Perang Dagang AS vs Cina, Wujud Kapitalisme Sengsarakan Dunia



#CatatanRedaksi — Memanas! Satu kata yang relevan sebagai representasi perang dagang AS dan Cina kali ini. Imbas tarif impor Trump kepada Cina, begitupun sebaliknya. Dilansir Tempo.co (16/4/2025), Amerika Serikat mengumumkan bahwa Cina kini menghadapi tarif impor baru hingga 245% karena tindakan pembalasannya, menurut pernyataan Gedung Putih pada Selasa malam, 15 April 2025. Sebanyak 75 negara melakukan negoisasi terkait tarif ini, termasuk Cina. Namun, Cina juga menyampaikan siap menghadapi AS jika kondisi ini terus berlanjut.


Sementara itu, bagaimana dengan Indonesia? Tentu saja terkenai imbasnya juga sebab tarif impor untuk Indonesia juga cukup tinggi yakni sebesar 47%. Dunia usaha  di Indonesia tambah terpukul di tengah kondisi dalam negeri yang tidak menentu karena daya beli masyarakat yang menurun beberapa waktu belakangan. Maka ketika tarif impor AS ini tinggi akan berimbas pada produksi barang Indonesia makin sedikit bahkan tidak bisa diekspor. Barang-barang menumpuk, produksipun akhirnya dikurangi atau dihentikan dan PHK akan terus terjadi. 


Sudahlah kemarin PHK di mana-mana terjadi ditambah lagi dengan kondisi ini. Sungguh pas kiranya kata pepatah  sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah posisi semua negara di dunia yang secara langsung terimbas efek perang dagang global Ini. Bagaimana tidak, sejak kemenangan AS di Perang Dunia II, julukan Polisi Dunia  sudah disematkan kepadanya dengan ideologi Kapitalisme-demokrasi yang diembannya kemudian diadopsi di seluruh dunia. Maka jelas AS merasa dominan dan mengatur semua bidang kehidupan di dunia. Wujud hegemoninya disamping politik juga ekonomi, sosial, dan pertahanan-keamanan. Akan tetapi, dalam sistem ini yang paling dominan adalah sistem ekonominya. 


Kondisi ini bermula ketika AS merasa impor Cina sudah mulai terlalu dominan bahkan di dalam negeri AS juga barang-barang dari Cina cukup mendominasi pasar. Merasa gerah dengan keadaan itu, di tengah kondisi ekonomi AS yang juga  mengalami penurunan maka kebijakan tarif tinggi diberlakukan oleh Trump sebagai gebrakan baru di awal pemerintahannya yang mengusung idealisme dalam jargonnya "American First" . 


Maka ketika dua negara besar yakni AS dan Cina terjadi perang dagang, negara sekitar juga terkena imbasnya, ibarat dua gajah perang pelanduk mati di tengah. Maka, akankah terus negeri ini diombang-ambing oleh negara sok adidaya yang selalu membuat kerusakan di muka bumi? Padahal dulu selama 1300 tahun, Islam (sebagai agama mayoritas) negeri ini pernah menjadi adidaya dan memberi rahmat ke seluruh alam. Sistem Islam yang diterapkan secara kafah dalam sistem ekonomi, politik, sosial, dan pertahanan keamanan benar-benar paripurna membawa kesejahteraan manusia selama itu. Malahan, sekarang kondisi umat Islam kehidupannya terpuruk karena sistem Islam yang tidak lagi diambil sebagai way of live. Kaum muslimin justru mengambil sistem hidup kapitalisme sekuler yang makin menyengsarakan dari waktu ke waktu, seperti ikan yang menggelepar-gelepar bahkan mati karena tidak hidup di air sebagai habitatnya. Ingatlah Firman Allah dalam QS al-A'raf ayat 96 berbunyi: "Dan sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." Wallahualam bissawab.[]




Hanin Syahidah

Posting Komentar

0 Komentar