Annisa Suciningtyas
#Wacana — Merince Kogoya, finalis Miss Indonesia 2025 dari Provinsi Papua Pegunungan, didiskualifikasi setelah video dirinya mengibarkan bendera Israel viral di media sosial. Dalam akun Instagram @kogoya_merry, ia menuliskan pernyataan kontroversial, “Giat bagi SION, Setia bagi YERUSALEM, Berdiri bagi ISRAEL, Bangkit bagi Negeri dan Menuai bagi Bangsa-bangsa.” Tindakan ini menuai kecaman publik, mengingat posisi Indonesia yang tegas mendukung kemerdekaan Palestina. (Liputan6.com, 06/07/2025)
Pengibaran bendera Israel bukanlah sesuatu yang aneh di tanah Papua. Mengutip dari artikel BBCNewsIndonesia.com (02/07/2025), Rutce Bosawer perempuan asli Papua yang bergiat di aktivisme sosial menyebutkan bahwa tidak ada permasalahan mengenai penggunaan atribut atau pengibaran bendera berlambang Israel. Rustce juga menyebutkan bahwa penggunaan simbol Israel dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi hal biasa di Papua.
Meski Merince Kogoya bukanlah seorang muslim, bukan berarti dukungannya terhadap pelaku genosida yang terjadi pada Palestina saat ini dapat dibenarkan. Sebab, dukungan yang ditunjukkan terkait pembelaannya kepada Israel sangatlah berbahaya. Ini sama saja berkontribusi penuh dalam upaya menormalisasikan entitas penjajah di tengah opini publik, terlebih lagi posisinya yang saat itu sebagai finalis Miss Indonesia 2025.
Kejadian ini bukanlah masalah yang sepele. Justru ini bukti nyata bahwa sistem hari ini membuka ruang luas bagi siapa pun dalam menyuarakan dukungan terhadap pelaku genosida. Saat platform publik seperti ajang kecantikan Miss Indonesia dijadikan kancah menyebarkan slogan-slogan pro-Israel, maka ini bukan lagi bentuk dari kebebasan berpendapat melainkan dapat membuka ruang untuk menormalisasikan Zionisme.
Zionisme sendiri merupakan ideologi penjajahan untuk mendirikan entitas yang bernama Israel di atas darah dan tanah Palestina. Jadi, mereka bukanlah entitas korban, tapi pelaku kejahatan internasional yang telah membunuh anak-anak, merampas rumah, meratakan masjid, dan menodai kehormatan umat.
Persoalan Palestina bukanlah hanya milik umat Islam semata, tapi persoalan kemanusiaan dan keadilan global, sekalipun kita melihat dari kacamata bukan Islam. Apalagi ketika kita sebagai seorang muslim melihatnya dari sudut pandang syariat. Maka persoalan seperti ini sangatlah urgent.
Tentu saja ini bukan hanya masalah personal, melainkan indikasi dari rusaknya bangunan ideologi bangsa. Kita memang tidak bisa menutup mata bahwa Papua merupakan wilayah dengan populasi Kristen yang besar, dan dalam beberapa dekade terakhir mengalami penetrasi kuat dari misi Kristen Zionis. Banyak gereja di Papua yang di dokrin memuliakan Israel sebagai ‘bangsa pilihan Tuhan’. Menyamakan dukungan terhadap Zionisme sebagai bagian dari iman. Jelas ini merupakan penyusupan ideologi yang berbahaya jika tidak diimbangi dengan narasi kebenaran.
Inilah yang terjadi jika negara tidak hadir dalam membentengi masyarakat dari ideologi-ideologi berbahaya dan musuh-musuh Islam. Sehingga banyak dari masyarakat masih bingung mana yang lawan dan mana yang kawan akibat tidak adanya ketegasan dari negara.
Fenomena buah dari sistem kufur yang membebaskan opini tanpa batas, faktanya malah membatasi kebenaran yang lahir dari wahyu Allah. Kejadian Merince tidak cukup dengan hanya mengutuk secara personal. Jika ingin terhindari dari penyusupan ideologi penjajahan maka yang dibutuhkan adalah sebuah sistem yang berlandasakan pada akidah Islam.
Kasus Merince merupakan sebuah alarm untuk negara ini. Apa yang dilakukan Merience bukanlah sekadar kesalahan informasi, melainkan karena lemahnya pengawasan negara terhadap prinsip dasar dan pembinaan masyarakat. Sehingga, narasi musuh-musuh Islam masuk kedalam pemikiran masyarakat. Belum lagi lemahnya pendidikan Islam, serta adanya sentimen keterpinggiran yang terpelihara menjadikan sebagian masyarakat Papua mudah dijerat propaganda Zionis. Kasus Merince Kogoya adalah bukti negara telah gagal menjaga masyarakat dari infiltrasi pemikiran musuh karena tidak berlandaskan pada akidah Islam.
Islam bukan hanya agama ritual yang hanya ada di masjid-masjid saja, melainkan sebuah aturan hidup yang menyeluruh termasuk bagaimana menghadapi para pelaku genosida. Islam melindungi opini umum umat dari infiltrasi pemikiran musuh. Menindak tegas siapa pun yang membela dan mendukung penjajahan tanpa melihat status sosial atau agama. Maka, sebagai seorang muslim kita tidak boleh diam melihat kezaliman.[]
0 Komentar