Siti Rima Sarinah
#Bogor — Kasus stunting
masih menjadi PR bagi pemangku kebijakan di negeri ini. Kisah tragis Raya,
bocah yang harus meregang nyawa akibat seluruh tubuhnya dipenuhi oleh cacing. Kondisi yang dialami Raya tak sekedar stunting, melainkan lebih parah. Raya hanya salah satu kisah pilu, derita
anak-anak negeri. Masih banyak lagi kasus-kasus
serupa yang belum ter-blowup media.
Berbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi
maraknya kasus stunting yang mendera anak bangsa. Program Basuh Anting,
menjadi terobosan baru Pemkot Bogor untuk mengatasi stunting. Dengan
menggandeng 50 orang anggota DPRD Kota Bogor untuk turut berpartisipasi dan
berperan sebagai bapak dan ibu asuh. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen
bersama dalam rangka percepatan penurunan angka stunting. (radarbogor,
21/08/2025)
Sebelum Program Basuh Anting, sudah banyak program lainnya yang dilakukan pemerintah untuk
mengatasi stunting. Namun, hingga kini tak satu pun program-program tersebut
membuahkan hasil yang signifikan. Karena program-program yang diluncurkan oleh
pemerintah tak menyentuh akar permasalahan terjadinya stunting, yakni kemiskinan.
Anak-anak yang kurang mendapatkan asupan makanan yang bergizi tak lepas dari kondisi keluarganya
yang berada di bawah garis kemiskinan. Kurangnya edukasi
makanan yang bergizi turut andil terhadap timbulnya menjadi penyebab
anak-anak menderita stunting. Seharusnya
yang dilakukan pemerintah adalah memikirkan cara untuk mengentaskan kemiskinan
yang melanda rakyat dan terus melakukan edukasi kepada masyarakat.
Data Dinas Sosial Kota Bogor mencatat ada 66 ribu warga Bogor yang
terkategori miskin ekstrem. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin
di Indonesia per bulan Maret 2025 adalah 23,85 juta orang atau 8,74% dari total
penduduk. Merilis data Bank Dunia pada bulan Juni 2025 menyebutkan 194 juta
penduduk Indonesia miskin dengan persentase 68,2%.
Fakta di atas menjadi bukti maraknya kasus stunting sangat
berkorelasi dengan kemiskinan yang mencengkeram rakyat. Padahal, kita hidup di negeri
yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Tetapi rakyatnya hidup dalam
kubangan kemiskinan yang sangat dalam, bak ayam mati di lumbung padi.
Tidak dimungkiri, kekayaan alam negeri ini telah dikuasai oleh korporasi. Merekalah yang
menikmati kekayaan alam yang notabene milik rakyat. Sedangkan negara sibuk
mengumpulkan uang recehan dari rakyat atas nama pajak. Alih-alih
menyejahterakan rakyatnya, justru negara menjadikan rakyatnya sebagai sapi
perahan dengan berbagai macam pungutan.
Hal ini bisa terjadi karena kapitalisme yang menjadi napas bagi semua
kebijakan dan aturan yang diterapkan di negeri ini. Sistem kapitalisme telah
menihilkan peran negara sebagai pelayan rakyat dan mengubahnya menjadi pemalak
rakyat, bahkan menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada korporasi sebagai konsekuensi
hubungan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha.
Fakta di atas tidak akan pernah dijumpai dalam sistem yang menjadikan
rakyat sebagai prioritas utama untuk mendapatkan pelayanan dari negara, yakni sistem Islam dalam bingkai
negara Khilafah. Khilafah inilah yang akan mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Karena
Khilafah
yang akan mengelola kekayaan alam milik rakyat dan hasilnya dikembalikan
kepada rakyat dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan, dan hajat
hidup rakyat lainnya. Semua bisa dirasakan oleh rakyat secara adil dan merata
tanpa dipungut biaya apa pun.
Dalam kondisi seperti ini, mudah
bagi negara untuk mengatasi masalah stunting
dan masalah kehidupan lainnya. Karena penerapan Islam kafah di seluruh lini
kehidupan mampu menjadi solusi tuntas berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Negara menjadi penopang dan garda terdepan hadir di tengah rakyat untuk menjamin dan memenuhi semua
kebutuhan rakyat.
Terlihat dengan sangat jelas perbedaan sistem kapitalisme dan sistem Khilafah. Oleh karena itu, jangan pernah terkecoh dengan berbagai program atau kebijakan yang berasal dari sistem pembuat masalah. Saatnya beranjak pada sistem kehidupan sesungguhnya—menjadi sistem satu-satunya yang layak diterapkan di muka bumi ini. Wallahua'lam.

0 Komentar