Antara Lowongan Kerja dan Kualitas Pendidikan

 



Ruruh Hapsari

 

#Wacana — Dilansir dari metrotvnews.com, antrean panjang memenuhi Balai Kota Jakarta, ditengarai bahwa pengantre tengah menyerahkan lamaran pekerjaan (25/04/2025) tersebab PPSU (Petugas Sarana dan Prasarana Umum) atau yang lazim disebut pasukan oranye sedang melakukan rekrutmen ribuan pekerja.

 

Tepatnya 1.652 lowongan pekerjaan dibuka untuk posisi PPSU yang bertanggung jawab tidak hanya kebersihan tapi juga menjaga kenyamanan juga infrastruktur di tingkat kelurahan di seluruh wilayah DKI Jakarta. Baik itu kebersihan jalan, saluran air, lampu taman, juga kantor kelurahan (liputan6.com, 24/04/2025).

 

Merujuk Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016 bahwa gaji yang disiapkan untuk PPSU sekitar Rp5,3 juta per bulan. Terdapat fasilitas lain selain gaji pokok berupa sejumlah tunjangan, ada THR, jaminan BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan, transportasi, penyediaan pangan murah, dan juga perlengkapan kerja.

 

Selain itu, cukup dengan ijazah SD saja, pelamar lowongan PPSU ini sudah memenuhi syarat. Hanya ada tambahan kriteria yang lain yaitu warga Jakarta dengan bukti KTP dan  usia mulai dari 18 hingga 58 tahun.

 

Menurunkan Minat Belajar

Di tengah sulitnya mencari pekerjaan di ibu kota dan PHK yang makin membanjir, maka tentu lowongan ini menjadi angin segar bagi warga Jakarta yang ingin mendapatkan pekerjaan halal. Tidak sedikit dari mereka yang bergelar sarjana termasuk ibu rumah tangga juga ikut mengantre.

Pengamat Pendidikan UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah berkomentar bahwa banyaknya animo masyarakat terhadap lowongan kerja di PPSU ini dengan minimal hanya melampirkan ijazah SD saja dan mendapatkan gaji tetap serta banyak fasiltas, Jejen khawatir justru hal tersebut akan menurunkan minat belajar warga DKI dan enggan untuk mengejar taraf pendidikan yang lebih tinggi (kompas.id, 08/04/2025).

 

Hal yang sama juga dilontarkan oleh August Hamonangan, Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta. Ia memperkirakan akan ada dampak negatif atas batas minimal perekutan PPSU tersebut (suara.com, 10/04/2025). Ia memandang keputusan batas minimal perekrutan tersebut mengakibatkan terhambatnya pendidikan warga Jakarta karena kurangnya semangat belajar bila dengan ijazah SD saja sudah bisa mendapatkan fasilitas yang demikian. Mereka hanya akan mencukupkan dengan sekolah hingga tingkat SD saja.

 

Pentingnya Ilmu

Dalam kehidupan sekuler saat ini yang tolak ukurnya adalah materi, maka lahirlah manusia-manusia khas materialistik. Sehingga saat mereka menimba ilmu orientasinya untuk bekerja di bagian tertentu yang melimpah materi, termasuk kedudukan yang tinggi.

 

Alhasil, banyak muncul manusia-manusia malas yang bila tidak mendapatkan materi mulai dari pendapatan hingga penghargaan dalam aktivitasnya, mereka tak akan melakukan yang lebih. Mengakibatkan tidak berjalan dan berkembangnya akal termasuk tidak ada kreativitas.

 

Ditambah penguasa yang tidak menomorsatukan ilmu tentu melahirkan banyak masalah. Mulai kurikulum yang orientasinya materi, output siswa yang juga demikian termasuk tidak mengedepankan/tidak tersentuh iman. Guru yang tidak tercukupi secara mumpuni baik ilmu maupun gaji, ditambah sarana dan prasarana pendidikan yang tidak layak baik fisik sekolah maupun transportasi menuju sekolah yang tidak dipersiapkan. Tentunya hal tersebut menambah daftar panjang pekerjaan rumah bagi pemerintah.

 

Saat hari ini lulusan baik sarjana maupun doktoral banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka sudah saatnya penguasa mengatur ulang sistem pendidikan yang ada. Bukan hanya dari sisi para siswa yang tak siap pakai di industri, melainkan juga semua lini pendidikan harus diatur ulang.

 

 

Hal itu diakibatkan karena sistem dunia saat ini yang diemban Amerika memang sengaja membentuk pendidikan dunia berkembang terpuruk. Sumber dayanya sengaja dikeruk tapi manusianya dimiskinkan. Tidak hanya pailit tapi juga miskin dari kekayaan intelektual. Kualitas pendidikan hanya dibuat agar para siswa siap pakai di industri yang notabene menjadi buruh di negeri sendiri.

 

Sedangkan Islam memandang ilmu bukan hanya untuk mendapatkan materi, melainkan untuk peradaban manusia yang lahir dan berkembang saat ilmu Allah Swt. terus digali. Pandangannya jauh ke depan. Manusia-manusia yang lahir dari tempaan Islam tentunya mempunyai pemikiran khas, bahwa ilmu harus dicari seberapa jauh ataupun susah didapatkannya.

 

Tertulis dengan tinta emas bagaimana ulama-ulama terdahulu mengembara untuk mencari ilmu walau sangat jauh dari tanah kelahirannya. Mereka melakukan itu semuanya bukan untuk disorot mata ataupun menjadi kaya, tapi karena landasan pemahaman yang mereka dapatkan. Karena banyak dalil yang menyebutkan tentang mancari ilmu mulai dari hukum fardu bagi muslim hingga balasan surga bila melakukannya.

 

Apalagi bila penguasa mendukung dan mewadahi penggalian ilmu tersebut, seperti dahulu terdapat Baitul Hikmah di Baghdad. Bukan hanya menjadi pusat keilmuan Islam era Khilafah Abbasiyah yang digagas oleh Khalifah Harun al-Rasyid, melainkan juga menjadi kiblat ilmu bagi Barat saat itu.

 

Zaman itu lahirlah banyak ilmuwan Islam yang menimba ilmu di Baitul Hikmah. Sebut saja al-Kindi, al-Ghazali, al-Khawarizmi, al-Battani, dan masih banyak lagi. Ilmu mereka tak lekang sepanjang masa, hingga hari ini turunan dari keilmuan mereka masih digunakan dan menghasilkan barang-barang yang berguna.

 

Pada masanya, negara Islam bukanlah negara kecil yang beredar disamping negeri-negeri Barat. Namun sebaliknya, Barat lah yang menjadikan Islam sebagai haluan kehidupan mereka di saat Barat masih terpuruk dengan kebodohannya. Sehingga bila bicara pendidikan, haruslah dibuat menjadi suatu sistem yang tidak hanya sekedar menjadikan anak didik berilmu, tapi juga output-nya bisa menguasai dunia. Oleh karenanya, hanya Islam yang berlandaskan syariat kafahlah yang akan menguasai dunia dengan Rahmat-Nya. Wallahualam.[]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar