Akar Masalah Maraknya Bunuh Diri

 



Titin Kartini

 

#Bogor — ‘’Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka jahanam.’’ (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

 

Dalam hadis tersebut Rasulullah saw. memberikan kejelasan tentang siksa yang mengerikan sebagai hukuman di akhirat kelak bagi orang yang melakukan bunuh diri. Akan tetapi, saat ini kasus demi kasus bunuh diri kian marak terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kota Bogor.

 

Dilansir dari news.detik.com, Senin, 22 September 2025, seorang pria tanpa identitas ditemukan tewas gantung diri di lahan kosong di Kelurahan Kedung Badak, Tanah Sareal, Kota Bogor. Saat ditemukan wajah korban sudah tidak bisa dikenali. Kapolsek Tanah Sareal Kompol Doddy Rosjadi mengatakan jasad korban ditemukan ketua RW dan warga sekitar sekitar pukul 09.00 WIB. Penemuan diawali dari kecurigaan warga yang mencium bau tidak sedap di sekitar lokasi.

 

Dugaan sementara atas kasus tersebut adalah karena masalah ekonomi. Kasus bunuh diri kebanyakan dilatarbelakangi masalah ekonomi yang membuat seseorang depresi, hingga mencari jalan keluar atas permasalahan ini dengan mengakhiri hidupnya. Tentu hal ini tidak bisa terus dibiarkan tanpa adanya penyelesaian yang tuntas. Ekonomi yang makin sulit ditambah lemahnya pemahaman akan agama (Islam) menjadi paket lengkap yang menumbuhkan rasa putus asa atas apa yang terjadi dalam kehidupan seseorang.

 

Untuk menyelesaikan permasalahan bunuh diri membutuhkan penyelesaian tidak hanya dari individu, tetapi juga peran masyarakat hingga negara. Individu membutuhkan keimanan yang kuat sebagai fondasi awal menghalau rasa putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan akidah secara intensif sehingga memahami bahwa segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. Allah Swt. berfirman dalam Surah At-Talaq Ayat 2–3, yang artinya: "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”

 

Masyarakat mempunyai peran sebagai pengontrol untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Seyogyanya masyarakat saling peduli satu sama lain, bukan saling acuh tak acuh. Dalam hal ini, negara juga berperan dalam mewujudkan masyarakat yang tidak individualistik atau tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya, mengarahkan masyarakat untuk saling peduli satu sama lain sehingga terwujud masyarakat dinamis yang dapat meminimalisir berbagai bentuk kemungkaran di tengah masyarakat.

 

Selain itu, negara wajib menciptakan suasana yang kondusif dengan memastikan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat berupa sandang, pangan, papan, dan kebutuhan yang bersifat kolektif, yakni kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Akan tetapi, semua itu akan terwujud bukan dalam sistem yang saat ini diterapkan—sekuler kapitalisme. Karena justru sekularisme menjauhkan manusia dari agama, dan kapitalisme adalah biang kemiskinan dan segala bentuk kemungkaran.

 

Semua kesempurnaan tatanan kehidupan akan terjadi jika aturan yang diterapkan berasal dari yang menciptakan manusia. Allah Swt. telah menciptakan manusia dengan seperangkat aturan yang baik dan sesuai dengan fitrahnya. Adalah Islam dengan segala aturan yang berasal dari Allah Swt. yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunah. Di antaranya, Islam mempunyai aturan yang pasti dalam perekonomian dan negara memegang tanggung jawab penuh atas hal ini.

 

Negara mewajibkan setiap laki-laki baligh, mampu, dan berakal untuk memenuhi nafkah keluarganya dan memberikan sanksi tegas jika melalaikannya. Negara wajib menciptakan lapangan pekerjaan dan memfasilitasi serta memberikan pelatihan-pelatihan kerja secara gratis agar masyarakat mempunyai keahlian di bidang yang mereka inginkan seperti di bidang otomotif, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Negara juga mengambil alih pengelolaan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan rakyat. Sehingga tidak ada peluang bagi swasta lokal maupun asing dan aseng untuk menguasai sumber daya alam yang hakikatnya adalah milik rakyat.

 

Berjalannya tiga peran di atas, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara sebagai penerap aturan kehidupan dan bertanggung jawab atas rakyatnya, menjadi pilar tegaknya sistem kehidupan yang diberkahi Allah. Maka mustahil masyarakat akan berada dalam kubangan kemiskinan dan penderitaan. Tidak akan ada lagi masyarakat yang depresi memikirkan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup hingga berujung pada bunuh diri. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar