Menjadikan Kelaparan sebagai Alat Genosida: Bukti Zionis Lemah dan Pengecut



#Wacana — Komite Khusus PBB yang bertugas menyelidiki praktik-praktik Israel di wilayah pendudukan Palestina dan Arab memperingatkan bahwa dunia saat ini berpotensi menyaksikan terulangnya “Nakba kedua”, sebagai dampak dari meningkatnya kekerasan, blokade kemanusiaan, serta kebijakan pendudukan yang diterapkan oleh Israel. (metrotvnews.com 10/05/2025)


Melangsir dari Republika.co.id (17/05/2025), pejabat tinggi Hamas, Basem Naim, mengungkapkan bahwa Hamas telah di bohongi utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang berjanji akan membuka blokade bantuan ke Gaza dua hari setelah pembebasan sandera, Edan Alexander. Basem juga mengatakan bahwa Presiden Donald Trump akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait gencatan senjata dan mendorong tercapainya ‘gencatan senjata permanen’, tapi faktanya sampai saat ini pun tidak ada konfirmasi lebih lanjut lagi. (republika.co.id, 17/05/2025)


Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 146 orang tewas pada 17 Mei 2025, menjadikan serangan terbaru ini sebagai salah satu yang paling mematikan sejak gencatan senjata runtuh pada Maret. Sebanyak 459 orang terluka, dan ratusan lainnya diduga masih terperangkap di bawah puing-puing bangunan. (cnbcindonesia.com, 18/05/2025)


Nakba, merujuk pada peristiwa tragis tahun 1948 ketika masyarakat dan tanah air Palestina dihancurkan untuk membentuk negara Israel. Peristiwa ini mencapai jumlah pengusiran sekitar 700.000 warga Palestina, penghancuran lebih dari 500 desa, serta penghapusan hak untuk kembali, yang menciptakan generasi pengungsi  dan kehancuran Palestina. Istilah Nakba juga digunakan untuk menggambarkan penderitaan yang terus berlanjut akibat genosida yang dilakukan oleh Israel di Tepi Barat, Gaza, dan kamp-kamp pengungsi. Sejak 1998, 15 Mei diperingati sebagai Hari Nakba, sehari setelah deklarasi berdirinya negara Israel.


Bahkan sampai saat ini zionis masih terus melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina dengan cara-cara yang jauh dari nilai kemanusiaan. Mereka secara sengaja menghalangi masuknya bantuan makanan, membiarkan saudara-saudara muslim di Gaza menghadapi kelaparan yang sangat parah. Blokade ini telah berlangsung lebih dari dua bulan, mencerminkan kekejaman perang yang tidak beradab dan pengecut. Menurut pernyataan Kementerian Kesehatan Palestina, hingga 17 Mei 2025, setidaknya 53.272 warga Palestina telah kehilangan nyawa akibat agresi genosida yang dilakukan oleh Israel sejak Oktober 2023.


Selama penjajah Israel masih bercokol di Palestina, penduduk Palestina tak akan pernah merasakan rasa aman maupun kebahagiaan—hidup mereka terus terancam oleh kekerasan tanpa belas kasih. Fakta ini menunjukkan bahwa penjajah tidak pernah peduli pada nilai-nilai HAM. Hal ini seharusnya membuka mata umat bahwa lembaga-lembaga internasional tidak dapat diandalkan; mereka hanya alat kepentingan negara-negara besar seperti AS untuk melanggengkan dominasi global, terutama di Timur Tengah, demi kepentingan duniawi semata, bukan untuk menolong kaum muslimin Palestina.


Yang lebih menyedihkan, dalam kondisi seburuk ini, para pemimpin di negeri-negeri muslim belum juga menunjukkan langkah nyata dengan mengirimkan pasukan untuk mengusir penjajah keji itu. Seruan jihad yang menggema dari berbagai penjuru belum mampu menggugah keberanian mereka.


Negara-negara Islam dan para pemimpinnya masih belum menyadari bahwa Zionis kerap mengingkari perjanjian gencatan senjata dan tetap melakukan serangan brutal meskipun telah dikecam oleh dunia internasional. Zionis adalah entitas penjajah yang takbisa dilawan dengan diplomasi atau solusi dua negara, tetapi hanya bisa dihentikan melalui jihad.


Situasi memilukan ini tak akan terjadi jika umat Islam memiliki pelindung dalam bentuk negara Khilafah. Sebab Khilafah berperan sebagai pelindung dan perisai umat, yang akan bergerak membela mereka dari setiap bentuk penjajahan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Mu’tasim Billah. Namun kini, karena Khilafah belum tegak, Palestina dibiarkan tanpa perlindungan.


Wilayah Palestina tidak akan dapat dibebaskan tanpa adanya mobilisasi pasukan tentara muslim ke sana. Tujuannya adalah untuk merebut kembali seluruh wilayah yang diberkahi, termasuk membebaskan Masjid al-Aqsa dan seluruh tanah Palestina, serta menegakkan kembali kekuatan dan kejayaan umat Islam melalui aksi militer yang terarah ke Gaza.


Maka sudah seharusnya umat bersatu untuk memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah. Umat perlu terus dibangkitkan kesadarannya agar siap berjuang bersama. Umat perlu terlibat dalam dakwah yang mampu membentuk cara pandang Islam yang benar, sekaligus membersihkan pemikiran umat dari pengaruh ideologi sekuler dan kapitalisme.


Oleh sebab itu, perlu adanya upaya terhadap umat yang membutuhkan pembinaan intensif, baik secara individu maupun komunitas, yang dilakukan oleh kelompok dakwah ideologis. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa kekuatan dan persatuan umat Islam hanya bisa dikembalikan melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah. 


Wallahualam bissawab.[]




Annisa B. Suciningtyas

Posting Komentar

0 Komentar