Program Sekolah Gratis, Solusi atau Ilusi?

 


Een Suherni


#Tangsel — Program sekolah gratis bagi warga Banten rencananya akan mulai direalisasikan pada awal tahun ajaran baru, 2025—2026 mendatang. Hal ini ditegaskan Gubernur Banten terpilih Andra Soni, beberapa waktu lalu. Meskipun ada efisiensi, APBD Provinsi Banten disebutkan mengalokasikan anggaran sebesar 140 miliar untuk mendukung program ini. Program yang merupakan salah satu janji kampanye Andra Soni – Dimyati ini menyasar semua sekolah tingkat SMA/SMK, SKh, dan Madrasah Aliyah di Provinsi Banten, baik negeri maupun swasta. 


Gubernur Andra mengatakan sudah ada 1.200 sekolah yang mendaftar untuk selanjutnya akan dilakukan verifikasi (detik.com, 17/03/2025). Harapannya, program ini bisa membuka akses pendidikan seluas-luasnya kepada masyarakat. Senada dengan Andra Soni, Dimyati mengatakan sumber daya manusia (SDM) Banten harus handal, unggul, hebat, dan berdaya saing (bantenprov.go.id, 21/03/2025). 


Dalam hal ini, Pemprov menyiapkan dua skema realisasi, yaitu penggantian biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang diberikan kepada orang tua dan skema flat yakni semua sekolah swasta mendapatkan sama rata. Skema penggantian SPP berlaku untuk kelas X tahun ajaran 2025/2026 dan akan dicairkan empat kali dalam setahun (antaranews.com).


Sekolah Gratis, Solusi atau Ilusi?


Sekolah gratis tentu menjadi kabar gembira bahkan dambaan seluruh masyarakat, apalagi di tengah banyaknya tuntutan kebutuhan dan biaya hidup yang serba mahal dan makin mahal. Namun, keberhasilan program sekolah gratis agar menjadi solusi tuntas permasalahan mahalnya biaya pendidikan di negeri ini masih menjadi ilusi. Melihat jumlah sekolah yang tidak sedikit sementara alokasi dana dari APBD yang terbatas, mungkinkah anggaran yang ada mampu meng-cover seluruh biaya yang dibutuhkan dan biaya untuk kebutuhan lain seperti sarana prasarana dan fasilitas pendukungnya. Yang ada, kebijakan seperti ini lebih sering mengantarkan pada permasalahan pelik lainnya bagi masyarakat.

Belum lagi fakta di lapangan, klaim bahwa sekolah negeri itu gratis tak sepenuhnya benar. Banyak sekolah negeri yang kekuarangan dana dalam menyelenggarakan proses pendidikan, hingga pada akhirnya meminta sumbangan yang memberatkan orang tua.  

Pendidikan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang harus dipenuhi. Harusnya tak cukup jenjang SMA dan sederajat saja yang ditanggung biayanya. Tapi seluruh jenjang yang ada, dari Sekolah Dasar, Menengah hingga Tinggi, semua butuh keringangan biaya. Tak hanya SPP yang di jamin oleh negara tetapi juga sarana prasarana seperti gedung sekolah, meja, kursi, alat peraga, bahan ajar, laboratorium, perpustakaan dan semua fasilitas yang menunjang proses belajar mengajar perlu disediakan dengan kualitas terbaik, dan dinikmati merata oleh seluruh masyarakat, di kota sampai ke pelosok desa. 


Karena sekali lagi, pendidikan adalah hak dasar setiap manusia. Bahkan tertuang dalam naskah pembukaan UUD 1945, bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, mungkinkah mewujudkan tujuan tersebut di bawah sistem hari ini? Lihatlah kebijakan-kebijakan yang diambil sifatnya selalu sementara dan selalu parsial. Dikatakan sementara karena setiap berganti pemimpin, maka akan berganti pula kebijakannya. Parsial, karena hanya sebagian saja yang mendapatkan solusi, sementara sebagian besar yang lain masih terkungkung dalam masalah yang sama.


Akar Masalah dan Solusi Problem Pendidikan 


Problem Pendidikan terjadi karena sistem yang dianut hari ini adalah sistem hasil akal manusia yang lemah dan terbatas. Aturan dan prinsip hidup dibuat oleh manusia yang merasa mampu mengatur hidupnya. Termasuk dalam mengatur dan merumuskan sistem pendidikan yang sengaja dijauhkan dari aturan Tuhan karena menganggap bukan bagian dari agama, bukan bagian dari ibadah. Inilah paham sekularisme. 

Padahal di dalam Islam, semua ada hubungannya dengan agama. Segala sesuatu tak bisa dilepaskan dari keberadaan Allah Swt., Sang Maha Pencipta sekaligus Sang Maha Pengatur. Pun dalam sistem pendidikan, Islam ada aturannya. 

Islam memandang pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Oleh karena itu dalam Islam, negara tak hanya menjamin pendidikan gratis untuk seluruh warga negaranya tanpa terkecuali, tapi juga bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana terbaik demi tercapainya tujuan pendidikan secara merata di seluruh wilayah.

Sementara, pendanaannya diperoleh dari kas negara atau baitulmal yang memiliki pos pemasukan berlimpah. Di antaranya dari harta milik umum seperti batubara, minyak dan gas, hasil kelautan, kehutanan, dan lain-lain. Maka tidak akan ditemui pungutan-pungutan yang memberatkan sebagaimana terjadi hari ini karena pengelolaan sumber daya alam yang tak sesuai dengan aturan Islam hingga tak mampu membiayai sektor pendidikan.

Jika benar tujuan membuat program sekolah gratis adalah untuk pemerataan maka dibutuhkan keseriusan dan idealisme. Sistem pemerintahan yang ideal akan mampu memberikan layanan pendidikan gratis berkualitas unggul untuk seluruh rakyat dan hal itu hanya dapat diwujudkan dalam sistem pendidikan Islam, bukan sekularisme.[]

Posting Komentar

0 Komentar