Pendidikan Vokasi di Madrasah, Kunci Memutus Rantai Kemiskinan?

 



Ummu Hafshah



#Wacana — Dalam rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, pada 5 November 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya sektor pendidikan sebagai kunci dalam memutus rantai kemiskinan. Beliau memberi arahan agar strategi pengentasan kemiskinan difokuskan pada dua langkah besar: penguatan pendidikan vokasional dan pembangunan sekolah terintegrasi di tingkat kecamatan. (setkab.go.id)



Merespon hal itu, Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi'i menyatakan akan menambah satu direktorat khusus bidang vokasi untuk memperkuat aspek kejuruan dan memastikan lulusan madrasah siap kerja. "Pendidikan vokasional madrasah akan menjadi motor baru yang melahirkan generasi emas 2045, generasi yang terampil, religius dan siap berkontribusi bagi Indonesia Maju," ujarnya. (voiceindonesia.co, 08/11/2025)



Apakah benar pendidikan vokasi akan mampu meluluskan siswa yang siap kerja? Kenyataannya tidak, karena masih banyak lulusan SMK yang menganggur dan tidak terserap dengan baik di dunia kerja atau industri. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada saat Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, 5 Mei 2025, bahwa, “Lulusan SMK memiliki proporsi pengangguran terbesar dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya.” (tempo.co)



Sejarah Pendidikan Vokasi


Sejarah pendidikan vokasi di Indonesia sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) telah didirikan sekolah vokasi pertama tahun 1737, yaitu akademi pelayaran. Berikutnya, didirikan sekolah pertukangan Ambachts School Van Soerabaya. Tujuan pendidikan vokasi saat itu untuk kepentingan penjajah Belanda.



Pada saat itu, pendidikan pesantren atau madrasah mendominasi nusantara, Belanda kemudian membagi dua sistem pendidikan, yaitu sekolah umum sekuler yang tidak mengajarkan ilmu agama dan pondok pesantren atau madrasah yang hanya mengajarkan ilmu agama.



Pengaruh pemikiran sekuler ini, berdampak pada para pendidik dan tokoh intelektual muslim. Mereka terus melakukan penyesuaian pendidikan Islam yang dianggap masih tradisonal agar sesuai dengan perkembangan zaman. Pascareformasi, penguatan pendidikan vokasi dengan kurikulum yang berorientasi industri atau "siap kerja" makin digencarkan di sekolah-sekolah umum termasuk juga menyasar madrasah yang dianggap kurikulumnya dan muatan mata pelajarannya perlu di modernisasi dan divokasi.



Kenapa menyasar madrasah dan mengarahkan lulusannya siap kerja di industri? Apalagi kebanyakan industri itu dimiliki para pengusaha kapitalis oligarki, baik asing dan aseng. Belum lagi bidang usaha industri tersebut, apakah halal atau haram? Jika demikian, kita makin khawatir kekhasan madrasah akan hilang dan berganti seperti sekolah umum dan tidak ada bedanya lagi antara sekolah umum dan madrasah.



Ini makin memperjelas bahwa negeri ini berada di bawah asuhan sekuler kapitalisme global. Para pemangku kebijakan juga seperti tidak peduli bahwa kurikulum madrasah memang berbeda dengan sekolah umum karena lebih memfokuskan pada pendalaman dan pembinaan nilai-nilai keislaman agar siswa memiliki kepribadian Islam yang kokoh dan siap bekerja untuk kebermanfaatan dunia dan akhirat. Dengan tujuan hidupnya semata untuk mencari keridaan Allah, bukan untuk mengejar materi. Selama ini pun kurikulum madrasah sudah menggabungkan antara pengetahuan umum dan agama, serta mengajarkan keterampilan.



Jadi, untuk memutus mata rantai kemiskinan tidak bisa diharapkan melalui pendidikan vokasi karena mata rantai yang paling penting lagi adalah peran negara dalam mengambil sistem politik dan ekonomi yang mampu mensejahterakan rakyatnya.



Dalam Islam, kepala negara (khalifah) berfungsi sebagai "ra'in" (penanggung jawab) seluruh urusan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya." (Hadis Riwayat Bukhari–Muslim)



Khalifah akan bertanggung jawab memenuhi pendidikan rakyatnya yang merupakan kebutuhan asasi—secara gratis—bagi seluruh rakyatnya dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Semua itu dapat diwujudkan melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Negara dalam Islam (Khilafah) akan memanfaatkan sumber pemasukan kas negara (baitulmal) dari sumber daya alam (SDA), fay'i, kharaj, jizyah, dll. Sejatinya karena SDA (emas, minyak bumi, gas, batu bara dan hutan, dll.) dalam Islam masuk dalam kategori harta milik umum yang tidak boleh dikelola individu atau swasta.



Khilafah akan mendistribusikannya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyatnya termasuk menggratiskan pendidikan, kesehatan, membuka lapangan pekerjaan serta membangun industri yang mandiri dan berdaulat sesuai syariat.



Berbeda dengan penerapan sistem ekonomi kapitalis, SDA ini dikuasai individu atau swasta, sehingga mudah dikuasai para pemodal kapitalis baik asing maupun aseng. Akibatnya mereka mendikte para penguasa oligarki agar bisa mengeluarkan kebijakan yang tidak pernah menguntungkan rakyat. Padahal, potensi SDA di Indonesia sangat melimpah. Menurut Bapak Mahfud MD, mantan Wakil Presiden mengatakan, bahwa jika tidak ada korupsi dari hasil barang tambang, maka Rp20 juta sebulan per orang bisa diberikan secara gratis. Ini belum dari hasil SDA lainnya.



Apalagi jika pengelolaan SDA berdasarkan Islam, maka hasil pengelolaannya dan industri yang diciptakannya akan tetap berada pada koridor syariat Islam. Khilafah tidak akan mendatangkan bentuk investasi yang haram dan tidak akan membatasi upah minimum yang tidak pernah cukup. Kalaupun ada efisiensi karena tergantikan teknologi mesin atau terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja), setiap warga tetap terjamin kebutuhan pokoknya. Khilafah akan bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja. Syariat Islam memiliki mekanisme supaya harta tidak beredar hanya pada orang kaya saja.



Pendidikan vokasi sekilas tampak bagus. Namun, jika dicermati dengan seksama, tampak jelas ada upaya untuk memadamkan potensi generasi muslim agar tidak bangkit dan menjadikan syariat Islam yang lengkap dan sempurna ini mengatur kehidupan termasuk dalam pendidikan dan ekonomi. Karena ini adalah ancaman bagi keberlangsungan para oligarki kapitalis liberalis baik asing maupun aseng dalam menguasai SDA. Ini adalah bagian dari bentuk penjajahan nonfisik, salah satu cara yang ditempuh Barat untuk menguasai SDA yang berlimpah di negeri-negeri muslim. Barat paham bahwa kelemahan umat Islam mudah tergoda dengan pencapaian materi dan kekuasaan.



Maka, benarlah sabda Rasulullah saw. riwayat dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda Rasulullah saw., "Nyaris sudah pada umat-umat (selain Islam) berkumpul menghadapi kalian seperti orang-orang yang sedang makan menghadapi bejana." Lalu seseorang bertanya, "Apakah kami pada saat itu jumlahnya sedikit?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan jumlah kalian saat itu banyak, tetapi kalian itu bagaikan buih dilautan. Dan Allah akan menghilangkan dari musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan ke dalam hati-hati kalian "wahn"." Lalu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah apa itu wahn?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati." Wallahualam.[]



Posting Komentar

0 Komentar