Seremonial Hari Santri: Kembalinya Peran Penjaga Kalam Ilahi

 

 



 

Nurjanah

 

 

#Wacana — Berbagai seremonial Hari Santri mewarnai sosial media akhir-akhir ini. Gempita dalam bentuk upacara hingga festival terlaksana di berbagai daerah nusantara. Tak terkecuali Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang memberikan tema Hari Santri tahun ini "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia". Tema ini tentu seharusnya memiliki makna yang sangat dalam, bagaimana santri diharapkan menjadi pelopor peradaban dunia. Prabowo Subianto juga menyinggung perihal Resolusi jihad sebagai perwujudannya.

 

 

Di tengah riuhnya perayaan hari santri, keriuhannya tak sebanding dengan makna dan arti. Festival dan perayaan euforia, tak luput dengan realita. Nyatanya, pendidikan para santri masih terkungkung dalam kurikulum teori saja. Perannya kian redup termakan fatamorgana. Santri yang diharapkan hadir menjadi pelopor peradaban, keberadaannya justru tak tampak di masyarakat dalam keseharian.

 

 

Banyak hal yang terjadi di negeri pertiwi, terlebih perihal ombang-ambing tata agama yang kian meresahkan hati. Gebrakan pernyataan publik yang tak sesuai dengan kalam ilahi, bahkan mengundang kontroversi, hingga tali persahabatan yang dijalani dengan kafir harbi. Namun, gema santri masih kurang terdengar. Kritik dan perubahan tak kunjung muncul dipermukaan. Banyaknya pondok pesantren yang tersebar di nusantara, tak ada yang berani memberikan pernyataan resmi. Bentuk menyuarakan kalam ilahi, berani bersuara menolak pernyataan yang batil.

 

 

Arah Pendidikan Santri

 

Visi misi santri terlihat dari output yang dihasilkan pascapendidikan. Realita yang ada, terlalu banyak ilmu yang hanya menjadi hafalan tanpa pengamalan. Terlalu banyak santri yang hanya mementingkan kualitas diri sendiri tanpa ingin mengadakan perubahan. Ilmu yang diterima hanya sebagai pencapaian dan kebanggaan. Namun, masyarakat masih kekurangan makna dari ilmu yang mereka dapatkan.

 

 

Visi santri kian jauh dari makna pelopor sejati. Kini santri terpenjara oleh moderasi. Moderasi sebagai jalan tengah tentu tak diajarkan dalam Al-Quran. Sebab yang benar tetap benar, yang batil tetap batil. Tak ada jalan tengah antara keduanya. Toleransi yang digaungkan pun menjurus pengakuan semua agama benar, padahal dalam tolerasi ada batasan yang tak bisa dilanggar. Kini santri menjadi agen penengah, seolah beberapa hal bisa ditolerasi dalam negosiasi. Padahal, hukum Islam tak ada jalan negosiasi.

 

 

Dengan adanya negosiasi hukum Islam dan toleransi tanpa batas, tentu santri sulit menemukan arti jihad sesungguhnya. Jihad yang diajarkan dalam Islam, tak ada negosiasi dalam ketaatan dan kezaliman. Namun di sistem saat ini, ketaatan dan kezaliman bersatu padu dan menjadi jalan tengah moderasi. Santri kehilangan pengajaran jihad sesungguhnya seperti melawan penjajahan dengan gaya baru. Sebab, penjajah saat ini disambut hangat dalam pelukan tolerasi, hingga hukum Islam ditawar dan bisa dinegosiasi.

 

 

Santri Pelopor Perubahan

 

Sungguh, pelopor itu datang dari para pemuda yang belajar Islam dan menerapkannya. Santri adalah agen perubahan tersebut. Perannya dalam menjaga umat sangat dibutuhkan sebab kobaran iman mereka dapat tularkan. Mereka juga penjaga nash-nash ilahi dalam kehidupan. Adanya penjaga nash ilahi di tangan pemuda penuh semangat iman, tentu perubahan dan kegemilangan akan dalam membawa kemenangan. Namun hal tersebut mustahil diraih, jika eksistensi santri masih dalam arti semu seperti hari ini.

 

 

Negara seharusnya bertanggung jawab atas visi misi dan peran santri yang mulia. Penjagaannya melalui diberikannya pendidikan terbaik yang dirancang sesuai dengan Islam secara keseluruhan. Pemberian sarana dan prasarana terbaik agar santri dapat mengembangkan ilmu agama dan dunia dengan seimbang.

 

Sama halnya saat ini permasalahan umat amat luas, maka ilmu yang harus dipelajari pun harus lebih luas. Oleh karena itu, negara harusnya membuka pintu ijtihad, agar permasalahan hukum Islam yang terjadi di tengah umat dapat terselesaikan dengan baik. Santri yang dibekali sarana dan prasana terbaik dengan keilmuan Islam yang sesuai, maka akan lahir santri yang menjadi fakih fiddin, keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu dunia bersatu memberikan solusi pemecahan masalah yang terjadi pada umat hari ini. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar