Ibadah Haji: Persatuan Umat Islam yang Semu dan Rapuh?



Siha Utrujah 


#Wacana — Jutaan umat Islam di seluruh dunia setiap tahunnya bagi yang mampu wajib menunaikan ibadah haji, memenuhi kuota. Ibadah haji menunjukkan persatuan umat Islam tanpa ada sekat bangsa, budaya, ras, dan warna kulit. Haji adalah persatuan—simbol akidah—umat Islam, yaitu sama-sama memiliki Allah Yang Esa, Al-Qur'an yang satu, dan Nabi yang satu. Haji merupakan rukun Islam kelima, wajib bagi setiap muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan mental. Sementara bagi umat yang belum mampu menunaikan ibadah haji, maka diganti dengan menyembelih hewan kurban sesuai dengan tuntunan syariat Islam. 


Tepat pada tahun 1446 H, pemerintah Arab Saudi tetapkan Iduladha pada 6 Juni 2025. Para jemaah calon haji dari berbagai negara telah melakukan tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (30/5/2025). Sementara wukuf di Arafah merupakan puncak musim haji pada 5 Juni 2025. Total jumlah jemaah haji tahun ini berkisar 1,83 juta muslim dari berbagai penjuru di seluruh dunia (antaranews.com, 30/05/2025). 


Di tengah Makkah, jutaan umat Islam berkumpul menunaikan ibadah haji, tawaf sambil mengangungkan nama Allah dan memotong hewan sembelihan. Dengan gembiranya menikmati hasil sembelihan daging kurban. Sementara di sisi lain, penderitaan yang tak kunjung selesai di Gaza—anak-anak banyak yang terbunuh dipangkuan ibunya, isak tangis anak-anak yatim piatu ditinggal syahid oleh kedua orang tua mereka. Para ayah menangis histeris tidak sanggup berdiri untuk mensalatkan anak-anak dan istrinya. Mereka hidup di antara puing-puing gedung yang roboh hasil dari bom rudal Zionis Izrael yang disokong Amerika Serikat.


Meskipun sebagian di antara penduduk Gaza ada yang selamat dari serangan bom rudal Izrael, tapi mereka tetap mengalami kelaparan yang ekstrem. Bahkan PBB mengungkapkan Gaza adalah kawasan paling menderita kelaparan tertinggi di dunia (tempo.com, 01/06/2025). Namun, negeri-negeri muslim lainnya sibuk menunaikan ibadah haji. Mereka berkumpul hanya sebagai perwujudan menunaikan kewajiban ibadah mahdhah saja. 


Teriakan seorang warga Gaza mengungkapkan kemarahan dan kesedihannya lewat media sosial atas ketidakpedulian negeri-negeri muslimin untuk membantu dan menolong penderitaan mereka. Abu Qudsy menyampaikan: "Hari raya apa yang sedang kalian bicarakan wahai umat Muhammad? Sementara anak-anak, para wanita, orang tua, para pemuda dibunuh. Dua tahun kami dijadikan kurban sementara kalian tidur. Apakah ini umat yang akan diberi syafaat Rasulullah? Tidak. Selama ini kami telah mengorbankan anak-anak, istri dan keluarga kami. Kami dilaporkan genosida, pengeboman dan kematian. Kalian tawaf di Mekah lalu menanti penyembelihan kambing dan sapi sementara di sini kami disembelih setiap hari raya setiap menit setiap waktu."


Seharusnya dengan ungkapan tersebut, membuat negeri-negeri Islam merasa malu dan sadar bahwa ucapan beliau menyerukan umat Islam adalah satu tubuh yang apabila saudaranya mengalami penderitaan maka umat Islam lainnya ikut merasakan dan menolong mereka dari kejahatan yang dilakukan oleh Zionis Israel. 

Dari An-Nu'man bin Bisyir dia berkata, bahwa Rasulullah bersabda: "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Muslim no. 4685)


Kenapa Umat Islam Hanya Bersatu Ketika Ibadah Haji Saja?

Saat ini umat Islam setiap tahun di penjuru dunia mereka selalu berkumpul ketika melaksanakan ibadah haji saja, tanpa memandang dari negara mana mereka berasal. Berkumpulnya umat Islam di seluruh dunia tidak lain hanya sebatas dorongan ibadah mahdhah saja sebagai bentuk perwujudan menunaikan rukun Islam yang kelima.


Tetapi nyatanya, ukhuwah mereka lemah, hati mereka tidak terpaut, dan barisan mereka terpecah belah, persaudaraan mereka rapuh tanpa saling peduli satu sama lain. Kenapa demikian? Karena ukhuwah umat muslim dicabik-cabik dengan ikatan nasionalisme. Ikatan itu memecah belah umat Islam menjadi bangsa-bangsa yang kecil. Ukhuwah merekapun tercerai berai. 


Mereka juga dipimpin oleh pemimpin masing-masing yang berada di tempat tinggal mereka. Akhirnya, umat Islam terkotak-kotak sehingga mereka menjadi umat yang hanya memikirkan keamanan bangsa mereka masing-masing, tanpa memikirkan penderitaan saudaranya. Adapun yang peduli hanya bisa memberikan bantuan berupa dana dan kecaman saja. Namun, warga Gaza tetap tidak mengalami perubahan apa pun justru makin hari bertambah parah. 


Perlu Persatuan yang Sahih

Untuk membangun umat Islam memiliki persatuan yang sahih dan ukhuwah yang benar adalah dilakukan dengan membangkitkan taraf berpikirnya. Dibentuk oleh akidah dan syariat Islam yang bersanding dengan thariqah-nya, yaitu mendirikan Daulah Islam sehingga mewujudkan persatuan yang kuat dan hakiki. Jika pemikiran terealisasi ke dalam hati, menyatu ke dalam jiwa, dan menyatu dalam tubuh kaum muslim maka terbentuklah persatuan umat Islam yang sahih. 


Ini akan menopang peradaban Islam, membentuk umat yang kuat, saling peduli sesama saudaranya seperti yang disebutkan dalam hadis Rasulullah, "Umat Islam satu tubuh..." apabila saudaranya (warga Gaza) saat ini mengalami penderitaan, maka umat Islam segera bangkit bergerak bersatu di bawah komando Khilafah—menumpas zionis Israel dan merampas kembali tanah Gaza di Palestina.[]

Posting Komentar

0 Komentar