Ilusi Pendidikan Kapitalisme vs Solusi Pendidikan Islam untuk Generasi

 




Shazia Alma 


#TelaahUtama  — Ramai diberitakan media, lebih dari 30% Gen Z dunia menolak kuliah. Alasan Gen Z tidak kuliah menjadi dua kategori utama: 1) secara personal descision: kesulitan biaya (39%), kondisi keluarga atau pribadi (34%), ingin belajar dengan kondisi lebih fleksibel (26%), mencari jalur karier tidak butuh pendidikan tinggi (25%), kurang minat pendidikan tradisional (21%), khawatir beban pinjaman mahasiswa (21%), berencana wirausaha (19%), merasa pendidikan tinggi tidak menyediakan skill yang dibutuhkan (16%);  2) dari sisi systemic concerns: biaya kuliah mahal (40%), kualitas pendidikan (35%), peluang terbatas pengalaman praktis (28%), relevansi kurikulum ke pasar tenaga kerja (24%), panjangnya waktu dibutuhkan untuk lulus (22%), kurang banyak opsi pembelajaran fleksibel (20%). (detikEdu.com, 19/05/2025) 


Pendidikan tinggi dalam perspektif kapitalisme seringkali dianggap sebagai komoditas atau investasi. Tujuannya berorientasi pada pasar kerja dan keuntungan ekonomi. Berakar pada liberalisme dan rasionalitas Barat, dengan penekanan pada individualisme, kebebasan ekonomi, dan akumulasi modal. Pendidikan dilihat sebagai alat untuk menciptakan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar global dan menghasilkan keuntungan. Konsep "human capital" sangat dominan, individu meningkatkan nilai dirinya melalui pendidikan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Ditambah dengan  landasan kurikulum sekuler, pendidikan kapitalisme tak pernah berhasil membentuk manusia seutuhnya. Tak ayal, konsep pendidikan liberal saat ini tidak mampu memahami pilihan hidup dan perkembangan Gen Z. 


Terkait dengan pengembangan diri, seseorang setidaknya perlu menelaah tiga aspek dalam kehidupannya yakni: 1) pandangan hidup; 2) sikap hidup; 3) keterampilan hidup. (Konsep Pendidikan ke-1, Eka Prihatin dan lainnya, hal. 3). Tiga hal inilah yang ada dalam konsep pendidikan Islam. Paradigmanya mampu membentuk insan madani yang tidak hanya punya ilmu, gelar atau ijazah sebagai output pendidikan, tetapi juga turut berkontribusi terhadap peradaban dunia. 


pendidikan Islam menurut al-Farabi adalah membentuk manusia yang sempurna, mengimbangi perkembangan teknologi dengan penguatan nilai moral, dan membentuk intelektual yang cerdas serta perilaku yang baik. Demikian juga al-Ghazali menyatakan pendidikan harus mengantarkan manusia untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. 


Dalam sistem pendidikan Islam, tidak ada masalah dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, serta wahyu dan akal, sehingga tidak sulit bagi generasi memiliki keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan kecerdasan dan perilaku beradab. Ilmu yang dihasilkan tidak sebatas untuk sesuatu yang umum, tetapi juga relevan dengan penyelesaian masalah di masyarakat. Didukung dengan negara yang membebaskan peserta didik dari biaya mahal, kurikulum yang paripurna, dan output pendidikannya menjadi manusia yang bermanfaat, bukan pengangguran. 


Tinjauan tekanan akademis, sosial, dan ekonomi yang dihadapi mahasiswa, sebagai cerminan ketidakstabilan sosial-politik ala kapitalisme, dipastikan oleh negara Islam tak akan menimpa generasi yang terdidik dalam sistem pendidikan Islam. Sebab, sistem pendidikan Islam menjauhkan generasi dari eksploitasi sistemik. Islam memosisikan generasi sebagai pilar utama pembangun peradaban bangsa di dunia. 


Terkait dengan kompetensi keterampilan hidup, Islam tak pernah memisahkannya dari kurikulum pendidikan. Rasulullah saw. bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR Ibnu Majah); hadis ini tidak berdiri sendiri, masih banyak dalil lain terkait manusia perlu mengenyam pendidikan yang terbaik dalam kehidupan. Selain karena untuk mengenal Rabbnya, dirinya, juga agar mampu mengatasi masalah dan menemukan solusi dalam kehidupannya. 


Firman Allah Swt. dalam surah al-Baqarah: 164 berbunyi, “Bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia...” Ayat ini menunjukkan kebesaran Allah yang menundukkan laut agar dapat dilayari kapal-kapal yang membawa barang maupun manusia yang menjadi jalur transportasi, lantas bagaimana manusia itu dapat membuat kapal-kapal? Tentunya dengan ilmu pengetahuan, sehingga menjadi teknologi yang dapat dimanfaatkan manusia. Demikian juga Rasulullah saw. pernah memerintahkan sahabatnya untuk membuat al-manjaniqah dan al-dababah pada tahun 8 H saat hendak menaklukan benteng Ṯaif. Artinya, Islam menempatkan ilmu pengetahuan sebagai tujuan pendidikan untuk bekal kehidupan manusia.


Kurikulum yang terpancar dari akidah Islam, menjadikan setiap metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran ataupun materi ajar kesemuanya untuk Allah Swt.. Baik itu muatan materi keduniaan seperti kimia, fisika, matematika, biologi, keterampilan, sains dan ilmu pengetahuan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengaitan akidah Islam pada setiap komponen pembangun kurikulum adalah praktis, bukan hanya teoritis semata.


Secara ringkas, tujuan pendidikan Islam menurut pandangan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, yang merupakan individu hasil pendidikan Islam, seorang mujtahid mutlak, dan salah satu pemikir cemerlang abad ini, dapat di kelompokkan dalam 3 (tiga) tujuan pemikirannya: pertama, tujuan ilaiah (akidah Islam). Dalam tujuan ini, Islam memfokuskan pada pembentukan peserta didik yang kokoh keimanannya, menguasai tsaqâfah Islam, bertakwa kepada Allah, berjiwa ibȃdullȃh yang akan mengemban dakwah Islam.


Kedua, tujuan syakhsiyyah (kepribadian) Islam. Tujuan ini untuk membentuk pribadi individu peserta didik mempunyai pola pikir dan pola sikap yang islami dalam karakternya. Pola pikir adalah dengan menambah ilmu dan tsaqâfah-nya, sedangkan pola sikap dengan melatih  nafsiyyah-nya. Ketiga, tujuan hayat ad-dunyȃ (kehidupan dunia). Tujuan ini fokus dalam penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk bekal pribadi peserta didik dalam menempuh kehidupan dunia, untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya, keinginan nalurinya, serta bekal akhiratnya. (Konsep Pendidikan Islam Taqiyuddin an-Nabhani, Rendra Fahrurrozie, S.Pd., hal. 121–122) 


Demikianlah, akidah Islam akan produktif membangkitkan manusia yang unggul tidak hanya dalam agama, tetapi mampu menguasai dunia sebagai lahan kontribusi terbaik yang kelak akan dipersembahkan manusia kepada Rabb-nya melalui jalan pendidikan Islam. Menghilangkan ketimpangan tujuan dan hasil pendidikan, mengatasi kegoncangan sosio-politik, dan terutama akan mencegah lahirnya manusia-manusia yang labil mengatasi masalah dan jauh dari tujuan hidupnya yang hakiki. Wallahualam.[]


Posting Komentar

0 Komentar