Ijazah Orientasi Pendidikan Kapitalisme




#Wacana — Belakangan ini isu tentang ijazah palsu presiden RI ke-7 (2014–2024) begitu heboh mewarnai media massa. Bahkan sudah masuk keranah hukum (peradilan). Dalam hal ini, tim TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) ikut menuntut Jokowi menunjukkan ijazah palsunya.


Sementara waktu itu di sisi lain, Jokowi dan para kuasa hukumnya berkeras kepala berpegang pada prinsip hukum, Barang siapa yang mengendalikan, maka dia harus membuktikan." Jadi pembuktian ijazah palsu Jokowi harus menjadi kewajiban TPUA.


Tuntutan ijazah palsu terus berjalan kejenjang pengadilan hukum Bareskrim Polri. Sampai akhirnya Bareskrim Polri memutuskan dan menghentikan penyelidikan laporan atas dugaan ijazah palsu Jokowi dengan alasan kasus ini tidak termasuk tindak pidana.


Aduan yang dilakukan oleh segelintir masyarakat yang memiliki notabene pendidikannya yang tinggi dan berkompeten berujung sia-sia dengan diberhentikan penyelidikan tersebut secara resmi langsung oleh Direktur tindak pidana umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Raharjo, alasannya tidak adanya tindakan pidana yang dilakukan oleh Jokowi pada Kamis, 21/05/2025.


Terkait aduan ijazah palsu Jokowi, Djuhandhani menegaskan sudah melakukan penyelidikan secara valid baik berupa dokumen dan saksi-saksi telah didatangkan bahwa ijazah Jokowi asli dari SMA  sampai tingkat Perguruan Tinggi UMG Fakultas Kehutanan. (cnnindonesia.com, 22/05/2025)


Dalam sistem pendidikan kapitalisme, ijazah merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan sebagai bukti bahwa seseorang telah menyelesaikan studi dan memenuhi syarat akademik tertentu, maka berhak mendapatkan ijazah. Ijazah dalam sistem kapitalisme ini diperlukan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau tujuan untuk melamar pekerjaan.


Banyak terjadi  dilapangan, orang ingin mendapatkan pekerjaan dan posisi yang layak ditempat kerja dengan gaji yang menjanjikan, mereka rela memalsukan sebuah dokumen seperti ijazah palsu.


Inilah orientasi ijazah dalam sistem kapitalisme. Pendidikan dengan orientasi ini tidak akan memberikan kebaikan bagi generasi. Karena output-nya sekadar untuk meraih harta dan jabatan tanpa melihat sisi baik atau buruknya moral seseorang. Realitas ini menunjukkan bahwa penerapakan pendidikan di bawah kapitalisme hanya melahirkan manusia sebagai mesin pencetak uang. 


Orientasi Pendidikan Islam 


Pendidikan dalam sistem Islam secara mendasar berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme. Islam menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian dan keterampilan yang unik.  Memanfaatkan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia diberbagai bidang seperti astronomi, farmasi, kehutanan, kedokteran, teknik, sains dan teknologi. Oleh sebab itu, pendidikan sangat penting bagi generasi dan perhatian paling utama para penguasa di masa pemerintahan Islam. 


Islam melahirkan generasi peradaban mulia dan tidak bertujuan mencetak tenaga kerja semata. Karenanya, Khilafah sebagai institusi penegak sistem Islam akan memastikan bahwa kurikulum pendidikan disemua jenjang harus mencakup ilmu agama, tidak ketinggalan juga ilmu sains dan teknologi. 


Dalam persfektif Islam, pendidikan harus memuat pemahaman bahwa ilmu pengetahuan dipelajari untuk diamalkan dan diajarkan kepada masyarakat agar menghasilkan kemaslahatan bagi umat. Pendidikan tidak ditujukan demi memperoleh pekerjaan. Karenanya, tak heran bila banyak ulama seperti Imam Syafi'i, Imam Hambali, Ibnu Taimiyyah, dan para ilmuan yang lahir seperti Ali Kuscu (ahli matematika dan astronomi lahir pada abad ke-15), Abu Firnas (muslim Andalusia hidup antara tahun 810–887 seorang ahli Astrolog, Astronom, dan Insinyur), dan banyak lainnya. Kemahiran dan skill mereka dalam bidang ilmu pengetahuan serta akhlak yang mereka miliki tidak diragukan lagi.


hal ini merupakan sebuah keniscayaan berkat diterapkannya sistem pendidikan Islam. Mereka mempersembahkan kemampuan dibidang keilmuan dan keahliannya semata-mata meraih rida Allah untuk kemaslahatan umat ke depannya. Para generasi menjalankan pendidikan bukan untuk mendapatkan ijazah yang laku di pasar industri dunia kerja, melainkan dalam rangka melaksanakan kewajiban menuntut ilmu demi mendapatkan pahala.


Dalam kurikulum pendidikan kapitalisme, menuntut ilmu demi memperoleh keuntungan materi. Orientasi memilih tempat pendidikan yang unggul dengan biaya yang fantastik memperoleh ijazah sehingga bisa layak ditempatkan ditempat pekerjaan yang bergaji tinggi. Sementara  di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Orang yang berpendidikan memperoleh pengetahuan juga mendapatkan posisi yang tinggi di sisi Allah Swt..


 Islam memandang bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan ini bagi semua individu. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membawa generasi ke derajat mulia bukan sebagai pekerja semata. Maka disinilah problem pendidikan saat ini. Seharusnya bukan mengejar ijazah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan menguntungkan di pasar industri kerja, melainkan mendapatkan ilmu dari pendidikan tersebut untuk mengamalkan dan mengajarkannya demi kemaslahatan umat. Solusinya permasalahan adalah dengan merubah paradigma sistem pendidikan kapitalisme ke sistem pendidikan Islam. Ini menunjukkan sistem pendidikan dalam Islam menjadi bagian terpenting dalam mencetak generasi peradaban yang gemilang. Dengan modal pendidikan tersebut lahirlah para ulama yang menghasilakn karya-karya yang intelektual yang tinggi. Tidak hanya terbatas pada tsaqafah Islam, tetapi juga mencakup ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.[]


Siha Utrujah

Posting Komentar

0 Komentar