Sambutan untuk Negara Anti-Islam, Layakkah ?

 



Nurjannah


#Wacana — Baru-baru ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron tiba di Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia mendapat sambutan hangat dari Presiden RI Prabowo Subianto. Prabowo menyebut kedatangan presiden Prancis tersebut sebagai suatu kehormatan besar. Namun, Layakkah kehormatan itu dilayangkan untuk negara yang terkenal dengan kebijakan anti-Islam tersebut?


Prancis Negara Anti-Islam

Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah tokoh yang menggaungkan islamophobia di negaranya secara masif ke tingkat yang lebih dari sebelumnya. Macron melancarkan slogan "perang melawan islamisme" dengan menerapkan perundang-undangan yang dirilis 2021 berkaitan dengan separatisme. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk membatasi kebebasan beragama terutama untuk pemeluk Islam. Para kritikus menilai isi undang-undang tersebut lebih mengasingkan komunitas muslim secara tidak adil. (Sindo.news, 13/03/24)

Sejak undang-undang separatis digaungkan, komunitas muslim di Prancis sangat dirugikan. Banyak di antara mereka yang dilecehkan, didiskriminasi, dan diasingkan hanya karena menggunakan hijab. Tidak hanya sampai di sana, pelarangan penggunaan hijab dan abaya juga tak luput dari pengawasan pemerintah setempat. Imbauan larangan penggunaan hijab ini disampaikan oleh menteri pendidikan Prancis, dengan dalih larangan penggunaan simbol agama. 


Terdapat 4 juta orang beragama Islam di Prancis yang artinya negara Prancis adalah rumah terbesar untuk komunitas muslim di dunia Barat. Namun, di negara ini pula seorang muslim tak mendapatkan arti 'rumah' yang aman. Sebab, seorang muslim di Prancis hanya dianggap sebagai ancaman negara, terutama para perempuan yang berhijab. Permusuhan terhadap kaum muslim sangat kental ditemui di sana. Pelecehan dan rasisme, menjadi hal yang lumrah di negara sekuler tersebut.


Tak hanya sampai di sana, perjuangan hidup seorang muslim di negara paling sekuler tersebut sangatlah berat. Hal ini dikarenakan tak hanya pelecehan dan rasisme, sistem kehidupan menjadi seorang muslim juga serba dipersulit. Mulai dari dikucilkan, hingga kesulitan mendapat pekerjaan karena rasisme yang kental di sana. Penolakan penerimaan orang muslim, atau perempuan yang berhijab seolah menjadi sistem yang ketat di negara tersebut.


Indonesia Menyambut?

Beredar foto kebersamaan hangat antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron memicu berbagai tanggapan masyarakat. Bagaimana tidak, hal ini dinilai menjadi tanda tanya besar untuk masyarakat, terlebih melihat 'keromantisan' yang hangat antara keduanya. Di luar itu, pemerintah menjelaskan bahwasannya kedatangan Presiden Prancis tersebut tidak lain merupakan awal dari kesepakatan kerjasama bilateral yang akan dilakukan oleh Indonesia dan Prancis berkaitan dengan kerjasama pertahanan dan diplomasi kebudayaan. 


Menurut Himkahanto dalam Akademi Militer, dikutip dari "Breaking News" Metro TV (29/05/25), kerjasama tersebut dapat menjadi peluang yang baik untuk Indonesia dalam pengembangan teknologi pertahanan dalam negeri. Selain mendatangi Akademi Militer, Macron juga mengunjungi Candi Borobudur. Hal ini dinilai sebagai kerjasama melestarikan kebudayaan warisan dunia, meskipun belum ada informasi resmi terkait isi kesepakatan tersebut. 


Layakkah Berjabat Tangan?

Sikap angkuh presiden Prancis yang dengan lantang memusuhi komunitas muslim di negaranya, seharusnya menjadi tanda pengambilan sikap timbal balik Indonesia sebagai negara muslim terbesar. Hal itu seharusnya dilakukan untuk melindungi komunitas muslim di sana. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)


Rasul saw. menjelaskan bahwa seorang muslim tak melihat dari negara mana dia berasal tetaplah seperti satu tubuh. Artinya, penderitaan yang dirasakan oleh muslim Prancis adalah penderitaan yang juga terasa oleh kaum muslim seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sebagaimana melihat penghinaan dan diskriminasi yang dilakukan oleh musuh Islam, sudah semestinya sikap yang diambil pemimpin muslim adalah dengan tidak berjabat tangan, mengambil langkah dan keputusan tegas, bukan justru berpesta ria menyambut kedatangannya.


Sikap tegas seorang pemimpin muslim dengan tidak berjabat tangan dengan musuh Islam adalah bentuk menjaga kehormatan agama. Penjagaan kehormatan agama adalah harga mati untuk seorang muslim. Namun, melakukannya butuh negara yang kuat untuk dapat memberikan efek jera terhadap para musuh Islam. Penjagaan kehormatan ini tak dapat dilakukan secara individu, tapi harus dilakukan secara sistematis oleh pemimpin negeri muslim dengan bersatunya kaum Muslim seluruh dunia. Persatuan ini harus diperjuangkan oleh seluruh Muslim agar terbentuk kekuatan besar dengan berlandaskan Iman dan Islam. Sehingga, penistaan, penghinaan, dan penindasan terhadap kaum muslim di seluruh dunia tidak lagi terjadi, sebab kehormatan muslim akan terjaga dalam naungan yang kuat dengan sistem Islam.[]



Posting Komentar

0 Komentar