Stop! Jangan Jadi Malin Kundang 5.0



Rini Sarah


#Remaja — Ada-ada saja perilaku anak muda yang membuat geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya, di Bekasi ada anak durhaka sama orang tua?! Dia tega aniaya ibunya hingga mengalami luka-luka dengan pasal sepele saja. Ibunya menolak disuruh meminjam motor punya tetangga. (megapolitan.okezone.com, 23/06/2025)


Malin Kundang 5.0


Perilaku durhaka kepada orang tua terutama ibu kalau di zaman dahulu akan dikaitkan kepada Malin Kundang. Malin Kundang ini adalah urban legend dalam perkara durhaka pada ibunya. Dia terkenal di kalangan boomer hingga milenial. Gen-Z dan Alfa? Hmmm, mungkin ada yang tahu juga. 


Jadi gini ceritanya, Malin Kundang dan ibunya hidup miskin. Dia berinisiatif untuk merantau. Singkat cerita, dia jadi kaya dan menikah. Nah, ketika dia pulang kampung, bertemu dengan ibunya yang berpakaian lusuh. Malulah dia sama istrinya dan tidak mau mengakui ibunya. Ibunya sedih dan sakit hati. Dikutuklah Malin jadi batu. Sampai sekarang Batu Malin Kundang ini ada di pantai di Sumatera Barat.


Rupanya, di abad AI ini, Malin Kundang “bereinkarnasi”. Muncul para Malin Kundang 5.0 dengan berbagai mode durhakanya. Lo kok bisa? Bisa saja, karena selain sekarang abad penerapan AI, di saat yang sama bahkan lebih dulu diterapkan juga sebuah sistem hidup yang bernama sekuler kapitalisme. 


Dalam kehidupan sekuler, manusia dijauhkan dari agama. Anak muda tidak diajarkan untuk taat kepada ajaran agama. Jadi, ya tidak heran kalau anak muda tidak paham dan melaksanakan perintah Allah Swt. dalam Al-Qur’an ini. Allah Swt. berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS al-Isra: 23)


Dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk berbakti pada orang tua. Jangankan memukul, menganiaya, bahkan membunuh, berkata “ah” saja jangan. Jika dilakukan, sudah jelas konsekuensinya adalah dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis. Rasulullah saw. bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar?” Beliau bertanya ini tiga kali. Para sahabat mengatakan, “Tentu, wahai Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Syirik kepada Allah Swt. dan durhaka kepada orang tua.” (HR Bukhari–Muslim) 

Please, don’t do this! Stop! Jadi Malin Kundang 5.0.


Uwais al-Qorni


Yup! Stop jadikan Malin Kundang sebagai referensi memperlakukan kedua orang tua. Sebagai anak kita perlu untuk melihat bagaimana generasi salaf (terdahulu) yang hidup dalam penerapan sistem hidup Islam dalam memperlakukan orang tuanya. Mereka sungguh telah memuliakan kedua orang tuanya.


Sebut saja, Ali bin Husain. Beliau tidak mau satu meja ketika makan dengan Ibunya. Beliau khawatir jika duduk satu meja akan merebut menu yang diinginkan oleh ibunya. Ada juga Usamah yang sigap memanjat pohon kurma karena ibunya memintanya. Apa pun permintaan ibunya, pasti Usamah laksanakan.


Masih kurang? Ada Usman bin Affan yang tidak pernah menunda-nunda perintah ibunya. Lalu, ada Haritsah bin an-Nu’man. Beliau senantiasa membasuh kepala ibunya, menyuapi, dan tidak pernah banyak bertanya ketika ibunya memerintahkan sesuatu.


Masih kurang juga? Baiklah, ada kisah yang fenomenal juga tentang berbaktinya seorang anak kepada ibunya. Kisah Uwais al-Qorni.


Uwais al-Qorni hidup miskin bersama ibunya yang lumpuh di Yaman. Beliau sangat berbakti kepada ibunya. Suatu hari, ibunya berkata bahwa ia ingin menunaikan ibadah haji.


Uwais mulai berpikir. Di tengah kesulitan ekonomi, ia tidak mempunyai ongkos yang cukup untuk pergi ke Tanah Suci. Akhirnya, dengan uang yang ada, Uwais membeli seekor lembu kecil.


Setiap hari, lembu kecil itu dia gendong naik turun bukit. Ia pun tidak peduli perilakunya menjadi bahan julid para tetangga. Hingga lembu jadi besar dan badan Uwais menjadi kuat. 


Setelah badannya menjadi kuat, Uwais gendong ibunya dari Yaman ke Mekah untuk mewujudkan keinginan sang ibu beribadah haji. Masya Allah, such a lovely son.


Insya Allah, kita pun bisa menjadi Uwais abad ini. Awali mimpi ini dengan mengkaji ilmu Islam dan konsisten melaksanakannya. Lalu, ajak teman-teman lain mengkaji Islam juga. Serunya kan...rame-rame...! 

Posting Komentar

0 Komentar