Upah Tak Cukup, Nasib Buruh Kian Meredup

 




Mitri Chan



#Bogor — Para buruh di Kabupaten Bogor keluhkan upah yang tak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka menyampaikan bahwa UMK (upah minimum kapubaten/kota) saat ini tidak mampu memenuhi biaya pendidikan, kesehatan, dan hunian yang makin mahal. Upah yang mereka terima hanya cukup memenuhi kebutuhan pokok selama bulan itu saja, bahkan dana cadangan atau tabungan pun tak mereka miliki. Hal ini disampaikan Ketua KC FSPMI Bogor, Komarudim Suyatno di tengah aksi ujuk rasa menuntut kenaikan UMK Bogor 2026, Kamis 20 November 2025. (Radar Bogor,  20/11/25)



Pemberian upah buruh menjadi permasalahan ketenagakerjaan yang harus diselesaikan. Di Indonesia, upah buruh ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah upah minimum untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya. Dengan kata lain, upah buruh sekadar untuk memenuhi kebutuhan fisik secara minimum, agar bisa hidup dalam standar hidup yang paling minim. Padahal, kebutuhan manusia seharusnya dipenuhi dalam kapasitasnya sebagai manusia, bahwa fitrah manusia hidup terdorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutannya secara layak, baik kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.



Pemberian upah buruh berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) merupakan standar upah dalam sistem ekonomi kapitalis. Buruh dianggap sebagai fakor produksi, sehingga untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, upah buruh ditekan serendah-rendahnya. Hal ini berbeda dengan Islam, upah buruh mengikuti manfaat yang sudah diberikan oleh pekerja atau setelah pekerja melakukan pekerjaannya. Penentuan upah buruh dikembalikan pada manfaat atau jasa, makin tinggi manfaat yang diberikan maka makin tinggi upah yang diterima.



Islam memandang penentuan upah buruh berdasarkan kesepakatan buruh dengan perusahaan atau pemberi kerja. Negara tidak boleh membatasi harga, apalagi menentukan upah minimum bagi buruh karena akan menzalimi salah satu pihak. Rasulullah saw. pernah diminta sahabat untuk menetapkan harga, beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta." (Hadis Riwayat Ahmad)



Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam buku Sistem Ekonomi Islam, jika antara buruh dan pemberi kerja tidak terjadi kesepakatan dalam menentukan upah, kedua belah pihak memilih seorang ahli yang memperkirakan upah. Jika kedua belah pihak belum memilih seorang ahli, maka negara yang berhak menentukan seorang ahli bagi mereka. Jadi, pihak yang menentukan upah bukan negara maupun kebiasaan penduduk, melainkan para ahli atau kubaro.



Di satu sisi, negara menyediakan lapangan pekerjaan sehingga buruh mempunyai posisi tawar dan tidak mudah diperlakukan sewenang-wenang oleh pengusaha. Negara juga menjamin kebutuhan pokok dan sosial masyarakat sehingga posisi buruh selevel dengan perusahaan atau pemberi kerja. Jaminan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dipenuhi melalui mekanisme. Pertama, negara mendorong setiap individu untuk bekerja, baik dorongan materi maupun spiritual. Kedua, bagi individu yang tidak mampu bekerja seperti kaum perempuan dan orang cacat, menjadi tanggung jawab kerabat atau walinya. Apabila kerabat tidak mampu, negara akan menjamin kebutuhannya melalui baitulmal. Sedangkan bagi individu yang mampu bekerja, negara memberikan sarana dan prasarana, modal, peralatan dan keahlian. 



Adapun pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan langsung dipenuhi negara melalui APBN, bukan asuransi atau swasta. Sedangkan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier akan dipenuhi sesuai kebutuhan individu. (Politik Ekonomi Islam, karya Abdurrahman al-Maliki).



Jika mekanisme ini diterapkan maka tidak akan terjadi problem tahunan yaitu demo buruh minta kenaikan upah. Umat Islam harus menerapkan aturan yang tidak berpihak pada buruh maupun pengusaha, tetapi aturan yang tunduk pada syariat Islam. Mekanisme jaminan negara ini hanya terwujud dalam sistem Islam, yaitu Khilafah—satu-satunya aturan hidup yang mengatur manusia sesuai kepentingan syariat.[]


Posting Komentar

0 Komentar