Shazia Alma
#TelaahUtama — Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025 mencatat lebih dari satu juta lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih menganggur. Hal ini mengindikasikan bahwa gelar pendidikan tinggi tidak selalu memastikan masa depan yang sukses. Nyatanya, banyak lulusan yang kesulitan memperoleh pekerjaan, meskipun sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk belajar. Ini bukan sekadar masalah individu, melainkan tanda adanya masalah serius dalam sistem negara.
Anggota DPR menyebutnya sebagai kegagalan sistemik (medcom.id, 08/97/2025). Artinya, ada kesalahan besar dalam cara negara mengelola pendidikan, ekonomi, dan pembangunan manusia. Sayangnya, sistem yang berlaku sekarang—yakni sistem sekuler—telah memisahkan pendidikan dari nilai agama dan tanggung jawab negara terhadap rakyat.
Islam Memandang Ilmu Bukan Sekadar Gelar
Islam melihat pendidikan bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tapi juga untuk mencetak manusia yang berilmu dan beramal. Imam al-Ghazali pernah mengatakan, “Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” (Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, Juz I). Dalam Islam, ilmu seharusnya membentuk akhlak, memberi manfaat bagi masyarakat, dan menjadikan seseorang mampu berkontribusi.
Dalam kitab Nizām al-Islām (Sistem Islam) dijelaskan bahwa pendidikan dalam Islam harus menanamkan pola pikir Islam ('aqliyyah) dan kecenderungan Islam (nafsiyyah), serta menyiapkan umat untuk hidup sesuai syariat dan berperan di tengah masyarakat. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam dan membekali ilmu kehidupan (Nizām al-Islām, Dar al-Ummah, Beirut, cet. ke-4, 2001, hlm. 90–94).
Negara Islam Menjamin Pendidikan dan Pekerjaan
Tokoh pemikir Islam, Syekh Taqiyyudin an-Nabhani, menjelaskan bahwa masalah besar seperti pengangguran terjadi karena ilmu dan negara dipisahkan dari agama (123dok.com). Menurut beliau, solusi tuntas hanya bisa dicapai dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) melalui negara bernama Khilafah—yakni sistem pemerintahan Islam yang menjalankan syariat dan benar-benar mengurusi rakyatnya.
Syekh An-Nabhani menulis bahwa dalam sistem Islam, negara memiliki empat prinsip utama: hukum harus berdasarkan syariat Islam, kekuasaan dari rakyat, pengangkatan pemimpin Islam (khalifah) adalah kewajiban, dan hanya khalifah yang berwenang menetapkan hukum Islam dalam negara (studocu.id). Dengan prinsip ini, negara Islam bertugas menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan dan pekerjaan.
Dalam bukunya At-Takattul al-Hizbiy, beliau mengkritik keras sistem kapitalisme Barat yang telah merusak dunia Islam. Dalam sistem itu, pendidikan dipisahkan dari nilai agama (researchgate.net), dan negara menyerahkan urusan rakyat kepada pasar. Akibatnya, pendidikan hanya mencetak pencari kerja, bukan pionir manfaat. Negara pun mengabaikan tanggung jawabnya dalam menyediakan kesempatan kerja.
Sebaliknya, dalam sistem Khilafah, pendidikan dirancang agar lulusan siap langsung bekerja dan mengabdi di tengah masyarakat. Negara bertanggung jawab menciptakan industri dan lembaga yang menyerap tenaga kerja. Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur, An-Nabhani menyusun pasal-pasal yang menyatakan bahwa pendidikan harus gratis dan pekerjaan dijamin oleh negara.
Sejarah Membuktikan
Dalam sejarah Islam, Khilafah pernah menjadi pelopor kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus menjamin kesejahteraan rakyat. Di era Abbasiyah, lembaga seperti Bayt al-Hikmah menjadi pusat ilmu yang dibiayai oleh negara. Para ilmuwan seperti al-Khawarizmi dan ar-Razi menghasilkan karya nyata yang digunakan oleh masyarakat.
Di era Utsmaniyah, sistem wakaf digunakan untuk mendanai sekolah, pelatihan keterampilan, dan rumah sakit. Bahkan negara membangun pusat keterampilan (dar al-sanā‘ah) untuk membantu rakyat mendapatkan keahlian dan pekerjaan. Semua ini dilakukan karena dalam Islam, negara tidak boleh membiarkan rakyat hidup tanpa jaminan.
Perubahan Harus Menyeluruh
Mengatasi pengangguran lulusan bukan cukup dengan revisi kurikulum atau pelatihan kerja. Solusi sejati adalah perubahan sistem. Kita membutuhkan sistem yang mempersatukan pendidikan, ekonomi, dan politik dalam naungan Islam. Dalam sistem Islam kafah, negara bukan hanya memberi gelar, tapi juga menjamin kesejahteraan dan lapangan kerja.
Sudah saatnya kita menengok kembali sejarah Islam. Bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Kita tidak kekurangan sarjana. Yang kita butuhkan adalah sistem yang benar—yang menjadikan ilmu sebagai jalan amal, dan negara sebagai pelindung rakyatnya.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri." (TQS ar-Ra'd: 11)
0 Komentar