#Bogor — Peristiwa memilukan antara Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terus terjadi di berbagai daerah, tak terkecuali di Kota Bogor. Satpol PP yang bertindak sebagai pengaman masyarakat kian tak terkendali sikap arogansi mereka dalam mengamankan para PKL. Peristiwa di Kota Bogor kian menambah daftar panjang sikap arogansi satuan ini.
Seperti dilansir dari jurnalpolisi.id (20 Mei 2025), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor di wilayah Bogor Timur menuai kritikan tajam dari Komisi I DPRD Kota Bogor. Tindakan berlebihan, melampaui kewenangan, bahkan disamakan dengan gaya premanisme saat Satpol PP melakukan tindakan penghancuran gerobak milik Pedagang Kaki Lima (PKL). Banu Lesmana Bagaskara selaku anggota Komisi I DPRD menilai tindakan tersebut tidak manusiawi dan mencerminkan sikap premanisme aparat negara. Ia menyayangkan pemerintah yang seharusnya membina warga justru memusnahkan alat usaha mereka di tengah situasi ekonomi yang sulit.
Miris memang, satuan pengaman yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman bagi rakyat, nyatanya bertindak brutal layaknya preman berbalut seragam resmi. Perlu kita ketahui bersama, harga gerobak yang dipakai oleh para pedagang untuk mencari rizki itu tidaklah murah. Dilansir dari olx.co.id, harga gerobak bekas berkisar Rp1.000.000 hingga mencapai harga Rp2.800.000 untuk Kota Bogor sedangkan harga gerobak baru yang dilansir dari Tokopedia.com mulai dari harga Rp4.000.000 hingga Rp4.500.000. Bagi rakyat kecil, ini bukan harga yang murah untuk sebuah gerobak. Ini pun hanya gerobaknya saja, belum termasuk modal untuk membeli peralatan dan barang dagangannya.
Masyarakat hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup dengan mencari nafkah di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Kalaupun saat mereka berdagang ternyata mengganggu aktivitas publik, misal menimbulkan kemacetan atau menghambat aktivitas masyarakat lainnya, pemerintah hendaknya menindak mereka secara persuasif, bukan dengan cara destruktif yang akhirnya menambah kebencian masyarakat terhadap aparatur pemerintah.
Pemerintah seharusnya mencari akar permasalahan mengapa masyarakat memilih menjadi PKL, dan mengapa tidak mencari pekerjaan yang lain? Tentunya ini butuh keseriusan dari pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Akar dari semua ini tentu saja karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Adakalanya mereka kalah bersaing dengan para pemilik modal besar. Atau karena biaya sewa yang mahal untuk sekedar menempati kios sederhana. Walhasil, pedagang dengan modal kecil tidak ada pilihan lain kecuali dengan membuka usaha di mana pun tempatnya, alias menjadi pedagang kaki lima. Bukannya mereka tidak tahu jika itu melanggar tata tertib, melainkan lagi-lagi kenyataanlah yang memaksa untuk bertahan demi sesuap nasi untuk dirinya, bahkan keluarganya.
Kenapa semua ini terjadi? Tentu saja semuanya akan bermuara pada sistem ekonomi yang diterapkan saat ini, yakni sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem kapitalisme, segala kebijakan dan tindakan hanya berdasarkan pada asas manfaat, alias untung rugi. Alhasil, tak heran jika negara mampu bertindak kejam terhadap masyarakat bawah, tapi tidak demikian terhadap mereka yang memiliki modal besar. Kalaupun para pemodal besar melanggar aturan, maka semua bisa terselesaikan dengan uang. Bahkan negara memberikan 'fasiltas' bagi mereka yang bermodal besar. Inilah kejamnya sistem ekonomi kapitalis, layaknya hukum rimba, siapa yang kuat maka dia yang menang.
Kita membutuhkan perubahan sistem, yakni penerapan sistem kehidupan yang mengayomi, serta me-riayah (mengurusi) kebutuhan rakyat. Saat ini rakyat terhimpit penderitan yang semuanya berpangkal pada kondisi ekonomi yang jauh dari kata ‘’sejahtera’’. Padahal sejatinya pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat. Rasulullah saw. bersabda, ‘’Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.’’ (HR Bukhari Muslim). Juga sabda Rasulullah saw., ‘’Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin’’ (HR Muslim). Dari dua hadis tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pemimpin bertanggung jawab penuh atas kepengurusan rakyat yang dipimpinnya, karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Tentu ini bukan tugas yang mudah.
Dalam kepemimpinan Islam, yakni khalifah dan jajarannya, para pemimpinnya bervisi akhirat. Mereka menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati, dan diliputi rasa takut jika tidak dapat memenuhi amanah dengan baik. Dalam kisah yang masyhur, Khalifah Umar bin Khattab pernah memanggul sendiri gandum dari baitulmal setelah menjumpai seorang ibu yang merebus batu demi menenangkan anak-anaknya yang kelaparan. Beliau selalu berpatroli untuk mengetahui secara langsung kehidupan rakyatnya sehingga bisa memastikan keamanan dan kesejahteraan dapat dirasakan rakyatnya.
Semua itu tidak terjadi tanpa adanya sistem sahih yang menaunginya, yaitu sistem Islam yang semua peraturan hanya berdasar pada Al-Qur'an dan Sunah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Negara meyediakan, memfasilitasi, membimbing rakyatnya untuk mampu memenuhi kebutuhan nafkah baik untuk dirinya maupun keluarganya. Sistem ekonomi Islam mendidik dan mewujudkan masyarakat untuk menjadi sejahtera tanpa meminta imbalan dan pilih kasih.
Negara Khilafah memastikan kesejahteraan rakyat dengan tercukupinya kebutuhan individu rakyat berupa sandang, pangan, dan papan. Juga kebutuhan pokok yang bersifat komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Namun tentunya, semua ini akan terwujud dengan penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Khilafah. Wallahualam.[]
Titin Kartini
0 Komentar