Efisiensi Pembelajaran dan Masa Depan Pendidikan Bangsa

 



Irma Sari Rahayu

 

 

#Bekasi — Karut-marut pendidikan tanah air seakan tak pernah usai. Mulai dari kurikulum yang tak ajek atau berubah-ubah, permasalahan guru, hingga dana pendidikan yang kian dipangkas oleh pemerintah.

 

 

Demi alasan efisiensi pembelajaran, anggaran dan pemerataan fasilitas, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi merencanakan adanya penggabungan sekolah tingkat SD dan Pengawas Sekolah tingkat kecamatan. Usulan merger  sekolah ini diutamakan untuk sekolah SD negeri yang berada di perumahan dan memiliki siswa kurang dari 500 orang.

 

 

Mengapa Harus Merger?

Rencana penggabungan 50 sekolah SD negeri yang digagas Disdik Kota Bekasi pada bulan Mei 2025, seperti dikutip dari Rakyatbekasi.com (22-05-2025), saat ini memasuki fase sosialisasi kepada warga sekitar sekolah. Mulai dari orang tua siswa, RT, RW, kelurahan hingga kecamatan. Disdik Kota Bekasi menjelaskan alasan penggabungan 50 sekolah dasar ini adalah karena ada beberapa sekolah yang letaknya berdekatan dalam satu wilayah, jumlah siswa yang sedikit yaitu kurang dari 500 anak atau sekolah kerap terendam banjir.

 

 

Disdik menilai, jika sekolah-sekolah tersebut digabungkan, maka perolehan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dapat lebih besar sehingga efisien dimanfaatkan sekolah. Sekolah dapat menggunakannya untuk membeli buku, perbaikan fasilitas, melengkapi alat ajar, dll. Jika suatu sekolah siswanya sedikit, dana BOS yang didapat juga sedikit.

 

 

 

Selain masalah efisiensi dana, penggabungan sekolah ini diharapkan dapat mengurai masalah kekurangan guru dan staf tata usaha. Tak akan ada lagi sekolah yang kekurangan guru karena sudah ditempatkan sesuai kebutuhan sekolah.

 

 

Menuai Pro dan Kontra

Kebijakan untuk menggabungkan 50 sekolah ini menuai pro dan kontra di masyarakat.  Penolakan merger diajukan oleh orang tua siswa yang bersekolah di SDN Margahayu IX Bekasi Timur. Sekolah ini termasuk ke dalam sekolah yang akan digabung karena berada di daerah rawan banjir dan siswanya kurang dari 180 orang. Namun karena ada penolakan, rencana merger dibatalkan. (radarbekasi.id, 11-08-2025)

 

 

Rencana merger ini pun dikomentari oleh Pengamat Pendidikan Tengku Imam Kobul Mohamad Yahya S. Menurutnya, merger sekolah bisa dilakukan dengan beberapa pertimbangan, antara lain jumlah siswa yang sedikit dalam kurun waktu 35 tahun. Kondisi ini pun masih harus dievaluasi dan dibandingkan dengan SD swasta yang letaknya berdekatan. Jika jumlah siswa SD swasta pun sedikit, maka merger bisa dilakukan, tapi jika lebih banyak, maka SD negeri perlu mengevaluasi diri.

 

 

Pertimbangan berikutnya adalah letak sekolah yang jauh dari pemukiman penduduk, terletak di kawasan rawan bencana, dan jumlah guru, sarana dan prasarana sekolah sangat minim. Kondisi-kondisi ini layak dipertimbangkan untuk menggabungkan dua sekolah agar lebih efektif.

 

 

Pertaruhan Masa Depan Pendidikan

Sejak diberlakukannya pemangkasan anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp8 triliun sebagai imbas efisiensi anggaran oleh pemerintah pada bulan Februari 2025, Dinas Pendidikan Bekasi pun terkena dampaknya.

 

 

Kebijakan merger sekolah diambil demi efektivitas pengelolaan dana sekolah. Merger sekolah juga dianggap mampu mengatasi masalah ketersediaan sekolah SMP negeri, karena gedung sekolah SD yang tidak dipakai akan digunakan untuk SMP. Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya mampu mengatasi masalah pendidikan di Bekasi yang sesungguhnya.

 

 

Jika diamati, sekolah SD negeri di perumahan,   awalnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan pendidikan penduduk setempat dan disesuaikan dengan jumlah peserta didiknya. Saat belum ada sekolah swasta baik yang berbasis agama atau umum, SD negeri masih menjadi pilihan utama penduduk sekitar. Namun, sejak menjamurnya sekolah swasta yang secara kualitas pendidikan, sarana dan prasarana lebih unggul, penduduk dengan tingkat ekonomi menengah ke atas lebih memilih menyekolahkan anaknya di sana. Maka, wajar jika SD negeri akhirnya makin berkurang peserta didiknya.

 

 

Kondisi ini seyogianya juga menjadi evaluasi Dinas Pendidikan, Kementerian Pendidikan hingga pemerintah. Kualitas SD negeri saat ini mulai dikeluhkan orang tua siswa. Meski masih ada SD negeri yang memiliki kualitas baik, tetapi biasanya adalah yang berpredikat sekolah unggulan. Sedangkan yang bukan, siswa seakan mendapatkan kualitas pendidikan seadanya.

 

 

Belum lagi ketersediaan SMP negeri yang belum mencukupi. Adanya kebijakan zonasi yang kemudian diubah menjadi domisili untuk mendapatkan SMP negeri, turut menambah karut-marut persoalan pendidikan. Kebijakan berjalan sementara jumlah SMP negeri terdekat dengan tempat tinggal siswa belum memadai.

 

 

Sistem kapitalisme saat ini makin memperlihatkan sisi buruknya dengan menjadikan negara abai terhadap tanggung jawabnya mencerdaskan generasi. Pendidikan tak ubahnya transaksional yang berhitung untung dan rugi. Padahal seharusnya negara menyediakan pendidikan terbaik bagi rakyat sebagai investasi pembangunan. Maka sudah sepantasnya anggaran pendidikan dikucurkan sebanyak-banyaknya, bukan malah dipangkas. Sangat berbeda perhatian yang diberikan perintah kepada para pejabat. Di saat dana pendidikan di efisiensi, mereka malah mendapat gaji dan tunjangan bernilai fantastis. Sungguh miris!

 

 

Pendidikan Tanggung Jawab Negara

Islam menganggap pendidikan sebagai hal yang utama dan wajib bagi setiap individu. Rasulullah saw. bersabda, ”Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim." (Hadis Riwayat Ibnu Majah dan Abu Daud). Atas kewajiban ini, maka Allah Swt. meletakkan tanggung jawab kepada negara untuk mewujudkannya, karena pendidikan termasuk kebutuhan dasar yang bersifat kolektif.

 

 

Sepanjang masa kejayaan Islam, para pemimpin negara selalu memberikan prioritas terbaik bagi pendidikan. Di masa Rasulullah, beliau bersedia menyediakan  waktu yang terpisah untuk mengajarkan para sahabat dan sahabiyah untuk menuntut ilmu. Dilanjutkan oleh para khalifah sesudah beliau wafat, gedung-gedung sekolah didirikan dan kesejahteraan guru diperhatikan.

 

 

Puncaknya adalah pada masa Khilafah Bani Abbasiyah. Baghdad yang saat itu menjadi ibu kota negara tumbuh menjadi pusat kebangkitan ilmu pengetahuan dan menjadi magnet bagi pelajar di luar Daulah Islam. Gedung-gedung sekolah dan perguruan tinggi dibangun dan dilengkapi dengan perpustakaan, sarana dan prasarana terbaik di zamannya. Riset dan penerbitan buku-buku dikembangkan dan dibiayai. Tidak ada efisiensi  dana, justru khalifah mengucurkan dana sebanyak-banyaknya untuk kebutuhan pendidikan.

 

 

Maka, tak heran jika pada masa kejayaan Islam muncul para cendekiawan yang tak hanya mahir di bidang sains tapi juga faqih fiddin karena dukungan negara. Nama-nama seperti Ibnu Sina, al-Khawarizmi, Ibnu Haitham,  al-Biruni, dll.,  lahir di masa kejayaan Islam. Keilmuan mereka diakui dunia dan digunakan untuk mengembangkan teknologi saat ini.

 

 

Khatimah

Kejayaan Islam tak luput dari peran dan perhatian negara terhadap dunia pendidikan. Masa emas peradaban Islam telah membuktikan bahwa pendidikan memiliki peran besar bagi kemuliaan umat. Maka, seharusnya kebijakan efisiensi pembelajaran dan anggaran pendidikan tidak diambil oleh negara. Justru penyediaan dana sesuai kebutuhan pendidikanlah yang seharusnya menjadi prioritas negara untuk mewujudkan mimpi mencetak generasi emas.  Wallahualam bissawab.[]

 

 

Posting Komentar

0 Komentar