Menyambut Tamu Allah



 

Siti Rima Sarinah

 

#MutiaraAl-Qur'an — Menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam kelima menjadi impian bagi setiap muslim. Sekuat tenaga setiap muslim berupaya mengumpulkan sedikit demi sedikit harta yang mereka miliki agar bisa menjadi tamu Allah di Baitullah. Walaupun setiap tahunnya biaya ibadah haji terus mengalami kenaikan, tidak menyurutkan  sedikit pun keinginan setiap muslim untuk bisa menginjakkan kaki di tanah yang dimuliakan oleh Allah Swt.

 

Allah Swt. berfirman, “Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa  mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha kaya tidak memerlukan sesuatu dari seluruh alam." (Surah Ali-Imran Ayat 97)

 

Ayat di atas merupakan motivasi untuk setiap muslim bisa menunaikan kewajiban ibadah haji kepada Allah. Karena begitu banyak keutamaan dan pahala yang telah Allah sediakan untuk para tamu Allah. Seperti yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam salah satu hadisnya yang berbunyi, ”Dari satu umrah ke umrah yang lainnya (berikutnya) menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga." (Hadis Riwayat Muslim)

 

Allah Swt. memberikan hadiah surga bagi umat muslim yang mampu memperoleh haji mabrur. Hal ini menjadi dorongan keimanan bagi umat Islam agar bisa menunaikan ibadah haji dan mendapatkan ganjaran pahala. Walaupun begitu banyak tantangan dan rintangan yang selalu dihadapi oleh para tamu Allah tersebut. Tetapi azam yang kuat telah tertancap di sanubari  untuk berupaya maksimal bisa melaksanakan ibadah haji.

 

Tidak dimungkiri, setiap tahunnya kita diperlihatkan berbagai persoalan yang senantiasa hadir dalam pelaksanaan ibadah haji. Seharusnya di negeri yang mayoritas beragama Islam, kaum muslim mendapatkan kemudahan dan fasilitas yang mendukung  dan kenyamanan  dalam melaksanakan ibadah haji. Walaupun  pemerintah  terus memberi keyakinan dan berjanji akan memberikan  pelayanan haji terbaik kepada para tamu Allah, tapi faktanya hanyalah ilusi  tanpa ada realisasi.

 

Panjangnya antrian haji hingga puluhan tahun lamanya, pembatasan usia yang ditetapkan untuk para jemaah  haji, pembedaan fasilitas haji sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh para jemaah hingga pelantaran para jemaah haji terus mewarnai persoalan dalam ibadah haji dari tahun ke tahun. Tak ada kenyamanan dan fasilitas yang memadai yang akan  memudahkan para jemaah untuk menunaikan rangkaian haji.

 

Hal ini diperparah lagi tatkala ibadah haji dijadikan ajang bisnis pemerintah. Alhasil, biaya haji yang terus meroket tajam, sehingga makin mempersulit umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji. Belum lagi penyalahgunaan dana haji oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Ironisnya, panjangnya antrian haji dimanfaatkan oleh pemerintah menggunakan dana milik umat tersebut untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan keuntungan bagi pemerintah yang bekerja sama dengan para pengusaha.

 

Fakta di atas adalah sebuah kewajaran, sebab dalam sistem kapitalisme yang berjaya hari ini hanya menjadikan materi sebagai satu-satunya tujuan yang ingin diraih. Sehingga urusan ibadah pun tak lepas dari unsur bisnis dan keuntungan semata. Tak ada satu pun pelayanan yang diberikan oleh negara yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan, selain meraih unsur kemanfaatan dan materi.

 

Hal ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa saat ini kita hidup dalam sistem yang salah.  Walaupun tertera dalam undang-undang bahwa negara wajib memberikan fasilitas bagi rakyat untuk melaksanakan ibadah, tapi tak ada sedikit pun  peran negara hadir  di dalamnya. Bahkan negara menjadi pedagang yang menawarkan berbagai fasilitas kebutuhan rakyat dengan harga yang tidak murah, termasuk pelayanan dan fasilitas dengan tingkatan biaya yang berbeda dan akan mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang berbeda pula.

 

Hidup dalam sistem kapitalisme memang melahirkan berbagai macam persoalan kehidupan manusia. Maka umat Islam harus menyadari akan hal ini, bahwa kewajiban kita sebagai seorang hamba bukan hanya melaksanakan kewajiban ibadah semata, melainkan juga melaksanakan kewajiban lainnya yang merupakan kosekuensi mendapatkan predikat haji mabrur, yang senantiasa terikat pada aturan Allah dan mengemban risalah agama di muka bumi.

 

Dengan menjadikan aktivitas dakwah sebagai aktivitas wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Agar aktivitas ibadah selalu berkorelasi dengan kewajiban dakwah dan memperjuangkan hukum-hukum Allah bisa kembali diterapkan dalam kehidupan manusia.  Kembalinya institusi Khilafah yang akan menaungi  kaum muslim untuk menunaikan semua kewajiban yang telah dibebankan Allah kepada setiap hamba.

 

Peliknya persoalan ibadah haji pun tak akan pernah terjadi, karena Khilafah sangat memahami pentingnya ibadah haji bagi umat muslim dan memuliakan tamu-tamu Allah dengan memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik dalam rangka menyambut tamu-tamu Allah. Wallahualam.[]

 

 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar