Mekanisme Islam dalam Menyejahterakan Rakyat

 



 

Titin Kartini

 

#Bogor — Kabar 'menggembirakan' datang dari Kota Bogor terkait angka kemiskinan yang menurun. Seperti dilansir dari megapolitan.com, 31 Oktober 2025, Kota Bogor mencapai penurunan positif tingkat kemiskinan dari 6,53 persen menjadi 5,89 persen pada tahun 2025 atau setara dengan sekitar 60 ribu penduduk. Wakil Wali Kota Bogor Jenal Muttaqin mengatakan bahwa capaian ini tidak lepas dari kerja sama dan kolaborasi lintas sektor di lingkungan Pemerintah Kota Bogor, termasuk sinkronisasi data dengan kebijakan pemerintah pusat.

 

Adapun beberapa program konkret yang telah dijalankan untuk mendukung penurunan kemiskinan di Kota Bogor antara lain:

1.      Sektor Pendidikan: Bantuan Siswa Miskin, Program Tebus Ijazah, dan Beasiswa Mahasiswa Gratis.

2.      Sektor Kesehatan: Program BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran).

3.      Sektor Sosial dan Pemberdayaan: Program Guru Ngaji, Bedah Rumah untuk warga tidak mampu, dan Program Padat Karya yang membuka lapangan kerja sementara.

 

Akan tetapi program-program tersebut nyatanya belum menyentuh akar permasalahan kemiskinan, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa solusi tersebut hanyalah tambal sulam atas permasalahan kemiskinan. Tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan hingga tuntas.

 

Dan tahukah Anda, bahwa pemerintah menetapkan standar kemiskinan yang sangat tidak layak. Standar kemiskinan nasional di Indonesia pada Maret 2025 adalah Rp609.160 per kapita per bulan atau sekitar Rp20.305 per hari. Semetara itu menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin saat ini ada 23,85 juta orang atau 8,47% dari total penduduk. Jika dibandingkan dengan harga-harga kebutuhan pokok saat ini, maka standar Rp20.305 per hari per kapita tersebut sangat tidak layak, bisa dikatakan keji. Nyatanya, Rp20.305 per hari per kapita bukan hanya untuk konsumsi saja, tapi untuk segala kebutuhan sandang, pangan, papan, termasuk kebutuhan transportasi, listrik, air, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain. Yang notabenenya manusia membutuhkan itu semua, sementara negara tidak memberikan jaminan kepada rakyatnya. Beginilah hidup dalam sistem kapitalisme, antara data dan realita sungguh sangat tidak relevan.

 

Berbeda halnya dalam sistem Islam, standar kemiskinan bukan ditetapkan dengan sejumlah nominal uang, tetapi kondisi riil ketika tidak terpenuhinya kebutuhan dasar individu per individu secara menyeluruh (sandang, pangan, papan), dan akses terhadap kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang merupakan kebutuhan dasar yang bersifat kolektif.

 

Sistem Islam yang dikenal dengan Khilafah memastikan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara. Jaminan ini telah ditetapkan oleh Islam sebagai kebijakan ekonomi (economic policy) Khilafah. Negara mewajibkan setiap laki-laki yang sudah balig, berakal, dan mampu untuk bekerja sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan dasarnya juga orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dalam hal ini, tentu saja negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya.

 

Bagi warga yang mau bertani, maka negara memberikan sebidang tanah pertanian jika ia tidak mempunyai tanah, berikut modal untuk memulai bercocok tanam. Jika sudah memiliki lahan pertanian maka negara akan memberikan modal pertanian. Bagi yang mampu membuka usaha negara juga akan memberikan modal, atau bisa juga dengan mengadakan pelatihan dan pembinaan, sehingga ia bisa mengelola modalnya dengan benar. Negara juga memberikan fasilitas pelatihan keterampilan dan skill yang dibutuhkan, baik di dunia industri, bisnis, jasa, maupun perdagangan.

 

Sistem Islam (Khilafah) mempunyai kebijakan khusus terhadap nasib anak-anak terlantar, orang cacat, orang tua renta, dan kaum perempuan yang tidak mempunyai keluarga yang mampu memenuhi kebutuhannya. Terhadap mereka, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan dengan mereka untuk membantu. Bantuan bisa berupa skema sedekah, zakat, dan infak. Namun, jika ini semua tak ada atau belum mencukupi, maka negara akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan yang diambil dari baitulmal, sehingga mereka bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya.

 

Negara juga akan memberikan sanksi yang tegas bagi laki-laki balig, berakal, dan mampu bekerja tetapi tidak bekerja atau bekerja dengan bermalas-malasan. Dalam hal ini negara akan memberikan sanksi berupa ta’zir. Hal ini pun berlaku pada setiap individu yang berkewajiban menanggung keluarganya, tetapi tidak melakukan tanggung jawab tersebut dengan baik dan benar, maka jatuhlah sanksi dari negara untuk mereka. Sanksi juga berlaku bagi orang-orang kaya yang berkewajiban membantu tetangganya, tetapi abai akan kewajiban tersebut, maka negara akan memberikan peringatan kepada mereka. Termasuk ketika negaranya sendiri lalai dalam mengurus kebutuhan rakyatnya, maka para pemangku negara tersebut harus diingatkan.

 

Langkah-langkah di atas tentunya belum cukup untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Maka Islam menetapkan sistem dan kebijakan ekonomi yang bisa memastikan terwujudnya hal tersebut. Sistem ekonomi Islam tercermin dalam tiga aspek yaitu:

1.      Kepemilikan, yaitu kepemilikan individu/pribadi, umum, dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariat.

2.      Pemanfaatan/pengelolaan kepemilikan (tasharruf), baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan. Dalam hal ini harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut. Karena hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari jenis kepemilikan yang ditetapkan sesuai syariat.

3.      Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari permasalahan ekonomi. Artinya jika distribusi kekayaan tersebut mandeg, pasti akan menimbulkan masalah ekonomi. Sebaliknya, ketika distribusi kekayaan ini lancar, hingga sampai ke tangan individu per individu, maka dengan sendirinya masalah ekonomi ini pun teratasi. Karena itu Islam melarang dengan tegas menimbun harta, emas, perak, dan mata uang. Hal tersebut dilakukan agar harta berputar di tengah-tengah masyarakat dan akhirnya bisa menggerakkan roda perekonomian.

 

Tiga aspek di atas juga ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal, untuk memastikan dua hal yaitu produksi dan disribusi berjalan dengan baik dan benar. Di  antaranya, negara memastikan agar produksi domestik tinggi dan bisa memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya, maka kebijakan sumber perekonomian benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Adapun sumber tersebut meliputi: pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Negara juga memastikan terdistribusinya barang dan jasa dengan baik dan benar ke tengah-tengah masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan, sehingga setiap warga negara bisa dipastikan telah terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya.

 

Selain memastikan terpenuhi semua kebutuhan dasar rakyatnya, negara Khilafah juga memberikan kemudahan akses bagi warga negara untuk bisa memenuhi kebutuhan kamaliyah (sekunder dan tersier). Negara tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama bagi pemasukan kas negara, oleh karena itu harga-harga barang dan jasa lebih terjangkau oleh masyarakat luas. 

 

Demikianlah gambaran mekanisme Islam dalam menyejahterakan rakyatnya. Negara tidak akan pernah memalak rakyatnya dengan segala bentuk pajak yang nyata-nyata memberatkan rakyat. Justru negara memfasilitasi dan memberikan kemudahan bagi rakyatnya untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan kamaliyah. Negara pun bertanggung jawab penuh atas segala bentuk intimidasi ataupun tekanan ekonomi dan politik dari pihak luar (negara asing) karena sejatinya negara Khilafah akan mampu menjadi negara kuat, independen, dan membawa rahmat bagi seluruh negeri. Wallahu a’lam.  

Posting Komentar

0 Komentar