Astri Lydia
#Bekasi — Perempuan adalah
pilar kemajuan bangsa. Ia berkontribusi dalam kemajuan dan kejayaan bangsa.
Inilah slogan yang digaungkan agar perempuan dari waktu ke waktu makin maju dan
menorehkan prestasi. Tidak ada yang salah, hanya saja jika arah yang dimaksud
adalah sebagai sumber daya potensial pembangunan sehingga mendorong perempuan
berbondong-bondong ke ranah publik dan meninggalkan perannya sebagai ibu
pendidik generasi, tentu ini adalah sesuatu yang salah.
Dikutip dari GoBekasi.ID,
Alisa Khadijah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Kota Bekasi
mengadakan pelantikan dan pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD)
periode 2025–2030, Rabu 17 September 2025 lalu. Acara yang bertema “Bisnis
Berbasis Nilai” ini dihadiri Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe dan
digadang-gadang menjadi momentum penting bagi muslimah pengusaha untuk
memperkuat kontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah.
Wakil Wali Kota Bekasi
menegaskan pemerintah sangat mendukung peran strategis perempuan di sektor
kewirausahaan dan mengajak pengurus baru untuk bersinergi dengan pemerintah
daerah dalam program pemberdayaan ekonomi. Menurutnya, kolaborasi adalah kunci
menghadapi tantangan global sekaligus menjaga ketahanan ekonomi. (GoBekasi.ID,
17/09/2025)
Hal tersebut disambut
Ketua Srikandi Pemuda Pancasila DPC Kota Bekasi, Rohaniah. Beliau mendukung penguatan
pengusaha muslimah lewat Alisa Khadijah ICMI dan mengatakan pentingnya
kolaborasi lintas organisasi, termasuk antara Srikandi Pemuda Pancasila dan
Alisa Khadijah. Hal tersebut dalam rangka mendorong program pemberdayaan
perempuan dan UMKM yang lebih inklusif, serta dapat memperluas peluang usaha,
meningkatkan kapasitas perempuan dalam bisnis, sekaligus memperkuat identitas
muslimah yang tangguh, mandiri, dan berdaya saing. (mediapatriot.co.id,
17/09/2025)
Pemberdayaan Perempuan dalam
Narasi Kapitalisme
Pemberdayaan perempuan ala
kapitalis, hakikatnya adalah memperdaya. Bagaimana tidak? Terpuruknya kondisi
ekonomi di berbagai lini membuat kapitalisme menyusun program yang melibatkan
semua pihak untuk mendongkrak kemajuan ekonomi. Salah satunya keterlibatan kaum
perempuan. Program ini cukup menarik kaum perempuan di tengah himpitan ekonomi
yang mendera. Perempuan jadi tidak harus melulu menengadah tangan meminta
nafkah kepada kaum laki-laki.
Narasi kapitalisme tentang
kesetaraan, keadilan, pemberdayaan, dan kemajuan perempuan pun diembuskan para
penguasa kapitalisme untuk memperdaya perempuan. Padahal sejatinya mereka
tengah dijadikan mesin-mesin ekonomi dalam rangka menggemukkan pundi-pundi
harta para pemilik modal. Alhasil, perempuan jadi tumpuan kemajuan ekonomi
untuk menutupi kegagalan sistem kapitalis dalam memberikan kesejahteraan.
Pada hakikatnya, tidak
terpenuhinya kebutuhan pokok adalah karena kebijakan ekonomi yang kapitalistik.
Kapitalisme menjerat perempuan khususnya angkatan muda melalui pemberdayaan
dengan aktif bekerja dan menghasilkan uang sendiri, tidak bergantung kepada
laki-laki, bahkan menciptakan lapangan kerja bagi perempuan lainnya. Begitulah
kapitalisme memandang perempuan hanyalah sebagai lumbung cuan.
Di masyarakat pun dibuat
opini bahwa perempuan yang bekerja lebih baik dari yang tidak. Sehingga
sebagian dari mereka menilai perempuan yang aktif bekerja lebih berdedikasi
pada keluarga ketimbang perempuan yang diam saja di rumah dan tidak berbuat
apa-apa. Penilaian ini sejatinya tidak terlepas dari pengaruh sistem sekuler
dalam memandang kehidupan, yaitu meraih sebanyak-banyaknya materi untuk
kesejahteraan hidup. Padahal sesungguhnya pemberdayaan perempuan hanyalah cara
membuat perempuan terperdaya.
Perempuan Berdaya dalam
Pandangan Islam
Islam menempatkan
perempuan dalam kedudukan mulia. Syariat yang mengikat perempuan sejatinya
dalam rangka menjaga kemuliaan mereka sebagai ummun warabatul bait. Di
tangan merekalah bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban.
Syekh Taqiyuddin
an-Nabhani dalam kitab Muqaddimah Dustur dalam bab Nizhamul
Ijtima’i menyatakan, “Hukum asal seorang perempuan dalam Islam adalah
ummun wa rabbatul bait (seorang ibu bagi anak-anak dan pengelola rumah
suaminya) karena ia adalah kehormatan yang wajib dijaga.”
Peran ibu bukan peran
sambilan. Maka, pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan
potensi dan peran publiknya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan
amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah Islam.
Walaupun dalam Islam perempuan bekerja hukumnya mubah, pekerjaan yang digeluti
tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik
generasi. Karena kewajiban nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki, serta
kerabat laki-laki apabila tidak ada suami/ayah ataupun mereka tidak mampu.
Sementara itu, bagi
perempuan yang telah menjadi janda miskin yang tidak memiliki siapa pun,
negaralah yang wajib menjamin seluruh kebutuhannya. Oleh karenanya, lapangan
pekerjaan harus lebih besar difokuskan negara berikan kepada laki-laki.
Begitupula negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan maksimal
sehingga perempuan tidak perlu mencari tambahan penghasilan. Yang juga tak
kalah penting, Islam memberikan hak yang sama pada perempuan dalam menempuh
pendidikan. Perempuan boleh mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat.
Semisal menjadi dokter, guru, dll. Perempuan bekerja bukan untuk mencari uang
semata, tetapi sebagai pembentuk peradaban. Karena sekali lagi, tugas mereka
adalah sesuatu yang luar biasa, yaitu menyiapkan generasi cerdas dan salih/salihah.
Begitulah perempuan
berdaya dalam Pandangan Islam. Ia sungguh berdaya bukan diperdaya. Hanya Islam
yang mampu menempatkan perempuan dalam kedudukan mulia. Penerapan sistem Islam
secara kafah menjadi hal penting yang harus diperjuangkan agar tidak ada
perempuan yang dibebani dengan persoalan ekonomi, termarginalkan atau
terpinggirkan. Wallahualam bissawab.[]

0 Komentar