Annisa Suciningtyas
#Wacana — Sudah 80 tahun sejak
bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, apa arti sebuah kemerdekaan
jika kedaulatan sejati tak pernah dimiliki? Bahkan hingga saat ini pun ironi
yang menyayat hati masih menjadi persoalan bangsa yang katanya sudah merdeka.
Sebab faktanya, rakyat masih bergelut dengan kemiskinan, penganggur, dan
ketimpangan sosial antara penguasa dengan rakyat. Bahkan pada bidang ekonomi
banyak terjadi PHK massal terhadap pekerja dalam berbagai sektor, seperti
industri tekstil, manufaktur, hingga teknologi.
Tidak hanya sampai di sini saja,
mereka yang sudah bekerja pun mendapatkan penghasilan yang tak sebanding dengan
harga kebutuhan pokok yang kian melambung, ditambah kebijakan pajak yang makin
hari makin mencekik rakyat. Akibatnya banyak masyarakat yang terpaksa bertahan
hidup dari tabungan yang setiap harinya kian terkikis. Masyarakat kelas
menengah yang dulu menjadi penopang ekonomi kini mulai terpontang-panting
kedalam jurang kemiskinan.
Masalah lain yang turut melemahkan
bangsa ini ialah perampasan potensi generasi demi memperkuat cengkeraman
kapitalisme. Alih-alih diarahkan untuk membangun pemikiran-pemikiran Islam
sebagaimana mestinya, pemikiran mereka malah dialihkan ke arah sistem kufur
yang telah menghancurkan negeri ini dari dalam. Melalui kurikulum pendidikan,
media sosial, bahkan hingga hiburan, para generasi muda terus-menerus dijejali
oleh pemikiran rusak yang menjauhkan mereka dari Islam yang kafah.
Penyisipan ide-ide pemikiran seperti
deradikalisasi, Islam moderat, dialog antar agama, dan berbagai gagasan lain
yang disajikan dengan bahasa yang terdengar indah hakikatnya merupakan sebuah
alat untuk melemahkan semangat perjuangan dan menghancurkan akar kesadaran
politik. Generasi bangsa dipaksa menormalisasikan ketidakadilan dari penguasa
zalim, menjadikan barat sebagai standar acuan kehidupan, dan membatasi Islam
hanya sebatas ibadah ritual yang terpisah dari kehidupan.
Betapa bahayanya dampak dari
penjajahan ideologis—umat terutama generasi mudanya banyak yang tidak mampu berpikir
sahih, bahkan beberapa dari mereka kehilangan jati dirinya sebagai seorang
muslim dan merasa nyaman dengan sistem yang telah merugikan mereka sendiri.
Konsekuensinya, lahirlah generasi yang kehilangan visi besar sebagaimana
generasi Islam terdahulu. Banyak di antara mereka yang meremehkan hukum syariat
dan cenderung menjadi alat kepentingan Barat daripada membela agama sendiri.
Meskipun Indonesia telah terbebas
dari penjajahan fisik sejak tahun 1945, kenyataannya negeri ini masih
terbelenggu oleh bentuk penjajahan yang lebih halus tapi tak kalah mematikan.
Kemerdekaan yang sejati seharusnya tercermin dalam kesejahteraan rakyat, yakni
terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar setiap warga. Jika rakyat masih kesulitan
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka pada hakikatnya Indonesia belum benar-benar
merdeka.
Kemerdekaan sejati juga tampak
ketika umat Islam memiliki kebebasan penuh untuk membentuk cara berpikir,
bersikap, dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber dari
wahyu. Namun, realitas saat ini menunjukkan arah sebaliknya. Umat justru
dibentuk untuk mengadopsi standar, nilai, dan sistem yang lahir dari pandangan
hidup sekuler kapitalisme, yang secara mendasar bertentangan dengan hukum
syariat.
Kondisi ini muncul sebagai dampak
dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang abai terhadap kesejahteraan
rakyat. Alih-alih melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sistem sekuler
kapitalisme ini justru mengutamakan kepentingan para pemilik modal. Akibatnya,
kesenjangan makin melebar antara para kapitalis yang makin kaya dengan rakyat
yang makin terhimpit kemiskinan.
Penerapan sistem Islam secara kafah
merupakan kebutuhan mendesak sekaligus solusi hakiki bagi kondisi ini. Sistem
Islam mampu mewujudkan kesejahteraan yang nyata dengan mengelola kepemilikan
umum dan mengalokasikan seluruh hasilnya untuk kepentingan rakyat. Negara
berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga seperti sandang,
pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan sebagai bentuk tanggung
jawab terhadap rakyat. Negara melakukan industrialisasi sehingga membuka
lapangan pekerjaan. Negara juga memberikan tanah bagi yang mau menghidupkan.
Bagi fakir miskin, negara memberikan santunan dari baitulmal.
Hanya dengan penerapan sistem Islam
secara kafah, pemikiran umat dapat senantiasa terjaga agar tetap selaras dengan
aturan syariat. Sistem ini membimbing masyarakat untuk hidup dalam ketaatan
penuh kepada Allah, membentuk pola pikir dan pola hidup yang berlandaskan iman,
serta menjauhkan umat dari ideologi dan perilaku yang bertentangan dengan
ajaran Islam.
Untuk meraih kemerdekaan hakiki,
butuh aktivitas perubahan hakiki. Saat ini mulai tampak adanya geliat perubahan
di tengah masyarakat, terlihat dari berbagai fenomena seperti tren One Piece
dan lainnya. Namun, perubahan tersebut belum menyentuh akar persoalan, yaitu
keberlangsungan sistem kapitalisme. Karena itu, diperlukan perubahan mendasar
yang dipimpin oleh jemaah dakwah Islam ideologis yang berjuang mengubah tatanan
dari sistem kufur menuju sistem Islam secara menyeluruh.[]
0 Komentar