Ummu Hafshah
#Wacana — Potongan video
dari pidato Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A., dalam acara Pembelajaran
pendidikan Profesi Guru di UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, pada
Rabu, 3 September 2025, telah beredar luas di media sosial dan mendapat
kritikan tajam dari warganet. Ucapan yang dilansir detik.com, "Kalau
mau cari uang jangan jadi guru, jadi pedaganglah," dari seorang
Menteri agama ini terkesan merendahkan profesi guru.
Pasalnya, pernyataan
Nasaruddin ini menambah pedihnya luka batin rakyat yang sedang kecewa dengan kebijakan-kebijakan yang makin
membebani ekonomi rakyat. Rakyat juga sedang muak dengan penampakan sebagian
para pejabat yang suka pamer kekayaan.
Pengaduan rakyat yang sering tidak
didengar oleh wakil rakyat malah direspon dengan sikap dan ungkapan yang tidak
pantas keluar dari mulut para pejabat elite.
Nasaruddin pun segera
melakukan permohonan maaf dan klarifikasi. Beliau meyakinkan bahwa
kementeriannya telah melakukan kenaikan tunjangan profesi bagi 227.147 guru
non-PNS yang pendapatannya Rp1,5 juta per bulan, naik menjadi Rp2 juta perbulan dan telah mengangkat 52
ribu guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
sepanjang tiga tahun terakhir. (Keterangan pers Kemenag, pada Rabu (03/09/2025)
Meski gaji guru non-PNS
tersebut dinaikkan, tetap saja tidak akan cukup untuk memenuhi biaya hidup
sehari-hari seorang guru, apalagi jika guru tersebut sudah berkeluarga.
Mirisnya, masih ada guru honorer dengan gaji berkisar Rp200–300 ribu yang
dibayar sebulan sekali, ada yang dibayar per tiga bulan sekali, dan ada lagi
guru yang tunjangan tugas tambahannya sudah enam bulan sejak Januari 2025 belum
dibayarkan.
Padahal, tunjangan tugas
tambahan guru yang merangkap sebagai wakil kepala sekolah, wali kelas, dan
pembina atau pelatih ekskul itu sangat kecil, hanya sebesar Rp450 ribu per
bulan. Sangat berbeda jauh dari tunjangan tambahan bagi kepala dan pengawas sekolah
yang nilainya sebesar Rp2,5 juta per bulan. Akibatnya, ada kisah guru honorer
yang terpaksa tinggal di kamar mandi sekolah selama dua tahun dan banyak lagi
kisah guru yang terpaksa mencari pekerjaan tambahan lainnya, semisal dengan
menjadi pedagang, sopir ojek, atau pemulung.
Terjadinya semua fakta ini
akibat dari penerapkan sistem kapitalisme di negeri yang mayoritas muslim dan
kaya akan sumber daya alam, tetapi
warganya tidak bisa mendapatkan akses untuk menikmati kekayaan tersebut.
Profesi Guru dalam Islam
Mulia dan Dimuliakan
Islam sangat memuliakan
profesi guru karena melalui gurulah seseorang bisa mencapai derajat tinggi.
Allah Swt. berfirman, "Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
(Surah Al-Mujadalah Ayat 11)
Guru adalah wasilah bagi
seorang muslim untuk dapat memenuhi kewajibannya dalam menuntut ilmu.
Rasulullah saw. juga bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap
muslim.” (Hadis Riwayat Ibnu Majah)
Jika seorang guru wafat,
pahala mengajarnya tetap ada dan terus mengalir. Rasulullah saw. bersabda, “Jika
seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah
jariah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang berdoa untuknya.” (Hadis
Riwayat Muslim)
Peran Guru Penting dan
Strategis
Peran guru itu penting dan
sangat dibutuhkan bagi orang tua yang sejatinya adalah pendidik utama bagi
anak-anaknya. Namun, dengan keterbatasan waktu, ilmu dan wawasan orang tua,
guru memiliki peran sebagai "orang tua kedua" ketika berada di ruang
belajar. Pekerjaan guru itu lebih berat
dari orang tua karena berinteraksi langsung dengan sejumlah anak dengan
karakter dan latar belakang yang berbeda-beda, juga dengan intensitas pertemuan
yang bisa jadi lebih lama dari pada pertemuan anak dengan orang tuanya.
Guru memiliki peran yang
sangat strategis dalam mencetak generasi
harapan bangsa sebagai pemegang tongkat estafet yang akan menggantikan generasi
sebelumnya. Kualitas suatu bangsa kelak sangat ditentukan dari kualitas
generasi mudanya saat ini. Oleh karena itu, guru sepatutnya menjadi pahlawan
yang berhak diberi tanda jasa bukan malah diberi gelar sebagai "pahlawan
tanpa tanda jasa", sehingga seolah menjadi wajar jika tidak
disejahterakan.
Pendidikan dan
Kesejahteraan Guru dalam Islam
Rasulullah saw. adalah
teladan dalam memberikan pelayanan pendidikan gartis untuk bisa membaca dan
menulis. Bangunan Shuffah Masjid Nabawi menjadi tempat belajar yang di dalamnya terdapat fakir miskin dari
kalangan Muhajirin, Anshar, dan para pendatang asing.
Khalifah Umar bin
Khaththab (Khulafaur Rasyidin), telah memberikan gaji guru 15 dinar, terhitung
1 dinarnya setara dengan 4,25 gram emas. Jika dikonversikan hari ini, nilai 1
gram emas senilai Rp2 juta, maka jumlahnya adalah 15 X 4,25 X Rp2 juta = Rp127.500.000,00—jumlah
yang sangat fantastis.
Pada masa Khilafah
Umayyah, ada tabiín ahli fiqih yang bernama Rajaa’ bin Haywah (W 113 H/723 M)
yang tinggal di Palestina—mendapatkan gaji 30 dinar setiap bulannya dari Yazid
bin Abdul Malik. Sedangkan Khalifah Harun
ar-Rasyid (Khilafah Abbasiyah), telah memerintahkan untuk memberikan 2 ribu
dirham kepada setiap qari'.
Inilah gambaran bagaimana
indahnya syariat Islam jika dijalankan secara kafah oleh institusi Daulah
Khilafah Islamiyah. Fakta sejarah telah membuktikan selama 13 abad lamanya,
Islam mampu menjadi peradaban yang gemilang dan mampu mensejahterakan setiap rakyatnya.
Belum ada peradaban mana pun yang bisa melampauinya. Sudah saatnya kita
melakukan perubahan yang sahih dan mendasar, yakni mengganti sistem kapitalisme
buatan manusia yang lemah dan makin menampakkan kerusakannya dengan sistem
Islam yang datang dari Yang Maha Sempurna lagi Maha Mengetahui, yakni Allah
Swt.
“Hai orang-orang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan." Wallahualam bissawab.[]

0 Komentar