Menyoal Sulitnya Mewujudkan Ketahanan Pangan dalam Sistem Kapitalistik





Siti Rima Sarinah



#Bogor — Indonesia dikenal sebagai negeri yang sangat subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Dengan potensi besar inilah, seharusnya Indonesia mampu mewujudkan ketahanan pangan secara mandiri. Kita bisa melihat hamparan sawah dan tanah yang terbentang luas, dapat dikelola untuk kebutuhan swasembada pangan. Sehingga negeri ini tidak membutuhkan impor pangan atau bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Pasalnya, hasil pertanian yang dihasilkan dari tanah Indonesia kualitasnya tidak kalah bagus dengan hasil pertanian dari negara lain. 



Baru-baru ini, Walikota Bogor Dedie A. Rachim hadir sebagai narasumber pada acara Global Forum Urban Food Policy Pact (UFPP) 2025 yang diadakan di Universitas Milan Italia. Pertemuan tersebut menghadirkan para pemimpin kota dari berbagai negara untuk membicarakan terkait isu strategis ketahanan pangan, sistem pangan berkelanjutan, dan program makanan bergizi di sekolah (School Meal Program/MBG).



Kota Bogor didaulat oleh Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia sebagai salah satu kota proyek percontohan di Indonesia dengan memberi fasilitas penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pangan dan Gizi 2025-2029. Dalam forum tersebut Dedie berkomitmen akan membuat langkah-langkah nyata di Kota Bogor dalam rangka untuk membangun dan mewujudkan sistem pangan perkotaan berkelanjutan di Kota Hujan. (jabarprov.go.id, 16/10/2025)  



Secara fakta, persoalan ketahanan pangan masih menajdi PR besar bagi pemerintah. Sebagai contoh, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi generasi bangsa, justru berujung dengan jatuhnya korban ratusan murid TK hingga SMA di Kota Bogor, dan pemerintah telah menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Kasus keracunan MBG ini telah terjadi sejak bulan Januari 2025 dan sudah mencapai 12 ribu kasus, dan Jawa Barat menjadi daerah terbanyak yang mengalami kasus keracunan tersebut. (radarbogor, 13/10/2025)



Bukan hanya mengalami keracunan, melainkan juga makanan yang diberikan kepada siswa sudah tidak layak untuk dikonsumsi alias basi. Makanan yang disajikan pun tidak memenuhi standar gizi seperti yang digaungkan di awal launching saat program ini disosialisasikan kepada masyarakat. Wajarlah apabila masyarakat meminta pemerintah menghentikan program MBG untuk mengantisipasi jatuhnya korban makin banyak.



Hal ini menunjukkan bahwa persoalan ketahanan pangan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah, karena pada dasarnya ini merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Bukanlah hal yang sulit untuk mewujudkan ketahanan pangan di negeri ini. Pemerintah bisa melakukan swasembada pangan dengan memberikan berbagai macam penyuluhan kepada para petani dan menyediakan lahan, bibit, dan pupuk dengan kualitas terbaik, sehingga menghasilkan kualitas pangan bagus. Berbagai macam kebutuhan pangan bisa diupayakan secara mandiri, karena Indonesia memiliki potensi tanah yang subur dan banyaknya sumber mata air. Sehingga kita tidak perlu melakukan impor, apalagi jika sampai ketergantungan kepada negara lain untuk memenuhi kecukupan pangan di dalam negeri. 



Namun, sayangnya yang terjadi tidaklah demikian. Hamparan sawah dan tanah yang luas justru dialihfungsikan untuk membangun berbagai macam infrastruktur, perumahan, hotel, tempat wisata,  dan lain sebagainya. Para petani banyak kehilangan lahan yang menjadi mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara, petani yang masih memiliki lahan berupaya sekuat tenaga untuk mengelola sawah dan berharap panen yang akan mereka hasilkan bisa menopang perekonomian keluarga. 



Ironisnya, tatkala musim panen tiba, serbuan produk impor masuk dengan harga yang lebih murah membuat petani mengalami kerugian besar. Apabila pemerintah serius untuk mewujudkan ketahanan pangan di negeri ini, mengapa keran impor dibuka selebar-lebarnya? Hal ini sangat berdampak pada perekonomian masyarakat, sehingga banyaknya kasus stunting dan kemiskinan adalah merupakan dosa besar  pemerintah yang abai terhadap tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat. Apalagi secara terang-terangan pemerintah berpihak kepada korporasi dengan menjual lahan pertanian demi keuntungan bisnis. dan mematikan mata pencaharian petani dengan membuka keran impor.



Dalam kondisi seperti ini bagaimana mungkin bisa membangun dan mewujudkan ketahanan pangan agar dapat mencetak generasi yang berkualitas? Sangat mustahil hal tersebut terjadi, sebab sistem kapitalisme menihilkan peran pemerintah dan mengambil alih perannya untuk diberikan kepada swasta/korporasi. Hasilnya kemiskinan makin meningkat, angka stunting melambung, pengangguran terjadi di mana-mana, dan berbagai persoalan ekonomi lainnya. Inilah ilusi ketahanan pangan yang terus diopinikan oleh sistem pembuat masalah. Nyatanya, berbagai program yang dibuat hasilnya tetap nihil, karena akar persoalan berasal dari penerapan sistem kapitalisme yang masih berjaya hingga saat ini.



Membangun dan mewujudkan ketahanan pangan hanya bisa terealisasi dalam sistem yang peduli dan peka terhadap berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh rakyat dan generasi. Adalah sistem Khilafah, sebagai negara yang memiliki seperangkat aturan dari zat yang Maha Sempurna untuk mengatur dan mengatasi semua persoalan kehidupan, termasuk masalah ketahanan pangan. Negara telah menetapkan tanah yang subur sebagai lahan pertanian dan perkebunan yang akan menopang swasembada pangan yang dibutuhkan oleh rakyat. Sehingga negara berupaya menciptakan kebutuhan pangan dengan mengelola lahan pertanian dan perkebunan dengan melibatkan para ahli untuk memberikan penyuluhan kepada para petani sehingga mereka mampu mengelola lahannya dengan baik. Selain itu, negara juga akan menggunakan teknologi yang canggih untuk memilih bibit dan pupuk yang baik sehingga menghasilkan kualitas tanaman yang terbaik.



Negara tidak memperbolehkan alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan, dan tidak akan terjadi penggusuran lahan rakyat yang diambil oleh negara dengan dalih apa pun. Sebab, negara akan melindungi kepemilikian individu sebagai hak individu rakyat. Negara hanya mengelola kepemilikan umum yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya secara gratis.  



Dengan mekanisme pengaturan sesuai syariat ini, maka bisa dipastikan persoalan ketahanan pangan bisa teratasi. Negara menjamin ketahanan pangan bagi setiap individu rakyat secara adil dan merata, tidak ada lagi kasus stunting dan kemiskinan yang mendera rakyat. Karena negara Khilafah menjadi garda terdepan hadir di tengah rakyat untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Wallahu a’lam.




Posting Komentar

0 Komentar