Program Sentra Cipta Mandiri: Mampukah Mengatasi Kemiskinan?



Titin Kartini

 

#Bogor — Beberapa bulan lagi kita akan memasuki tahun 2026. Pada tahun 2025 ini, ada begitu banyak peristiwa mencekam dan berbagai persoalan kehidupan yang begitu berat menimpa masyarakat di negeri ini. Di antaranya adalah maraknya pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), yang bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai solusi mengatasi kemiskinan. Namun, nyatanya justru membawa persoalan lain yang lebih berat, mulai dari kecanduan judol, angka gugat cerai meningkat karena pinjol dan judol, dan berbagai tindak kriminal pun tak terelakkan, hingga bunuh diri.

 

Guna mencari solusi dari persoalan di atas, berbagai macam program tentunya telah disiapkan, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat bersama Pemerintah Kota Bogor meluncurkan program Sentra Cipta Mandiri (SCM) sebagai program inovatif untuk menangani dampak sosial dari pinjol dan judol. SCM digagas sebagai langkah pemberdayaan sekaligus rehabilitasi sosial untuk menghapus kemiskinan ekstrem pada 2026 dan mengentaskan kemiskinan. (Bogor.viva.co.id, 16/09/2025; radarbogor.jawapos.com, 21/09/2025)

 

Usai menghadiri Rapat Koordinasi Replikasi Sentra Cipta Mandiri (SCM),  Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Denny Mulyadi mengatakan Bogor menjadi percontohan pertama dalam pelaksanaan program tersebut sejak peluncuran SCM yang terletak di Sukamulya, Bogor Timur, pada tanggal 5 Mei 2025 lalu. Lebih lanjut, Ia mengatakan program SCM di Kota Bogor telah berjalan dengan berbagai aktivitas serta melibatkan perangkat desa, seperti Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), hingga komunitas masyarakat. (kotabogor.co.id, 19/09/2025)

 

Penanganan kemiskinan, kecanduan pinjol dan judol, serta problematika lainnya harus dilakukan secara sistemik, tidak dapat diatasi dengan hanya membuat sebuah komunitas masyarakat. Oleh karena kemiskinan hingga timbulnya kemiskinan ekstrem, terlahir dari penerapan sistem kehidupan yang rusak. Seperti kita ketahui, negeri ini menerapkan sistem kapitalisme, yakni sistem yang memosisikan penguasa sebagai regulator saja. Sementara itu, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain, semuanya dibebankan pada rakyat sehingga dari sinilah timbul persoalan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tinggi. Untuk mengatasi semua problematika ini dibutuhkan suatu sistem yang mampu mengatasi semuanya, menyelesaikan dari akarnya, sehingga tak menimbulkan permasalahan lain yang lebih rumit.

 

Adalah Islam sebagai agama juga ideologi. Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah semata, melainkan Islam juga mempunyai aturan kehidupan yang lengkap dan sempurna. Islam sebagai suatu sistem kehidupan mempunyai mekanisme baik untuk pribadi, masyarakat, dan negara. Islam dengan sistemnya yang bernama Khilafah menjamin kesejahteraan setiap rakyatnya, memastikan setiap individu bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Negara Khilafah mewajibkan setiap laki-laki balig, berakal, dan mampu untuk bekerja. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, negara menyediakan lapangan pekerjaan, memberikan modal usaha, bahkan memberikan bimbingan pelatihan gratis sehingga rakyat bisa mengembangkan modal usahanya.

 

Terkhusus untuk anak-anak terlantar, penyandang disabilitas, orang tua renta, dan kaum perempuan yang tidak mempunyai keluarga, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan dengan mereka untuk membantu, bisa dengan skema sedekah, zakat, dan infak. Namun, jika tidak ada atau belum mencukupi, maka negara akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan dan memastikan mereka dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya dengan baik. Negara juga akan memberikan sanksi berupa ta’zir bagi laki-laki balig dan berakal juga mampu tapi tidak mau bekerja, juga sanksi bagi setiap individu yang berkewajiban menanggung keluarganya tetapi tidak melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Bagi orang kaya yang yang berkewajiban membantu keluarga maupun tetangganya tapi abai, maka negara akan memberikan peringatan kepada mereka.

 

Darimana negara dapat memenuhi tanggung jawab tersebut? Tentunya dari kebijakan sistem ekonomi yang berdasar pada Al-Qur'an dan Sunah. Dari aturan tersebut sistem ekonomi Islam tercermin dari tiga aspek yaitu:

 

1. Pengaturan kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariat, sehingga bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, lahan pertanian milik pribadi, tidak bisa dinasionalisasi untuk kepentingan umum. Sedangkan kepemilikan umum misalnya gas, minyak bumi, tambang batu bara, mineral, dan sumber alam lainnya tidak bisa diprivatisasi atau dimiliki negara. Masing-masing telah diatur dan ditetapkan kepemilikannya oleh syariat.

 

2. Pemanfaatan kepemilikan (tasharruf), baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan, harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut. Dalam Islam, hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Misalnya harta milik pribadi, bisa digunakan untuk pemiliknya tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka. Sebaliknya, harta milik umum bisa dimanfaatkan oleh pribadi sebatas yang ia butuhkan karena izin yang diberikan oleh syariat kepadanya.

 

3. Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bisa dikatakan bahwa distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari masalah ekonomi. Jika distribusi kekayaan tersebut mandeg, pasti akan menimbulkan masalah ekonomi. Sebaliknya, ketika distribusi kekayaan ini lancar hingga sampai ke tangan individu per individu, maka dengan sendirinya masalah ekonomi ini pun teratasi. Oleh karena itu, Islam melarang dengan tegas menimbun harta, emas, perak, dan mata uang. Hal itu tidak lain agar harta itu berputar di tengah-tengah masyarakat dan bisa menggerakkan roda perekonomian.

 

Selain tiga aspek di atas kebijakan ekonomi Islam juga memastikan dua hal, yaitu bidang produksi dan distribusi berjalan dengan baik dan benar. Negara memastikan agar produksi domestik tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, maka kebijakan negara terkait dengan sumber-sumber perekonomian benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Sumber tersebut meliputi  pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Negara memastikan sumber-sumber tersebut benar-benar bisa menghasilkan barang dan jasa, sehingga dapat menjamin produksi, konsumsi, dan distribusi masyarakat.

 

Negara juga melarang menyewakan lahan pertanian atau membiarkan lahan pertanian tidak dikelola lebih dari tiga tahun. Negara melarang praktik riba dalam perdagangan karena dapat merusak perekonomian. Negara memastikan industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola oleh swasta, baik domestik maupun asing. Hal ini untuk memastikan tingkat produksi demi menjamin kemakmuran rakyatnya. Setelah hasil produksi tinggi, negara tidak lantas berlepas diri begitu saja, karena negara juga harus memastikan pendistribusian barang dan jasa tersebut berjalan dengan baik di tengah-tengah masyarakat, sehingga setiap warga negara bisa dipastikan telah terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya. (K.H. Hafidz Abdurahman, M.A. Peradaban Emas Khilafah Islamiyah: Bab Cara Khilafah Mensejahterakan Rakyatnya, hal. 80–83)

 

Demikianlah sistem Islam dijalankan untuk menyejahterakan rakyatnya, semua tentu berdasarkan pada hukum Allah Swt. yang memang sesuai fitrah manusia. Dengan diterapkannya hukum Allah Swt. niscaya kemiskinan bahkan kemiskinan ektrem dapat diatasi dari akarnya karena periayahan negara yang benar dengan sistem yang benar. Sebaliknya, solusi tambal sulam sebagaimana yang dijalankan saat ini, tidak akan mampu mengurai kemiskinan, tapi justru akan melahirkan persoalan lainnya. Saatnya masyarakat kembali pada sistem Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.

 


Posting Komentar

0 Komentar