Framing Pesantren, Framing Menjatuhkan Islam

 



Penulis: Wardah Abeedah

#FOKUS WAG – Sebuah tayangan dalam program Exposed Trans 7 menampilkan kehidupan pesantren secara tidak utuh dengan narasi dan judul provokatif, “Santrinya minum susu aja kudu jongkok.” Sontak, hal ini pun menuai kritik publik.

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Khusus Jakarta menilai program tersebut menampilkan simbol-simbol agama dan lembaga pesantren secara tidak seharusnya. KPID Jakarta juga memandang hal itu melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 6, juga Standar Program Siaran Pasal 16 ayat 1 dan 2—yang mengatur penghormatan terhadap nilai dan norma agama, serta lembaga pendidikan.

Merespons kemarahan masyarakat, terutama maraknya demonstrasi dari kalangan pesantren dan pengecaman oleh para ulama dan tokoh agama, Ketua KPI Pusat Ubaidilah pun mengumumkan sanksi penghentian sementara terhadap program tersebut. (kpi[dot]go[dot]id, 14-10-2025).

Media, Alat Propaganda Kapitalisme

Kasus framing buruk terhadap ulama, pesantren, kelompok dakwah, maupun ajaran dan simbol Islam yang lain, bukan kali ini saja terjadi. Ini terjadi secara global, baik di Indonesia, negeri-negeri muslim, dan dunia seluruhnya. Sebuah dokumen berjudul Countering and Dismantling Islamophobia, A Comprehensive Guide for Individuals and Organizations (Melawan dan Membongkar Islamofobia, Panduan Lengkap untuk Individu dan Organisasi) yang diterbitkan Institute for Social Policy and Understanding, America Indivisible, Western States Center, dan Shoulder to Shoulder menyebut pelaku yang dianggap muslim menerima liputan media tujuh kali lebih banyak dibandingkan dengan pelaku nonmuslim untuk kejahatan serupa.

Hal ini jelas menunjukkan wajah asli media yang hidup dalam sistem hidup dalam peradaban kapitalisme hari ini. Dalam sistem sekuler kapitalisme, media bukan sekadar industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa media adalah pilar keempat demokrasi. Bahkan saking vitalnya, hingga ada yang mendudukkan media massa ibarat “angkatan kelima” setelah angkatan darat, laut, udara, dan kepolisian. Di sinilah, peran media sebagai senjata ghazwul fikr (perang pemikiran).

Sejatinya, media massa tidaklah netral. Mereka memiliki apa yang disebut sebagai agenda setting. Menurut teori penentuan agenda (agenda setting theory), media massa merupakan pusat penentuan kebenaran serta pembentuk persepsi, opini publik, dan kesadaran atas sebuah isu atau masalah.

Berdasarkan teori yang pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) dengan konsep “the world outside and the picture in our head”, Bernard Cohen (1963) menyebut, “The mass media may not be successful in telling us what to think, but they are stunningly successful in telling us what to think about.” (Media massa mungkin tidak berhasil dalam memberi tahu kita apa yang harus kita pikirkan, tetapi media sangat berhasil dalam memberi tahu kita tentang kita harus berpikir tentang apa). Melalui pemahaman atas teori ini, kita menjadi tahu bahwa media massa bukanlah sumber kebenaran.[i]

Media sendiri merupakan alat ideologi kapitalisme untuk menyebarkan idenya ke seluruh dunia, untuk menopang hegemoni dan imperialisme Barat di dunia. Industrialisasi media ada untuk melayani nilai-nilai sekuler liberal dan kepentingan kaum kapitalis. Media adalah senjata Barat dalam perang pemikiran dan ideologi.

Oleh sebab itu, kondisi ini pun menjadikan penyesatan dan framing negatif terhadap ajaran Islam dan simbol Islam apa pun kian meluas. Ini karena kapitalisme dan Islam adalah dua ideologi yang bertentangan secara diametral. Ideologi Islam menjadi musuh yang menghalangi penjajahan ekonomi, pemikiran, dan politik Barat di negeri-negeri muslim.

Ideologi Islam juga berpotensi muncul menjadi sebuah kekuatan yang diemban negara saat masa depan dan mengancam eksistensi kapitalisme—sebab terus diperjuangkan hari ini oleh kaum muslim. Alhasil, selama dunia dikuasai ideologi kapitalisme sekuler, framing dan stereotipe terhadap ulama, pesantren, Islam, akan terus terjadi sebagai bagian dari perang opini dan pemikiran antara ideologi Islam dan kapitalisme.

Tidak jauh berbeda dengan media Barat, keberadaan media lokal juga terkait eksistensi kekuasaan para penguasa yang notabene antek-antek Barat di Dunia Islam, terlebih media-media lokal terafiliasi dengan media Barat. Fakta menunjukkan, opini-opini yang mereka sebar luaskan senada dan seirama jika terkait dengan Islam, yakni menempatkan Islam dan kaum muslim sebagai sasaran tembak.

Media dalam Pandangan Islam

Media massa (wasa il al-i ‘lâm) bagi Negara (Khilafah) dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda ‘al-islâmi), baik dalam maupun luar negeri. (Sya’rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kukuh. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia.[ii]

Sebagai media/sarana untuk publikasi dan pengumuman, media haruslah terikat pada hukum syarak. Mempublikasikan ucapan yang hak, melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Dengan semua konsep ini, framing dan penyusutan terhadap Islam, ulama, dan simbol Islam apa pun tidak akan terjadi dalam media yang diatur oleh sistem Islam.

Informasi merupakan hal yang penting untuk dakwah Islam dan Negara. Oleh karena itu, Negara akan secara aktif mendukung media dalam memainkan perannya untuk membantu mengelola urusan warganya dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh umat manusia. Negara wajib menjadi junnah (perisai) untuk menjaga ideologi Islam dari distorsi dan menjadi bahan hinaan di media. Negara juga wajib memfilter berbagai informasi media yang akan merusak masyarakat.

Dalil akan sentralnya peran Negara dipandu langsung dari Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman,

وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ ٨٣

“Jika sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) jika mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ululamri di antara mereka, tentu orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ululamri). (QS An-Nisa’ [4]: 83).[iii]

Pesantren dan Potensi Dakwah Islam

Tidak kalah strategis dengan peran media, pesantren juga berpotensi besar bagi dakwah Islam. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang hingga hari ini fokus dalam mengkaji tsaqafah Islam. Tsaqafah Islam adalah kekayaan terbesar umat ini sebab ia mengajarkan petunjuk hidup dan konsep sistem kehidupan terbaik.

Di pesantren, melalui kitab-kitab turats diajarkan Islam kafah, Islam yang sempurna, mulai dar taharah (bersuci), salat, hingga pembahasan sistem peradilan (jinayah dan hudud), bahkan konsep negara (imamah/kekhalifahan). Diajarkan juga ilmu alat sebagai bekal memahami nas-nas syarak dan mengistinbat hukum. Misalnya, ilmu nahwu-sharaf, balagah, ulumul hadits, ushulut-tafsir, hingga usul fikih.

Dengan semua ilmu itu, pesantren akan menjadi pabriknya para ulama yang akan mampu menghukumi berbagai fakta dan kejadian hari ini dengan Islam. Juga mampu menyolusi berbagai problem kehidupan dengan Islam, dan menyebarkan Islam. Hingga menjadi rujukan umat untuk senantiasa hidup di atas syariat Islam, kehidupan bermasyarakat dan bernegara di atas ketaatan.

Tidak dimungkiri jika masyarakat Indonesia masih menjadikan ulama sebagai rujukan terkuat. Menurut data riset Indonesian Institute of Public Opinion (IIPO, 2024), 83% masyarakat Indonesia masih menaruh kepercayaan tertinggi pada kiai dan tokoh agama dibandingkan tokoh politik (41%) atau media arus utama (38%).

Tentunya, keberadaan ulama dan pesantren menjadi tantangan bagi hegemoni ideologi kapitalisme dan eksistensinya di negeri-negeri muslim. Inilah salah satu sebab adanya upaya menjauhkan umat Islam dari pesantren dan ulama.

Wajib Dijaga

Media maupun pesantren, keduanya berperan besar bagi kebangkitan ideologi Islam. Pesantren adalah lembaga yang menyebarkan tsaqafah Islam dan mencetak orang-orang yang akan mendakwahkannya. Sementara itu, media adalah alat yang akan menyebarkan ide secara masif dan memengaruhi kesadaran dan opini publik.

Dua kekuatan ini wajib dijaga oleh kaum muslim dan dijadikan sebagai senjata untuk meraih kebangkitan dan memenangkan Islam dalam perang ideologi saat ini. Hingga kaum muslim terlepas dari imperialisme Barat dan terwujudlah Khilafah Rasyidah yang akan membangkitkan manusia di dunia. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar