Korupsi di Proyek MBG, Dipersiapkan?




#Wacana — Dilansir dari Kompas.com bahwa dapur Makan Bergizi Gratis di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan telah tutup dikarenakan dapur tersebut telah merugi. Pemilik dapur belum menerima pembayaran sejumlah satu miliar rupiah dari pihak pengelola dana (17/04/2025). Sehingga sejak akhir Maret 2025, Ira Mesra Destiawati, pemilik dapur terpaksa harus menghentikan operasional dapurnya yang telah memproduksi lebih dari 65.000 porsi makanan sepanjang Februari-Maret 2025. 


Peristiwa tidak mengenakkan tersebut membuat Ira menduga bahwa telah terjadi penggelapan dana yang dilakukan oleh yayasan pengelola dana MBG, Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN). Pasalnya pihak yayasan telah mendapatkan dana dari Badan Gizi Nasional untuk diberikan kepada pengelola dapur. 


Dugaan tersebut memang benar adanya. Danna Harly, kuasa hukum Ira menyatakan bahwa kontrak dapur MBG dalam satu porsinya seharga Rp15.000 tetapi pada kenyataannya dikurangi Rp2.500 per porsi. 


Kemitraan Tak Transparan


Menurut Chief Executive Officer Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih menyatakan bahwa prosedur kemitraan dalam mengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur makan bergizi gratis tidak transparan. 


Pengelolaan dapur MBG terdapat beberapa skema, di antaranya adalah swakelola yang dipegang oleh yayasan ataupun koperasi. Namun di lapangan, CISDI melihat bahwa yayasan bisa berkontrak dengan catering yang menjadi subkontraktor. Padahal menurut Diah belum ada regulasi maupun petunjuk teknis mengenai subkontraktor ini. 


Terungkap dalam invesigasi berjudul "Bancakan Proyek Makan Siang Gratis" yang dilakukan oleh Tempo bahwa aktor di balik yayasan yang bermitra dengan Badan Gizi Nasional ternyata terafiliasi dengan keluarga dan pendukung presiden ataupun kader partai Gerindra (tempo.co, 23/4/2025).


Oleh karenanya, Diah mendorong pemerintah agar lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola makan bergizi. Selain itu, Diah juga menyarankan agar skema kerja sama pemerintah mencantumkan nilai manfaat dari makan bergizi gratis agar masyarakat umum dapat mengawasi kualitasnya. 


Walaupun Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana menyatakan bahwa mitra Makan Bergizi Gratis diseleksi secara professional. Dadan juga menyebut bahwa program ini untuk semua masyarakat. 


Selain CISDI, Indonesia Corruption Watch (ICW) turut menyoroti masalah ini. ICW mencium dugaan pelanggaran dalam skema penyaluran anggaran yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.05/2021. 


Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa dana bantuan langsung disalurkan ke rekening penerima dan bukan ke rekening pihak ketiga yang tidak memiliki kedudukan sebagai penerima manfaat secara resmi.  Oleh karenanya ICW menyuarakan agar presiden bertanggung jawab dan menghentikan proyek MBG karena beresiko menjadi lahan baru penyimpangan anggaran. 


Korupsi 


Sesunguhnya ide makan siang gratis yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat tidak ada yang salah karena memberikan kemudahan dalam kebutuhan pokok merupakan kewajiban penguasa. Menjadi bermasalah kerena banyak terdapat peluang untuk kepentingan pribadi dan golongan. 


Saat semua hal hanya dipandang dari aspek materi, walaupun ditujukan kepada masyarakat banyak, maka peluang untuk korupsi akan selalu dicari. Tidak memandang lagi bagaimana bahagia dan butuhnya rakyat bila mendapatkan makan gratis. 


Selain karena kerakusan individu, yang sangat disayangkan adalah negara memberikan peluang akan tindak pidana tersebut di banyak tempat dan banyak kesempatan. Hal tersebut tidak mengherankan karena memang demokrasi memfasilitasi kebebasan dalam kepemilikan. Tidak peduli seberapa banyak kekayaan yang dimiliki, tetap dipandang sah oleh demokrasi.


Dengan kebolehan tersebut tentulah terjadi hukum rimba, siapa kuat dia dapat. Layaknya di negeri ini yang lemah akan selalu menjadi santapan. Sayangnya pelaku korupsi tidak sedikit yang duduk di kursi empuk pemerintahan. 


Hal ini sangat berbeda pada saat dahulu Umar bin Khathab r.a. menjadi penguasa. Bukan hanya kekuasannya yang menjadi lebih luas, melainkan ia juga menjalankan kekuasaannya prorakyat miskin. Dalam sebuah kisah diriwayatkan bahwa saat sang Khalifah berjalan di malam hari, ia mengetahui bahwa ada seorang ibu yang merebus batu untuk menenangkan anaknya agar tidak terus menangis karena lapar.  


Bukannya terus berlalu, ia justru meminta ampun pada Allah Swt. bahwa ternyata masih ada dari rakyatnya yang menderita dan kesulitan. Sehingga tanpa pikir panjang dengan tergopoh-gopoh ia membawa sendiri sekarung gandum dan bahan pokok lainnya dari baitulmal menuju rumah ibu tersebut. Tidak hanya itu, ia sekaligus memasak sebagian bahan-bahan tersebut menjadi makanan siap santap.  


Semua itu dilakukan oleh Umar r.a. atas dasar syariat. Bahwa Islam telah mengatur bagaimana penguasa seharusnya bertanggung jawab untuk mengayomi seluruh rakyatnya dan memberikan kemudahan dalam mendapatkan semua kebutuhan pokok mulai dari pangan, pendidikan, dan kesehatan. 


Sehingga bukan merupakan hal yang istimewa ketika negara memberikan makan siang gratis pada siswa karena negara memang wajib melakukannya termasuk membuat sistem agar kemudahan mendapatkan bahan pokok pada semua rakyat terpenuhi. 


Hal tersebut akan sempurna dilakukan bila menggunakan seluruh sistem hidup yang diberikan oleh Sang Pencipta. Islam bukan hanya mengatur tentang ibadah ritual saja, melainkan juga mengatur tentang segala hal termasuk bernegara salah satunya tidak memberikan peluang untuk korupsi. Hal itu karena selain sistem aturannya tidak memberikan peluang, individu yang menjalankan aturan tersebut juga sudah dibentengi dengan iman yang kuat. 


Dengan begitu, demokrasi tentu tidak bisa meyelesaikan masalah pemberian kebutuhan pokok ini dengan tuntas tanpa ada masalah lain yang menyertai. Tersebab demokrasi lahir memang bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan hanya sebagai jalan tengah. Wallahualam. []




Ruruh Hapsari



 



Posting Komentar

0 Komentar