JP. Dunggio
#Wacana — Setelah aksi yang terjadi akhir Agustus 2025 lalu, rakyat memprotes tunjangan-tunjangan untuk anggota DPR, muncul isu tunjangan perumahan untuk anggota DPRD DKI Jakarta. Ironis, rakyat hanya menjadi penonton bagaimana para wakilnya mendapat beragam tunjangan, sementara kehidupan rakyat makin sulit.
Tidak Peka
Munculnya isu tunjangan perumahan untuk anggota DPRD DKI Jakarta sebesar Rp70 juta rupiah memancing keresahan masyarakat. Ima Mahdiah, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta mengatakan bahwa hal tersebut masih dalam pembahasan. (Kumparan.com, 04/07/2025)
Walau masih dalam proses pembahasan, seharusnya para wakil rakyat peka terhadap kondisi masyarakat yang sedang kesulitan. Rasanya tak pantas mereka meminta kenaikan maupun berbagai macam tunjangan lainnya untuk menopang kehidupan mereka. Apalagi kehidupan para anggota dewan bukanlah kehidupan sederhana, tapi cenderung bermewah-mewahan.
Para anggota wakil rakyat baik di daerah maupun pusat harusnya memberi contoh kehidupan yang sederhana kepada rakyatnya. Bandingkan penghasilan dan tunjangan para anggota DPRD dengan UMP Jakarta yang sebesar Rp5,4 juta. Membandingkan nilai upah dengan tunjangan perumahan puluhan juta saja sudah terlihat kontras, apalagi dengan tambahan take home pay para anggota dewan.
Gaya hidup bermewah-mewahan kental dengan sistem kapitalisme karena sistem ini mendasari kehidupan manusia pada pencapaian harta. Tak heran ketika rakyat mengalami kesulitan, para wakil rakyatnya malah memperoleh berbagai fasilitas mewah.
Perspektif Islam
Menurut Islam, wakil rakyat atau yang disebut sebagai majelis umat, memiliki peran strategis dalam mengawasi kinerja pemerintah. Mereka terdiri dari orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberi masukan dan rujukan bagi khalifah untuk berbagai urusan. Dalam sisi pemberian gaji atau tunjangan kepada majelis umat maka mereka akan diberi tunjangan yang sesuai kebutuhan hidup sebagaimana keumuman di masyarakat. Tidak ada tunjangan untuk bermewah-mewahan apalagi bersenang-senang menggunakan harta milik rakyat dan negara.
Pemimpin adalah pengurus dan pelayan umat, hal ini pun berlaku untuk anggota majelis umat dalam pemerintahan yang bersistem Islam. Sebagaimana Rasulullah Muhammad saw. dalam sebuah hadisnya bersabda, “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (Hadis Riwayat Bukhari)
Sungguh miris ketika para wakil rakyat yang seharusnya menjadi pelayan rakyat malah menerima berbagai tunjangan yang besar sedangkan rakyatnya hidup dalam kesulitan ekonomi. Islam mengajarkan para anggota majelis umat maupun pemimpin untuk memiliki kepedulian terhadap rakyatnya yang lemah sehingga para majelis umat akan memiliki prinsip-prinsip keadilan dan keprihatinan. Islam juga akan melarang gaya hidup bermewah-mewahan karena bisa melalaikan manusia seperti yang tercantum dalam Surah At-Takassur Ayat 1.
Khatimah
Sebagai pelayan rakyat sudah seharusnya anggota dewan menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya. Islam akan mendorong para pengurus umat untuk memperhatikan kebutuhan rakyat, bukan malah rakyat yang didorong untuk melayani kepentingan para pejabat dalam sistem kapitalisme demokrasi. Kaum muslim harus cerdas melihat perbandingan antara sistem Islam vs. sistem kapitalisme demokrasi perihal pemberian tunjangan dan kewajiban para pemimpin dalam mengurusi urusan umat. Sistem Islam mampu memberi solusi yang paling sahih terhadap kesenjangan ekonomi penguasa dan rakyatnya. Wallahualam.[]

0 Komentar