Tata Kelola Tambang Tidak Sesuai Syariat: Kerugian Menimpa Banyak Pihak

 



Ruruh Hapsari



#Wacana — Dalam pidatonya pada rapat paripurna DPR tentang RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan, Prabowo menyatakan bahwa makin maraknya tambang ilegal yang mencapai 1.063 lokasi dan merugikan negara sebanyak 300 triliun rupiah (detik.com, 07/10/2025). 



Diketahui bahwa kerugian ratusan triliun tersebut berasal dari enam perusahaan yang melakukan penambangan secara ilegal. Saat ini baik penambangan dan smelternya sudah disita oleh negara dan diserahan ke PT Timah. 



Mengetahui hal ini Prabowo geram karena hanya dari enam perusahaan saja sudah merugikan negara ratusan triliun rupiah. Selain itu ia juga meminta dukungan kepada berbagai pihak seperti MPR, partai politik dan yang lainnya untuk menyelesaikan masalah tambang ilegal ini. Ia juga memberikan peringatan keras bagi siapa pun yang mendukung aktivitas tersebut.



Permasalahan Izin Tambang 


Sebelumnya, pada Februari 2025 lalu, pemerintah telah memberikan izin kepada UMKM untuk mengelola pertambangan baik mineral maupun batubara (minerba) (cnnindonesia.com, 19/02/2025). Penetapan ini telah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan keempat nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). 



Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini diberikan kepada pengusaha menurut Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia adalah untuk memperbaiki tata kelola pertambangan. Untuk diketahui bahwa perizinan tersebut bukan hanya khusus kepada UMKM saja, koperasi dan ormas keagamaan pun mendapatkannya.



Menurut Yayan Satyaki, pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjajaran menyatakan bahwa sesungguhnya bila diamati lebih lanjut, Izin Usaha Pertambangan bagi UMKM maupun ormas keagaamaan ini justru lebih besar kerugian yang bisa dihasilkan. 



Pasalnya, pengelolaan tambang bukan merupakan hal yang mudah tapi mempunyai risiko yang sangat besar. Oleh karenanya, kemampuan pengelolaan dan pertambangan selama ini hanya diampu oleh perusahaan besar. Selain itu, modal yang dibutuhkan untuk pengelolaan jenis emas ataupun tembaga saja sudah mencapai ratusan juta dolar Amerika. Dengan demikian, hal tersebut tentunya akan memberikan beban bagi ekonomi. 



Nailul Huda Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) menyatakan bahwa perizinan tambang kepada UMKM dan partai politik bukan hanya itu saja yang harus dipertimbangkan, pengelolaan dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan juga harus menjadi fokus perhatian. Termasuk adanya pengusaha besar yang meminjam bendera UMKM maupun partai politik untuk melakukan penambangan secara legal atas nama mereka. 



Melihat hal ini, Jaya Darmawan, peneliti Celios menganjurkan agar UMKM dan koperasi tidak bermain di sektor pertambangan. Ia justru mendorong agar mereka bekerja di ranah energi terbarukan yang berbasis komunitas layaknya panel surya, mikrohidro ataupun efisiensi energi lainnya. Hal itu dikarenakan lebih ramah lingkungan dan dapat memperkuat ekonomi lokal secara berkelanjutan. 



Pengelolaan Tambang


Negeri ini diciptakan Allah Swt. dengan kenikmatan yang tiada tara, sumber daya alamnya sungguh tak terkira dalam dokumen "Grand Strategy Mineral dan Batu Bara: Arah Pengembangan Hulu-Hilir" yang disusun oleh Kementerian ESDM menyebutkan bahwa praktek pertambangan di negeri ini terjadi jauh sebelum kemerdekaan berlangsung seperti penambangan emas di Gunung Ophir,  Sumatra. 



Dari data tersebut saja sudah telihat betapa kekayaan hasil tambang di Indonesia sangat banyak jumlahnya bila dihitung hingga saat ini. Sejarah penambangan yang panjang dan kekayaannya yang tak terkira tentu menjadi incaran negeri kapital ataupun tangan-tangan nakal untuk mengeruk dan menghabiskan sumber daya alam tesebut hingga tidak berampas.


Hari ini dengan geramnya presiden dan berusaha untuk memperbaiki tata kelola pertambangan apakah akan menjadi lebih baik dan menimbulkan kateraturan sehingga sumber daya alam Indonesia tidak lagi dikeruk habis-habisan?



Perlu diketahui industri yang bermain dalam ranah pertambangan bukan perusahaan kemarin sore dengan modal jutaan ataupun triliunan. Mereka adalah perusahaan multi nasional yang negara sebagai pendukungnya. Sebut saja Freeport, walaupun merupakan penambang legal dan didukung sah oleh Amerika, telah mengeruk emas dari berupa gunung hingga kini menjadi lembah. Sayangnya, perusahaan besar ini disahkan oleh undang-undang dan justru masyarakatlah yang mendapat getahnya 



Padahal barang tambang merupakan hak milik umum dan menurut syariat keuntungan dari pengelolaannya dikembalikan lagi kepada keumuman, yaitu masyarakat luas. Saat ini dengan kebebasan pengelolaan tambang, pastinya keuntungan pun akan mereka raup sendiri dan pastinya masyarakat tidak mendapatkan apa pun selain kerugian dari banyak hal termasuk kerusakan lahan hasil pertambangan dan limbahnya.



Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni mengatakan, ”Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individunya) selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan merugikan mereka.”



Dalam tulisannya tersebut Ibnu Qudamah ingin menyampaikan bahwa barang tambang adalah milik orang banyak walaupun diperoleh dari tanah milik khusus. Sehingga barangsiapa yang menemukan dalam jumlah banyak dan melimpah dari barang tambang, maka harus diberikan kepada negara untuk dikelola. 



Kepemilikan inilah yang selama ini menjadi masalah dan tidak menjadikan negara sebagai pengelola. Padahal dengan menggunakan aturan yang bersumber syariat, bukan hanya keuntungan yang didapat, kesejahteraan dan rahmat Allah pun akan turun ke bumi. Wallahualam.[]


 





 


Posting Komentar

0 Komentar