Islam Pilar Hidup di Tengah Erosi Norma

 



Shazia Alma


#TelaahUtama — Kemunduran perilaku manusia di alam kehidupan sekuler kian masif terjadi. Mirisnya! Fakta-fakta pudarnya norma yang menjadi asas interaksi sosial ala sekuler juga terjadi di negeri ini. Berita yang mengindikasikan adanya group daring "Fantasi Sedarah" dengan 30 ribu lebih anggota dan disinyalir sekitar 30 group sejenis ditemukan Indonesia. Bejatnya, dari obrolan asusila yang vulgar, menjijikkan, dan sesat ini, sejumlah anak yang menjadi mangsa kemungkinan sangat banyak. (bbc.com, 19/05/2025).


Dalam masyarakat sekuler, sumber otoritas moral seringkali bergeser dari doktrin agama yang dianggap absolut menuju filsafat etika, kesepakatan sosial, dan individualisme. Terlebih dengan asas sekuler memisahkan agama dari kehidupan, akan memunculkan potensi perbedaan interpretasi yang signifikan tentang benar dan salah, baik dan buruk. Otonomi dan kebebasan individu sangat ditekankan. 


Sekularisasi sangat memengaruhi institusi sosial seperti hukum, pendidikan, dan keluarga, yang harusnya terjaga oleh nilai- nilai agama. Implikasinya, terjadi perubahan dalam struktur keluarga, kurikulum pendidikan yang liberal (lebih sekuler), dan sistem hukum yang netral terhadap agama dan mengubah cara norma-norma ditransmisikan dan ditegakkan. Masyarakat sekuler mengalami anomie (kondisi tanpa norma atau norma yang tidak jelas). (The Division of Labor in Society (1893) dan Suicide(1897), Émile Durkheim)


Durkheim mengaitkan anomie dengan perubahan sosial yang cepat, industrialisasi, dan melemahnya ikatan sosial tradisional. Dalam kondisi anomie, individu merasa kehilangan arah, tujuan, dan batasan, yang dapat meningkatkan risiko perilaku menyimpang termasuk bunuh diri. Dalam studinya tentang bunuh diri, Durkheim mengidentifikasi salah satu jenis bunuh diri sebagai bunuh diri anomik, yang terjadi akibat disrupsi tatanan sosial dan kurangnya regulasi. 


Kemudian, Robert K. Merton mengembangkan konsep anomie Durkheim menjadi teori strain atau teori ketegangan dalam karyanya Social Structure and Anomie (1938). Teori Merton lebih berfokus pada bagaimana struktur sosial dapat menciptakan tekanan pada individu untuk melakukan perilaku menyimpang. Hal senada ditulis Niklas Luhmann dalam perspektif teori sistem sosial, Luhmann membahas bagaimana anomie dapat muncul sebagai akibat dari kompleksitas masyarakat modern dan kesulitan dalam membangun ekspektasi yang stabil.


Dari teori-teori pakar sekuler di atas, mereka tidak menemukan solusi untuk anomie dalam masyarakat sekuler yang kian terpuruk. Pasalnya, dasar yang digunakan hanya sebatas fakta yang tampak dan logika manusia semata. Padahal kepekaan manusia melihat fakta dan mengaitkannya sebatas sebab dan akibat saja sangat lemah, banyak hal yang tidak dipahami dan butuh penjelasan lebih di luar itu. Manusia butuh pedoman yang jelas tentang hidup dan kehidupannya dari sisi yang tidak terjangkau akalnya. Terkait dengan apa, untuk apa, dan akan ke mana setelah kehidupan, harus mendapat porsi utama agar manusia mampu memahami dirinya, ruang hidupnya, dan kompleksitas singgungan yang akan terjadi di antaranya.


Makin manusia kehilangan jati dirinya, penyimpangan-penyimpangan perilaku secara amoral dan imoral pasti lebih sering terjadi. Islam sudah mengabarkan ini dalam Al-Qur'an surah al-Araf: 179 tentang peringatan keras pentingnya menggunakan potensi akal, hati, mata, dan telinga yang telah Allah anugerahkan untuk memahami kebenaran, melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mendengarkan seruan kebaikan. Orang-orang yang menyia-nyiakan potensi ini dan berpaling dari kebenaran akan menjadi penghuni neraka dan bahkan diumpamakan lebih sesat dari binatang ternak karena kelalaian mereka yang disengaja. Ayat ini mendorong kita untuk senantiasa merenungkan, memperhatikan, dan mengamalkan petunjuk-petunjuk Allah agar tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai dan merugi. Senada juga dalam surah al-Furqan: 44, yang berbunyi: 


أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا   

Artinya: "Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya."

Kedua ayat ini memberikan gambaran yang jelas bahwa manusia, meskipun diciptakan dengan kelebihan akal dan potensi spiritual, dapat menjadi lebih rendah derajatnya daripada hewan jika mereka mengabaikan petunjuk Allah dan tidak menggunakan anugerah tersebut untuk kebaikan.


Incestuous Fantasy (Fantasy Sedarah) adalah pandangan dan perilaku sesat menurut Islam. Pelakunya terkategori manusia yang layak Allah labeli dengan predikat dalam dua ayat di atas. Bahkan jelas melanggar larangan Allah Swt. dalam surah an-Nisa ayat 23 tentang wanita-wanita yang haram dinikahi (mahram), karena hubungan sedarah, pernikahan, atau persusuan.


Beberapa hadis Rasulullah saw. secara tidak langsung pun memperkuat larangan sedarah dan menjelaskan hikmah di baliknya, seperti menjaga nasab, mencegah kerusakan moral, dan menjaga kehormatan keluarga. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Diharamkan karena nasab tujuh golongan dan karena hubungan kekeluargaan melalui perkawinan (besanan) tujuh golongan." Kemudian ia membaca Firman Allah Swt. (surah an-Nisa ayat 23 di atas)." (HR Bukhari dan Al Hakim).


Nabi Muhammad saw. pernah bersabda tentang putri Hamzah r.a., "Dia tidak halal bagiku. Sesuatu yang diharamkan karena persusuan sama dengan yang diharamkan karena nasab. Dia adalah anak perempuan dari saudara laki-lakiku sesusuan." (HR Bukhari dan Muslim)


Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina. Maka zina mata adalah melihat (yang haram), zina lisan adalah mengucapkan (kata-kata kotor atau menggoda), zina hati adalah berangan-angan dan berkeinginan (melakukan perbuatan dosa), dan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya." (HR Bukhari dan Muslim)


Selain itu, Islam memiliki prinsip Maqasid Syariah (Tujuan Syariat) yang diterapkan dalam sistem sosial. Islam dengan tegas mengharamkan/melarang fantasi sedarah yang akan mengganggu tegaknya tujuan-tujuan luhur syariat,  yaitu menjaga agama (hifz ad-din), jiwa (hifz an-nafs), akal (hifz al-'aql), keturunan (hifz an-nasl), dan harta (hifz al-mal).


Islam mengajarkan tentang fitrah manusia yang cenderung pada kebaikan, menjauhi hal-hal yang menjijikkan dan merusak tatanan sosial. Fantasi sedarah bertentangan dengan fitrah yang sehat (islami) meskipun hanya di pikiran, dapat menjadi langkah awal menuju tindakan nyata yang haram dan kriminal. Fantasi sedarah dapat merusak kesehatan mental individu, mengganggu hubungan keluarga, dan merusak tatanan sosial yang islami. Selain merusak konsep mahram, fantasi ini bertentangan dengan nilai-nilai luhur keluarga dalam Islam yang didasarkan pada kasih sayang, penghormatan, dan perlindungan antar anggota keluarga.


Islam dengan sistem politiknya (Khilafah), akan mencegah munculnya fantasi sedarah. Negara akan menghilangkan pengaruh media yang tidak sehat—merusak akal dan kepribadian rakyat. Islam akan mewajibkan negara menerapkan sistem pendidikan untuk menguatkan pemahaman agama. Negara terus melakukan sosialisasi penerapan sistem Islam dalam semua aspek kehidupan agar interaksi kehidupan di tengah masyarakat berdampak menjaga dan membentuk ketaatan bersyariat pada umat, dan negara sekaligus akan menetapkan sistem sanksi yang menjerakan pada siapa saja yang berinisiatif bahkan melakukan tindakan-tindakan asusila. 



Alhasil, manusia dapat menilai bahwa Islam merupakan pilar hidup di tengah erosi norma sekuler hari ini. Apabila hendak merubah tingkah laku manusia yang rendah menjadi luhur, maka tidak ada jalan lain kecuali harus merubah pemahamannya (mafhum) mengenai manusia, alam semesta, dan kehidupan saat ini yang sekuler-kapitalistik-liberal menjadi pemahaman yang bersumber dari Allah Swt.—sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa (Nizhomul Islam, Taqiyuddin an-Nabhani). Pola-pola pemahaman yang memengaruhi perilaku ini hanya ada dalam khazanah ilmu Islam kafah. Tidak hanya akan berdampak pada kesalihan individu, masyarakat, dan para pelaksana kebijakan (negara), tetapi juga akan menjadi rahmat ke seluruh alam. Wallahualam bissawab.[]


Posting Komentar

0 Komentar