Siaga Darurat di Bekasi: Pentingnya Mitigasi dan Peran Pemimpin

 



 

Astriani Lydia

 

#Bekasi — Tidak berbeda dengan wilayah lain di Indonesia, Bekasi pun setiap hari selalu diguyur hujan deras. Untuk itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi mengingatkan warga untuk meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi bencana alam menjelang musim hujan. Peringatan ini muncul menyusul penetapan status siaga darurat potensi bencana banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Penetapan status siaga ini tertuang dalam Keputusan Wali Kota Bekasi Nomor 300.2.1/Kep.627-BPBD/X/2025, dan berlaku mulai 3 Oktober 2025 hingga 30 April 2026.

 

Dikutip dari beritasatu.com, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengkhawatirkan terkait minimnya progres proyek normalisasi kali Bekasi, dikarenakan hingga pertengahan Oktober, progres di lapangan masih sebatas pengerukan tanpa kegiatan fisik yang signifikan. Sehingga kondisi ini bisa meningkatkan risiko longsor dan limpasan air karena kapasitas aliran kali Bekasi belum ditingkatkan secara optimal. Karena itu pihaknya telah melakukan imbauan kepada masyarakat agar bersiap sejak dini untuk menghadapi potensi bencana.

 

Pentingnya Mitigasi

 

Mitigasi merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik ataupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Karena sejatinya, terjadinya bencana bukan hanya karena faktor alam semisal curah hujan yang tinggi, tetapi berkaitan erat dengan kebijakan pembangunan negara selama ini yang destruktif. Ketika negara membiarkan area resapan air menjadi bangunan perumahan, gedung bertingkat, dan sebagainya, tentu akibatnya adalah bencana banjir.

 

Maka penting untuk menyiapkan mitigasi dengan serius. Dengan adanya mitigasi yang sungguh-sungguh, berbagai risiko yang terkait bencana bisa diminimalkan. Adanya korban jiwa juga bisa dicegah, dampak banjir bisa diminimalkan sehingga tidak meluas, penyelesaian juga bisa lebih cepat sehingga perekonomian dan aktivitas warga pun bisa segera normal kembali.

 

Sayangnya, selama ini negara selalu gagap ketika terjadi bencana. Hal ini tampak bahwa memang tidak ada upaya serius dari negara untuk memberdayakan segala sumber daya yang ada demi mengoptimalkan penanggulangan bencana. Akibatnya dampak yang dialami masyarakat lebih besar lagi. Bahkan sering kali yang memberikan bantuan untuk pengungsi adalah masyarakat secara swadaya. Sedangkan bantuan dari pemerintah dirasa tidak optimal. Hal ini menunjukkan minimnya fungsi riayah (pengurusan) oleh negara. Rakyat harus mencari solusi sendiri atas masalah yang dihadapi.

 

Peran Penting Pemimpin

 

Hujan adalah rahmat. Ketika terjadi kerusakan lingkungan akibat ulah manusia di suatu wilayah, tidak pelak hujan yang semestinya menjadi rahmat justru berubah menjadi bencana. Dalam konteks kebencanaan, peran pemimpin sangatlah penting. Ia dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Seperti melakukan penataan lingkungan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran. Untuk wilayah-wilayah yang rawan bencana, kebijakan tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan dan semua hal yang terkait sistem penanganan terpadu kebencanaan.

 

Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad)

 

Terkait dengan penjagaan terhadap lingkungan, hal mendasar yang bisa dilakukan pemimpin adalah menerapkan aturan, kebijakan, edukasi, serta sanksi agar masyarakat tidak merusak lingkungan. Karena sejatinya kerusakan lingkungan tak lepas dari perbuatan manusia.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’anul Karim,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Surah Ar-Rum Ayat 41)

 

Untuk itu, maka sudah seharusnya dalam pengambilan berbagai kebijakan politik, penguasa lebih memperhatikan pengelolaan lingkungan dan tidak melulu memandang pada aspek ekonomi. Menyadarkan segala sesuatunya pada aturan Allah sebagai pedoman dalam kehidupan, termasuk dalam pengambilan berbagai kebijakan politik adalah solusi terbaik yang dilakukan penguasa. Sebagaimana Firman Allah Swt., “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Surah Al-A’raf Ayat 96)

 

Tentunya hal tersebut hanya dapat diterapkan dalam sistem kepemimpinan Islam bukan sistem kepemimpinan kapitalisme seperti saat ini. Diperlukan fondasi negara dan kepemimpinan yang berlandaskan keimanan pada Allah dan ditopang oleh penerapan syariat Islam secara kaffah yang akan menghantarkan pada rida Allah Swt. Oleh karenanya, sudah saatnya umat beralih pada sistem Islam sehingga terwujud kepemimpinan Islam yang akan menyelamatkan dari bencana di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam bishshawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar