Ironi 80 Tahun Kemerdekaan, Indonesia Masih Terjajah




Annisa Suciningtyas

 

#Wacana — Sudah 80 tahun sejak bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, apa arti sebuah kemerdekaan jika kedaulatan sejati tak pernah dimiliki? Bahkan hingga saat ini pun ironi yang menyayat hati masih menjadi persoalan bangsa yang katanya sudah merdeka. Sebab faktanya, rakyat masih bergelut dengan kemiskinan, penganggur, dan ketimpangan sosial antara penguasa dengan rakyat. Bahkan pada bidang ekonomi banyak terjadi PHK massal terhadap pekerja dalam berbagai sektor, seperti industri tekstil, manufaktur, hingga teknologi.

 

Tidak hanya sampai di sini saja, mereka yang sudah bekerja pun mendapatkan penghasilan yang tak sebanding dengan harga kebutuhan pokok yang kian melambung, ditambah kebijakan pajak yang makin hari makin mencekik rakyat. Akibatnya banyak masyarakat yang terpaksa bertahan hidup dari tabungan yang setiap harinya kian terkikis. Masyarakat kelas menengah yang dulu menjadi penopang ekonomi kini mulai terpontang-panting kedalam jurang kemiskinan.

 

Masalah lain yang turut melemahkan bangsa ini ialah perampasan potensi generasi demi memperkuat cengkeraman kapitalisme. Alih-alih diarahkan untuk membangun pemikiran-pemikiran Islam sebagaimana mestinya, pemikiran mereka malah dialihkan ke arah sistem kufur yang telah menghancurkan negeri ini dari dalam. Melalui kurikulum pendidikan, media sosial, bahkan hingga hiburan, para generasi muda terus-menerus dijejali oleh pemikiran rusak yang menjauhkan mereka dari Islam yang kafah.

 

Penyisipan ide-ide pemikiran seperti deradikalisasi, Islam moderat, dialog antar agama, dan berbagai gagasan lain yang disajikan dengan bahasa yang terdengar indah hakikatnya merupakan sebuah alat untuk melemahkan semangat perjuangan dan menghancurkan akar kesadaran politik. Generasi bangsa dipaksa menormalisasikan ketidakadilan dari penguasa zalim, menjadikan barat sebagai standar acuan kehidupan, dan membatasi Islam hanya sebatas ibadah ritual yang terpisah dari kehidupan.

 

Betapa bahayanya dampak dari penjajahan ideologis—umat terutama generasi mudanya banyak yang tidak mampu berpikir sahih, bahkan beberapa dari mereka kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim dan merasa nyaman dengan sistem yang telah merugikan mereka sendiri. Konsekuensinya, lahirlah generasi yang kehilangan visi besar sebagaimana generasi Islam terdahulu. Banyak di antara mereka yang meremehkan hukum syariat dan cenderung menjadi alat kepentingan Barat daripada membela agama sendiri.

 

Meskipun Indonesia telah terbebas dari penjajahan fisik sejak tahun 1945, kenyataannya negeri ini masih terbelenggu oleh bentuk penjajahan yang lebih halus tapi tak kalah mematikan. Kemerdekaan yang sejati seharusnya tercermin dalam kesejahteraan rakyat, yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar setiap warga. Jika rakyat masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka pada hakikatnya Indonesia belum benar-benar merdeka.

 

Kemerdekaan sejati juga tampak ketika umat Islam memiliki kebebasan penuh untuk membentuk cara berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber dari wahyu. Namun, realitas saat ini menunjukkan arah sebaliknya. Umat justru dibentuk untuk mengadopsi standar, nilai, dan sistem yang lahir dari pandangan hidup sekuler kapitalisme, yang secara mendasar bertentangan dengan hukum syariat.

 

Kondisi ini muncul sebagai dampak dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang abai terhadap kesejahteraan rakyat. Alih-alih melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sistem sekuler kapitalisme ini justru mengutamakan kepentingan para pemilik modal. Akibatnya, kesenjangan makin melebar antara para kapitalis yang makin kaya dengan rakyat yang makin terhimpit kemiskinan.

 

Penerapan sistem Islam secara kafah merupakan kebutuhan mendesak sekaligus solusi hakiki bagi kondisi ini. Sistem Islam mampu mewujudkan kesejahteraan yang nyata dengan mengelola kepemilikan umum dan mengalokasikan seluruh hasilnya untuk kepentingan rakyat. Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap rakyat. Negara melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan pekerjaan. Negara juga memberikan tanah bagi yang mau menghidupkan. Bagi fakir miskin, negara memberikan santunan dari baitulmal.

 

Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kafah, pemikiran umat dapat senantiasa terjaga agar tetap selaras dengan aturan syariat. Sistem ini membimbing masyarakat untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada Allah, membentuk pola pikir dan pola hidup yang berlandaskan iman, serta menjauhkan umat dari ideologi dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam.

 

Untuk meraih kemerdekaan hakiki, butuh aktivitas perubahan hakiki. Saat ini mulai tampak adanya geliat perubahan di tengah masyarakat, terlihat dari berbagai fenomena seperti tren One Piece dan lainnya. Namun, perubahan tersebut belum menyentuh akar persoalan, yaitu keberlangsungan sistem kapitalisme. Karena itu, diperlukan perubahan mendasar yang dipimpin oleh jemaah dakwah Islam ideologis yang berjuang mengubah tatanan dari sistem kufur menuju sistem Islam secara menyeluruh.[]

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar