum syarak.

 

 

Ketika Majelis Umat melaksanakan tugasnya, tidak boleh bagi khalifah dan jajarannya termasuk aparat keamanan melakukan penghadangan, penyekalan, ataupun keberatan terhadap kritikan masyarakat melalui Majelis Umat. Khalifah dan jajarannya wajib mendengar aspirasi dan muhasabah dari anggota Majelis Umat, selanjutnya memberikan jawaban sesuai pandangan hukum syarak. Kita pernah mendengar kisah Khalifah Umar bin Khattab menerima kritikan seorang wanita terkait mahar. Ketika itu, Khalifah Umar menentukan batas mahar seorang wanita sedangkan hal itu bertentangan dengan hukum syarak, bahwasannya menentukan mahar adalah hak wanita. Saat itu, khalifah dengan legowo mengakui kekeliruannya dan mencabut keputusannya.

 

Ada pula kisah Umar bin Khattab yang menerima aduan dari seoarang Yahudi atas ketidakadilan yang diterimanya, menyangkut hak tanah miliknya yang ingin dikuasai oleh seorang gubernur untuk kepentingan perluasan pembangunan masjid. Umar sebagai khalifah pun mengambil tindakan tegas akan hal ini, sehingga sang Yahudi mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai hukum syarak.

 

 

Ada hal mendasar yang membedakannya dengan fenomena wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Dalam sistem Islam, Majelis Umat benar-benar merupakan representasi (wakil) dari rakyat dalam menyuarakan aspirasi dan muhasabah, sehingga antara rakyat dengan Majelis Umat ataupun Majelis Wilayah memiliki visi misi yang sama, yakni bertanggung jawab agar Daulah Khilafah berada dalam koridor yang benar sesuai syariat. Sementara, wakil rakyat dalam sistem demokrasi belum tentu memiliki visi misi yang sama dengan rakyat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika wakil rakyat inilah yang menzalimi rakyat dengan melegislasi aturan yang bukan berpihak pada rakyat. Belum lagi pernyataan sebagian wakil rakyat yang nyata-nyata melukai hati nurani rakyat. Disaat rakyat menderita justru mereka mendapatkan gaji, tunjangan, dan fasilitas yang makin melukai hati nurani rakyat.

 

 

Satu pembahasan lagi, terkait aparat keamanan. Dalam sistem Islam, jaminan keamanan menjadi tanggung jawab negara melalui jajaran aparat keamanan. Negara menugaskan kepolisian untuk menjaga keamanan dalam negeri. Negara menempatkan pengamanan di setiap lini kehidupan, juga di tempat-tempat keramaian, seperti di pasar, terminal, bandara, pelabuhan, dll, yang rentan akan tindak kejahatan. Aparat kepolisian berpatroli secara rutin dan berkala hingga sampai ke permukiman-permukiman penduduk. Menjaga fasilitas umum dan berbagai kemaslahatan publik lainnya. Sehingga masyarakat merasa aman dan bisa beraktivitas dengan baik. Dengan kata lain, jaminan keamanan senantiasa menjadi tanggung jawab negara, bukan hanya saat terjadi aksi demonstrasi yang berujung anarkis.

 

 

Demikianlah gambaran indahnya hidup dalam naungan sistem Islam (Khilafah). Rakyat bisa menyampaikan aspirasi dan muhasabah dengan damai, aparat keamanan juga menjalankan tugasnya dengan baik. Penguasa pun diberkahi karena mampu bertanggung jawab atas semua tugasnya. Rasulullah saw. bersabda tentang peran dan kewajiban seorang pemimpin dalam Islam, ‘’Imam adalah laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya." (Hadis Riwayat Muslim) Wallahualam.[]     

Posting Komentar

0 Komentar