Kontroversi Istilah Radikalisme dan Dampaknya terhadap Umat Islam

 



Solati Ummu Nida



#Wacana — Jumpa pers yang diberitakan Detik.com, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengimbau para orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas anak secara berkala. Hal tersebut dilakukan guna mencegah anak menjadi korban paparan ideologi radikal maupun target rekrutmen jaringan terorisme. “Orang tua memiliki kendali terhadap anaknya. Lakukan pemeriksaan mendadak terhadap gawai putra-putrinya,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardana, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).



Tragedi peledakan bom di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, menimbulkan opini bahwa kejadian tersebut adalah aksi teror sehingga pelakunya disebut sebagai teroris. Istilah "teroris" sering kali dianggap tendensius dan dikaitkan dengan afiliasi terhadap ajaran agama tertentu (Islam) atau ideologi radikal. Istilah "radikal" dan "radikalisme" sendiri berasal dari bahasa Latin radix, radices, yang berarti akar, sumber, atau asal mula. "Radikal" dapat bermakna menyeluruh, besar-besaran, keras, kokoh, atau tajam.



Dalam konteks politik, radikalisme bermakna pandangan ekstrem yang menggunakan kekerasan, atau paham keagamaan yang fanatik untuk memaksa orang lain, hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Prinsip laa ikraaha fid-diin (tidak ada paksaan dalam agama), termaktub dalam Surah Al-Baqarah Ayat 256. Islam melarang keras memaksa orang lain memeluk Islam, apalagi melalui teror, pengeboman, atau tindakan kekerasan terhadap nonmuslim yang hidup berdampingan dengan umat Islam. Meskipun secara bahasa kata "radikal" dapat bermakna keyakinan yang mengakar kuat, Islam tetap melarang setiap muslim melakukan tindakan terorisme.



Label terorisme sering kali dikaitkan dengan Islam, sementara radikalisme dianggap sebagai tahapan menuju terorisme melalui manipulasi dan politisasi agama. Program moderasi beragama yang masif digalakkan oleh Kementerian Agama di berbagai instansi pemerintah dan lembaga pendidikan, dari tingkat PAUD hingga universitas, dijadikan sarana untuk menangkal munculnya paham ideologi radikal.  Keberadaan moderasi beragama, pluralisme, sinkretisme, atau isu kesetaraan gender menjadi sebab munculnya keraguan terhadap akidah dan ajaran Islam. Agenda tersebut merupakan rancangan Barat untuk meredam kebangkitan umat Islam, sehingga Islam diatur sesuai arah kepentingan Barat.



Pelabelan atau cap ideologi radikal kerap diarahkan kepada para mereka yang mendakwahkan Islam kafah. Mereka ingin memperbaiki negeri dengan syariat Islam secara menyeluruh demi mewujudkan rahmat dan berkah dari langit dan bumi. Hal ini diyakini sesuai ajaran Islam bahwa umat wajib mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat dengan syariat Islam dalam sistem pemerintahan Khilafah Islamiah. Sistem tersebut pernah diterapkan dalam sejarah umat Islam selama sekitar 1.400 tahun dan diyakini telah menguasai sepertiga dunia serta memberikan kesejahteraan, keamanan bagi seluruh warganya, ini diakui para sejarawan Barat.



Sementara itu, sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini selama lebih dari 80 tahun dinilai telah menimbulkan kerusakan di berbagai lini kehidupan: utang luar negeri menggunung, pejabat  rakus memperkaya diri dan kekuasaan berpusat pada dinasti keluarganya, kekayaan alam diperebutkan oligarki baik asing maupun dalam negeri,  generasi muda terjerat pinjol, judi online, game online, dan mengalami dekadensi moral.



Melihat fakta tersebut, mereka yang mengingatkan umat untuk kembali kepada aturan Islam dalam menyelesaikan permasalahan umat, menyampaikan bahwa perbaikan negeri ini hanya dapat dilakukan dengan meninggalkan sistem demokrasi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Khilafah Islamiah. Negeri ini akan menjadi baik sejahtera jika dterapkan aturan dari Sang Pencipta alam semesta yang mampu memperbaiki kerusakan yang terjadi. 



Dalam syariat Islam, kekayaan alam adalah milik rakyat dan dikelola negara untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya. Pendidikan, kesehatan, pangan, sandang, dan papan merupakan tanggung jawab negara untuk memastikan setiap rakyat mendapatkan kebutuhan dasarnya.



Isu ideologi radikal akan terus dipelihara oleh penguasa, untuk dapat memetakan umat Islam apakah bersama pemerintah atau tidak sejalan dengan pemerintah yang kemudian akan dicap label radikal. Peristiwa pemboman di SMA Negeri 72 Jakarta  dijadikan sarana untuk membangun opini di sekolah-sekolah mengenai bahaya ideologi radikal, terutama Islam yang ingin menerapkan Islam kafah. Hal ini dinilai dapat menimbulkan ketakutan di kalangan umat Islam terhadap ajaran Islam kafah, sehingga umat tidak memiliki kesadaran  memperbaiki kerusakan yang ada dengan syariat Islam. Di balik opini ideologi radikal tersebut, dinilai terdapat upaya mempertahankan hegemoni sistem demokrasi kapitalisme, sehingga umat Islam kehilangan keberanian untuk mengkritik kerusakan di negeri ini.



Para pejuang yang berdakwah menyampaikan syariat Islam kafah dengan ikhlas dan tanpa pamrih sejatinya adalah yang  mencintai negeri ini. Mereka tidak ingin negeri ini terus berada di jurang kehancuran, terjerat utang luar negeri, dan berada di bawah hegemoni negara asing yang mendikte semua kebijakan penguasa negeri ini. Asing menguras  kekayaan alam atas nama investasi.  



Umat Islam harus dijauhkan dan  dibersihkan dari paham seperti moderasi beragama, pluralisme, hedonisme, dan sinkretisme, karena itu semua bertentangan dengan Akidah Islam. Umat harus dipahamkan bahwa tujuan hidup hanya menghamba kepada Sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan  dengan menerapkan hukum syariat Islam dalam bingkai sistem Daulah Khilafah Islamiah.  Wallahu a’lam bish-shawab.[]



Posting Komentar

0 Komentar