Khilafah Menjamin Keselamatan Infrastruktur Jalan Raya

 


Alin F.M. 


#Jaktim — Kasus Kalimalang, cerminan kegagalan pengawasan. Dilansir dari kumparan.com, 13 November 2025, mengenai waspada jalan beda tinggi di Kalimalang diduga jadi biang kerok kecelakaan.


Sebuah ruas Jalan Inspeksi Saluran Kalimalang di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, memiliki kondisi yang membahayakan. Antara satu lajur dengan lajur lainnya tidak rata alias beda tinggi. Diduga, jalan ini menjadi biang kerok sejumlah kecelakaan di jalan itu. Banyak pengendara motor yang tak sadar jalanan itu tidak rata, hingga akhirnya tak seimbang dan jatuh.


Kasus fatal "jalan beda tinggi" di Kalimalang menjadi cerminan nyata dari kelemahan kinerja pemerintah dalam aspek pengawasan dan pemeliharaan infrastruktur publik yang vital. Jika laporan warga mengenai kecelakaan setiap hari adalah benar, hal ini mengindikasikan adanya kelalaian yang serius dan berkepanjangan dari otoritas terkait baik di tingkat perencanaan, pembangunan awal, maupun pemeliharaan rutin.


Tugas dasar pemerintah adalah menyediakan fasilitas publik yang layak dan aman bagi warganya. Namun, fakta bahwa kondisi jalan yang membahayakan jiwa ini dapat berlangsung lama tanpa tindakan perbaikan permanen menunjukkan adanya inefisiensi birokrasi dan kurangnya akuntabilitas dalam merespon laporan atau temuan bahaya di lapangan. 


Kegagalan untuk segera memperbaiki perbedaan ketinggian yang terbukti mematikan ini menyebabkan korban jiwa. Hal ini tidak hanya merusak kepercayaan publik tetapi juga menunjukkan prioritas yang keliru dalam manajemen risiko jalan raya. Pemerintah tidak hanya dituntut untuk membangun banyaknya infrastruktur secara kuantitas, tetapi juga menjamin kualitas dan keamanan dari setiap pembangunan jalan raya. Perbaikan yang sifatnya hanya tambal sulam atau penundaan perbaikan fatal ini merupakan indikasi bahwa mekanisme pengawasan dan audit keselamatan jalan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 


Kasus Kalimalang menuntut respon cepat dan tegas sebagai bukti bahwa keselamatan warga adalah prioritas tertinggi, birokrasi harus bergerak lebih responsif dan bertanggung jawab penuh atas setiap jiwa yang hilang akibat kelalaian infrastruktur.


Kontradiksi Kebijakan vs. Implementasi: Data Anggaran 2025

Meskipun kasus Kalimalang menunjukkan kelalaian pemeliharaan, data dari Kementerian PU justru menunjukkan komitmen anggaran yang tinggi untuk infrastruktur jalan. Menurut laman resmi Kementerian PU, 10 Juli 2025, dalam artikel "Prioritaskan Infrastruktur Dasar Rakyat, Kementerian PU Terus Pacu Realisasi Fisik Anggaran 2025" disebutkan: pagu Anggaran 2025 Kementerian PU mencapai Rp73,76 triliun, dengan alokasi terbesar diberikan kepada Direktorat Jenderal Bina Marga sebesar 36,83% atau Rp28,77 triliun.


Fokus utama anggaran Bina Marga adalah peningkatan konektivitas dan preservasi jalan nasional dengan target penanganan sepanjang 575 km. Kebijakan anggaran ini menekankan bahwa sekitar 88% diarahkan untuk belanja modal demi menjamin infrastruktur fisik dan dampak ganda ekonomi.


Data ini menunjukkan bahwa secara kebijakan dan alokasi anggaran, pemerintah mengklaim telah memprioritaskan preservasi (pemeliharaan) jalan. Namun, keberadaan kasus fatal "jalan beda tinggi" di Kalimalang pada bulan November 2025 hanya beberapa bulan setelah rilis data tersebut. Hal ini menggarisbawahi adanya kontradiksi antara besarnya komitmen anggaran dan target kuantitas dengan kualitas serta akuntabilitas implementasi di lapangan, terutama dalam aspek keselamatan publik.


Akuntabilitas Mutlak dan Jaminan Keselamatan Jiwa (Hifzh an-Nafs)

Sistem Khilafah akan mengatur keselamatan infrastruktur jalan raya dengan berlandaskan akidah Islam, terutama pada kewajiban memastikan keselamatan jiwa (Hifzh an-Nafs) sebagai salah satu tujuan utama syariat. Negara memandang penyediaan dan pemeliharaan jalan raya yang aman sebagai kewajiban utama terhadap rakyat, sebab jalan dikategorikan sebagai harta milik umum (Milk al-'Amm) yang harus dikelola demi kemaslahatan seluruh umat, bukan sekadar proyek bisnis.


Untuk menjamin kualitas, Khilafah akan menerapkan standar teknik dan material yang sangat ketat (Itqan) dalam semua proyek pembangunan dan perbaikan, memastikan tidak ada cacat konstruksi seperti kasus "jalan beda tinggi." Pengawasan dilakukan melalui badan audit independen yang bekerja berdasarkan prinsip al-Hisbah (pengawasan publik) untuk mencegah korupsi dan penyimpangan spesifikasi. 


Selain itu, alokasi anggaran dan tim khusus akan dikerahkan untuk melakukan pemeliharaan preventif secara rutin agar kerusakan minor tidak membahayakan, didukung oleh mekanisme pengaduan publik yang responsif sehingga setiap laporan kerusakan ditindaklanjuti secara cepat sebagai kedaruratan publik. Rasulullah saw. bersabda, "Iman itu ada tujuh puluh lebih cabangnya, yang paling utama adalah ucapan 'Laa ilaaha illallah', dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan (manusia), dan rasa malu itu adalah bagian dari iman." (Hadis Riwayat Muslim)


Jika kelalaian pejabat, kontraktor, atau insinyur terbukti menyebabkan kerugian harta atau jiwa akibat infrastruktur yang buruk, mereka akan dituntut secara hukum dan diwajibkan membayar ganti rugi (Diyyah) kepada korban, menunjukkan akuntabilitas penuh. Aspek keselamatan juga diperkuat dengan penerapan regulasi lalu lintas yang tegas dan adil, serta edukasi publik yang memandang etika berkendara sebagai bagian dari kewajiban akhlak seorang muslim.


Dalam kasus jalan fatal di Kalimalang, sistem Khilafah akan menerapkan prinsip akuntabilitas mutlak dan ganti rugi (Diyyah). Investigasi akan segera dilakukan oleh Qadhi al-Madzalim untuk menetapkan siapa yang lalai, baik itu kontraktor pelaksana maupun pejabat dinas yang gagal melakukan pengawasan atau pemeliharaan. Pihak yang terbukti bersalah karena tafrith (kelalaian serius) akan diwajibkan membayar diyyah kepada keluarga korban sebagai kompensasi. Selain itu, mereka akan dikenakan sanksi ta'zir (hukuman disiplin/pidana) seperti pemecatan atau denda berat untuk menegakkan prinsip Hifzh an-Nafs dan memastikan tidak ada amanah keselamatan publik yang disepelekan.


Pada masa puncak kejayaan Islam, keselamatan infrastruktur jalan raya tidak hanya dijamin oleh pembangunan fisik, tetapi juga oleh administrasi informasi yang canggih, seperti melalui Buku Rute dan Kerajaan (Kitab al-Masalik wa al-Mamalik). Buku ini mencatat secara detail jarak, kondisi medan, lokasi sumur air, dan tempat peristirahatan aman, memungkinkan musafir merencanakan rute yang paling aman dan menghindari bahaya fisik, yang merupakan manifestasi dari menjaga Hifzh an-Nafs.


Kita merasakan kerinduan yang mendalam bukan pada bangunan fisik masa lalu, melainkan pada totalitas penerapan Islam yang mampu menjadi solusi sempurna bagi manusia. Khilafah memastikan bahwa setiap aspek kehidupan diurus dengan kesadaran akidah Islam, mulai dari tata kelola negara hingga keselamatan setiap musafir di jalanan, dijamin berdasarkan prinsip kemaslahatan umat secara menyeluruh.[]


Posting Komentar

0 Komentar