Tri Riesna Riandayani
#Bekasi — Kota Bekasi menghadapi tantangan serius dibidang kesehatan. Membludaknya kasus HIV/AIDS seperti bola salju yang terus membesar jika tidak ditangani. Tahun 2025 dari 50.583 orang yang melakukan pemeriksaan tes HIV di Kota Bekasi ditemukan 321 kasus HIV baru.
Data ini menunjukkan jumlah masyarakat yang melakukan pemeriksaan makin meningkat. "Jika dilihat berdasarkan data tren orang yang berhasil di tes HIV dari tahun ke tahun semakin banyak, sedangkan temuan kasus baru nya semakin menurun," ujar Vevie (Metrotvnews.com, 15-09-2025). Dari total 321 kasus baru yang ditemukan sepanjang 2025 sebanyak 207 kasus (64℅) terdeteksi pada rentang usia produktif. (rakyatbekasi.com, 14-09-2025)
Kota Bekasi mencatat sekitar kurang lebih 3600 orang mengidap HIV/AIDS menempatkan sebagai wilayah dengan kasus tertinggi kedua setelah Bandung. Usia penderita HIV/AIDS di Kota Bekasi berasal dari kelompok usia 0–36 tahun. Faktor perilaku seksual beresiko dan penyalahgunaan narkoba. (bekasisatu.com, 11-09-2025)
Meskipun terlihat ada penurunan dari jumlah kasus baru tetap saja hasilnya masih belum signifikan. Justru potensi untuk melonjak masih sangat mungkin terjadi mengingat penanganannya masih bersifat parsial belum menyeluruh sampai keakarnya.
Akar Masalah
Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah kota Bekasi maupun negara, sebab lagi-lagi negara dihadapkan pada buah dari sistem sekuler-liberalisme. Maraknya perilaku sex bebas dan penyalahgunaan narkoba tidak terlepas dari kehidupan masyarakat sekuler-liberal. Sekularisme menyebabkan pemisahan agama dengan kehidupan. Masyarakat mayoritas muslim dibuat tidak lagi paham standar halal haram yang sesuai syariat. Agama tidak lagi dijadikan pedoman hidup dalam keseharian, sekadar hanya seremonial saja. Agama hadir hanya dalam acara kelahiran, pernikahan, kematian, dan acara yang bersifat seremonial saja. Selebihnya agama tidak digunakan dalam mengatur pergaulan, ekonomi, politik, dan pendidikan.
Dari sekularisme ini melahirkan liberalisme, kebebasan berperilaku. Alih-alih mengatasnamakan hak asasi manusia perilaku sex bebas, penyimpangan seksual, gonta ganti pasangan, penyalahgunaan narkoba. Seolah semua itu menjadikannya hal lumrah yang biasa terjadi di sekitar kita. Ditambah kurangnya kontrol dari lingkungan dan peran negara dalam pengaturan kebijakan. Yang tidak memberi efek jera bagi pelaku maksiat dan tidak memberikan pembelajaran bagi masyarakat lainnya.
Budaya Barat yang menganut liberalisme dengan "kebebasannya" membuat kaum muda di Indonesia banyak mengadopsinya melalui sosial media. Ditambah lagi negara kurang serius dalam pembatasan konten-konten yang sebenarnya tak layak dikonsumsi masyarakat luas bahkan anak-anak.
Islam Solusi Cerdas
Hukum Islam bersifat komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari tataran individu (akidah, ibadah, akhlak), lingkungan (sosial dan alam), hingga negara yang kesemuanya berlaku sistematis. Semuanya terkait satu dengan yang lainnya tak bisa dipisahkan. Ketika ada bagian yang tercerabut maka merusak tatanan yang lainnya.
Sebab Allah sebagai Maha Pencipta (Al-Khalik) dan Allah sebagai Maha Pengatur (Al-Mudabbir). Bagaimana mungkin Allah ciptakan bumi dan seluruh isinya tanpa aturan yang sempurna. Dalam Islam jelas ada aturan tentang batasan pergaulan. Berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang bersabda, "Aku tidak meninggalkan fitnah (cobaan, malapetaka, atau penyebab malapetaka) setelahku lebih dari (fitnah) wanita untuk pria." (Hadis Riwayat Muslim)
Berikut aturan Islam untuk menekan angka HIV/AIDS, dari hulu hingga hilir.
1. Larangan ikhtilat. Ikhtilat dilarang karena dikhawatirkan akan terjadi zina, sesuai dengan Surah Al-Isra Ayat 32, "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk." Banyak pula penghembuskan fitnah wanita untuk menghancurkan kaum lelaki. Terlebih memang begitu besarnya kerugian fitnah syahwat hingga Allah membatasi pergaulan antara lelaki dan wanita. Salah satunya dengan pelarangan ikhtilat yaitu bercampur baurnya wanita dan lelaki dalam satu tempat.
2. Harus adanya mahram ketika seseorang wanita bepergian jauh. Wanita dikenakan aturan untuk bepergian dengan disertai mahram. Sebutan bagi orang yang haram untuk dinikahi berdasarkan syariat Islam, karena adanya ikatan nasab (keturunan), persusuan (radha'ah), atau pernikahan (mushaharah). Atas dasar itu pula konsep mahram sangat penting untuk membatasi batasan aurat, safar (bepergian), dan interaksi sosial yang sesuai dengan hukum Islam. Bagaimana aturan aurat yang boleh tampak dan tidak tampak di hadapan yang bukan mahram. Bagaimana wanita untuk bepergian harus diserai mahramnya. Bagiamana seorang wanita interaksinya pun dibatasi di tempat umum. Begitu banyak aturan melekat pada setiap muslim bukan berarti mengekang kebebasannya, melainkan dengan aturan itu Allah ingin menyelamatkan manusia dari dosa besar.
3. Amar makruf nahi mungkar. Dalam Islam pun disebutkan untuk beramal makruf nahi mungkar. Barang siapa melihat kemungkaran hendaklah ia menghilangkannya dengan tangannya, jika ia mampu. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya adalah selemah-lemahnya iman. Urgensi makruf nahi mungkar ini merupakan pokok dan rukun syariat Islam yang besar. Bahkan Allah menjanjikan keberuntungan bagi kelompok umat yang menjalankan sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Imran Ayat 104, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung."
4. Larangan berzina. Negara sebagai pelaksana pemerintahan harus melakukan sanksi tegas pada setiap pelaku zina. Hal ini bertujuan agar memberi efek jera dan pembelajaran bagi masyarakat luas. Allah telah menetapkan jalan bagi mereka (para wanita). Jika seorang pria lajang berzina dengan seorang wanita lajang, (mereka harus menerima) seratus cambukan dan pengasingan selama satu tahun. Dan jika seorang pria yang sudah menikah berzina dengan seorang wanita yang sudah menikah, mereka harus menerima seratus cambukan dan dirajam sampai mati.
5. Pendidikan Islam. Pemahaman individu tentang hukum dan aturan Islam ini seyogianya di bentuk sejak dini. Hal ini dilakukan melalui kurikulum pendidikan yang berbasis tsaqafah Islam di sekolah-sekolah maupun di majelis-majelis. Hal ini agar ilmu yang didapat menjadi pemahaman yang benar sesuai dengan Al-Qur'an dan sunah, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan aturan Islam secara sempurna. Jika semuanya dijalankan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dan Rasullulah saw. lakukan, maka niscaya kemaksiatan dan turunannya (penyalahgunaan narkoba, HIV/AIDS) akan jauh berkurang dan hilang. Pilihannya hanya mau tidaknya kita sebagai muslim mematuhi dan menggunakan aturan yang sudah Allah buat ini agar selamat di dunia hingga selamat di akhirat.
0 Komentar