Apakah Habisnya Cadangan Tambang Menjadi Kompensasi dari Pendapatan Negara?

 



 

Ruruh Hapsari 

 

#Wacana Dilansir dari bisnis.com, bahwa perusahaan yang mendapatkan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diperbolehkan untuk mengeruk cadangan tambang hingga habis dan PT Freeport Indonesia merupakan salah satu perusahaan tambang yang mendapatkan ijin tersebut (04/06/2024).

 

Hal tersebut dibenarkan oleh Menteri ESDM masa Jokowi, Arifin Tasrif yang juga menekankan bahwa perusahaan dapat memperpanjang ijin tambangnya bila cadangan tambang tersebut keberadaannya masih ada. Pembenaran Arifin itu pastinya atas persetejuan Jokowi.

 

Ketentuan kontrak tambang tersebut terdapat dalam pasal 195 B ayat (2) dan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan PP Nomor 25 terdapat enam kriteria yang harus dipenuhi oleh pemegang IUPK agar mempunyai peluang tambangnya dapat diperpanjang seumur hidup. Antara lain adalah mempertimbangkan upaya peningkatan pada penerimaan negara.

 

Kemudian, tahun ini penambahan saham sebanyak dua belas persen milik Indonesia telah disepakati oleh pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Menurut Bahlil hal tersebut merupakan perintah langsung dari Prabowo (detik.com, 24/10/2025). Namun, mirisnya penambahan saham tersebut akan direalisasikan pada tahun 2041 saat kontrak tambang Freeport habis, sedang kesepakatannya harus dilakukan secepatnya. 

 

Bahlil menyatakan bahwa pemerintah mempunyai rencana masa perpanjangan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia hingga tahun 2061 atau cadangan tembaga dan emas di tambang tersebut habis.

 

Negara Memuluskan Pihak Swasta

 

Telah diketahui bahwa Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang sangat besar yang telah didengar oleh asing sejak sangat lama yang kekayaan alam ini menggiurkan bagi mereka untuk terus diangkut ke negara mereka. Termasuk tambang Grasberg, Mimika, Papua Tengah yang merupakan tambang emas terbesar di dunia juga tambang tembaga ketiga terbesar di dunia.

 

Dengan kekayaan fantastis itu semestinya sangat bisa untuk menyejahterakan rakyat, tapi apa dikata, ternyata pemerintah sejak zaman Orde Baru pada tahun 1967 pun telah memberikan ijin tambang Freeport untuk mengeruk tanah Papua tersebut.

 

Dalam dunia kapitalistik, individu maupun swasta diberikan peluang seluas-luasnya untuk mempunyai harta sebanyak yang mereka inginkan. Diperburuk lagi bila pihak swasta tersebut merupakan perusahaan besar yang dapat menopang sumber pemasukan negara, tentu negara tersebut bukan hanya menjaga tapi juga memuluskan rencana-rencana strategis yang dapat mengembangkan perusahaan itu. Amerika pun melakukan hal demikian sebagai negara pusatnya kapitalisme.

 

Pada tahun 1936, Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau gunung bijih. Kemudian, berlanjut pada 1967—Kontrak Karya pertama antara Freeport dan pemeritahan Soeharto dilakukan dibawah kebijakan Penanaman Modal Asing yang berlaku selama 30 tahun dengan area pertambangan seluas 10.000 Ha. Kemudian berlanjut kontrak karya berikutnya yang kemudian area penambangan dan pendukung meluas hingga ratusan ribu hektar.

 

Sayangnya, dengan kekayaan yang demikian besar tidak hanya rakyat Indonesia seluruhnya, rakyat Papua sendiri yang dekat dengan area tambang pun mengalami kerugian dari sisi ekonomi. Mereka tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari investasi besar tersebut.

 

Belum lagi dampak negatif pada lingkungan, dampak kesehatan yang selalu diabaikan dari pencemaran logam, ditambah kekerasan sosial yang kerap terjadi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat adat, yang pada akhirnya tindak kekerasan maupun ketidakadilan justru lebih dikedepankan.

Kesejahteraan Rakyat

 

Sehingga kekayaan alam negeri ini yang demikian besar diperuntukkan pada siapa? Ini merupakan pertanyaan besar dengan tegaknya sistem kapitalisme yang saat ini dijalankan pertanyaan ini tidak pernah terjawab.

 

Sangat berbeda dengan sistem pemerintahan berbasis syariat yang negara selalu bekerja untuk rakyat karena hal ini diperintahkan oleh syarak. Termasuk bagaimana mengelola sumber daya alam.

 

Dalam Islam, sumber daya alam merupakan hak milik umum yang individu maupun swasta tidak boleh memilikinya. Negara hanya berhak mengelolanya walaupun dalam pengelolaan tersebut dibolehkan untuk menyewa tenaga asing dari luar negeri Daulah dengan persyaratan yang ketat.

 

Kemudian, keuntungan dari pengelolaan hasil tambang tersebut dikembalikan lagi kepada sang pemilik, yaitu rakyat banyak. Asas pengelolaan sumber daya alam tersebut juga berlandaskan syariat, tidak rakus yang justru sangat berdampak pada lingkungan juga rakyat sekitar seperti saat ini. Pengembalian keuntungan yang diserahan lagi kepada rakyat bukan berarti diberikan berupa uang, melainkan dengan penyediaan hak hidup seperti sarana pendidikan yang tidak berbayar bahkan pengajarnya juga diberi gaji yang besar agar fokus dalam mengajar dan mendidik generasi yang akan datang.

 

Selain itu, dapat kembali dalam bentuk fasilitas kesehatan yang lengkap dan mudah didapat rakyat. Sarana transportasi yang mudah, murah, dan aman bagi muslimah. Penyediaan sarana transportasi ini sangat berguna bagi penyediaan distribusi barang yang merupakan kewajiban negara kepada seluruh rakyat.

 

Walhasil, perlu kiranya masyarakat dan penguasa hari ini menjadikan sistem yang berlandaskan syariat menjadi alternatif solusi untuk diterapkan, setelah di banyak negara mencari keadilan dari sistem demokrasi saat ini. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar