Kejaksaan Diamankan oleh Militer, Negara dalam Keadaan Darurat?

 



Ruruh Hapsari

 

#Wacana Awal Mei ini terdapat berita yang cukup mengagetkan bagi masyarakat sipil, bahwa terdapat perintah dari Panglima TNI dan KASAD untuk mendukung kejaksaan di seluruh Indonesia. Terhitung mencapai ribuan personil yang ditugaskan dalam perintah tersebut. Merupakan hal baru di republik ini bahwa tentara harus menjaga jaksa. Perintah tersebut berdasarkan surat dari Telegram dengan No. TR/422/2025 tertanggal 6 Mei 2025.

Dalam surat telegram tersebut menyatakan bahwa jajaran TNI AD menyiapkan satu satuan setingkat peleton (SST), yaitu (30 personel) untuk menjaga pengamanan di tingkat kejati dan satu regu (10 personil) untuk melaksanakan pengamanan di tingkat kejari (republika.co.id,  11/05/2025). 

Dari kanal YouTube kompas.com diberitakan bahwa situasi di Kejaksaan Agung Jakarta Selatan sudah dijaga oleh TNI yang terbagi di beberapa titik sejak enam bulan lalu. Antara lain di pintu masuk Kejaksaan Agung di jalan Bulungan terdapat satu prajurit TNI yang berjaga dengan membawa senjata laras panjang. Dikabarkan di gedung Kejaksaan Agung RI ini antara prajurit dan petugas keamanan dalam (pamdal) melakukan tugasnya bersama. 

Menurut Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung bahwa setidaknya terdapat dua pleton atau sekitar enam puluh orang yang bertugas menjaga di Kejaksaan Agung RI. Keenam puluh prajurit tersebut tidak berjaga sekaligus dalam satu waktu, tapi dibagi ke dalam beberapa gedung dan bergiliran.

Walaupun kebaradaan prajurit TNI ini sudah ditampatkan selama beberapa bulan, tapi mereka tidak bersinggungan langsung dengan penyidikan yang sedang terjadi di kejaksaan. Para prajurit tersebut hanya menjaga yang berbentuk fisik, seperti gedung termasuk jika diminta untuk mengamankan ketika ada tersangka dan lain sebagainya.

Analisis Liar

Melihat hal ini tentu publik bereaksi, mulai mempertanyakan pentingnya keberadaan militer di lingkungan kejaksanaan hingga adanya motif politik di balik penugasan tersebut. Komentar liar dari para netizen mengenai hal ini antara lain, “Pengamanan atau supaya kasus aman?”, “Militer negara lain sibuk jaga pertahanan dan kedaulatan negara, militer kita justru sibuk mengamankan kejaksaan.”

Walaupun Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi menyatakan bahwa tugas tersebut merupakan bagian dari Kerjasama TNI dan Kejaksaan sejak tahun 2023 yang bersifat rutin dan preventif. Begitu juga Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyatakan bahwa surat perintah dukungan pengamanan tersebut tidak dikeluarkan dalam situasi khusus.

Berbeda dengan Khairul Fahmi, Pengamat militer dari Institut for Secutity and Strategic Studies (ISESS). Dalam kanal YouTube narasi newsroom, Fahmi menyatakan bahwa penjelasan yang diberikan pihak TNI maupun kejaksaan belum cukup mampu menjelaskan tugas pengamanan personel TNI di lingkungan kejaksaan. Akibatnya pasti akan banyak terjadi pikiran liar dan menuai perdebatan publik bila penjelasan tidak segera dinyatakan oleh pemerintah (16/05/2025).

Fahmi sendiri menganalisis bahwa kejaksaan mulai menangani kasus-kasus besar termasuk kasus korupsi besar sehinga butuh pengamanan prima. Selain itu, ia juga menyatakan seolah-olah ada krisis kepercayaan antarlembaga terutama antarlembaga penegak hukum.

 

Antara TNI dan Polisi

Didasari oleh pada Pasal 47 dan penjelasannya pada UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, dinyatakan bahwa prajurit TNI dapat menduduki jabatan pada kejaksaan RI di bidang pidana militer. Hal itu dapat diartikan bahwa penempatan itu bertujuan untuk mendukung fungsi-fungsi penegakan hukum yang spesifik terkait dengan pidana militer.

Sedangkan tugas pengamanan di lingkungan kejaksaan tidak diatur dalam UU TNI. Dilain hal tugas dan wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban sipil terdapat di institusi Polri. Tentu hal ini harus ada penjelasan dari pemerintah.

Kendatipun soal transparansi jangka waktu keberadaan TNI di institusi hukum, penanggung jawab juga ruang lingkup hingga beban pembiayaan pengamanan, hal tersebut merupakan PR besar TNI dan kejaksaan dalam merancang mekanisme pengamanan jika penugasan tersebut tetap dilaksanakan.

Fahmi menjelaskan berdasarkan UU TNI yang baru bahwa operasi militer selain perang harus berlandaskan pada peraturan pemerintah. Termasuk kaitannya dengan tugas perbantuan pada Polri, hal ini harus diatur oleh Undang-Undang dan tidak boleh bersifat permanen. Selain itu Fahmi pun mempertanyakan berapa lama TNI akan diperbantukan di kejaksaan, karena sangat terkait dengan pembiayaan yang akan dikeluarkan.

Arah Politik

Negara merupakan tempat masyarakat dilindungi dan diayomi, itulah fungsi utama sebuah negara. Negara pun dapat berjalan sesuai jalurnya apabila landasannya jelas dan bukan lahir dari akal manusia yang serba lemah. Sehingga aturan yang muncul untuk mengatur dan mensejahterakan manusia juga bukan dengan landasan akal termasuk politik.

Syariat telah mengatur secara detil tentang bagaimana manusia membuat institusi  besar yang bernama negara, termasuk bagaimana mengatur tentang pembagian tugas antarstruktur lembaga yang ada dalam negara. 

Disarikan dalam kitab Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah bahwa Departemen Peperangan yang dikepalai oleh amirul jihad mengurusi semua yang berhubungan dengan angkatan bersenjata seperti pasukan, logistik, persenjataan, peralatan, amunisi juga akademi militer, dan lain sebagainya.

Sedangkan departemen keamanan dalam negeri mengurusi segala bentuk gangguan keamanan dalam negeri melalui satuan kepolisian. Negara berhak menggunakan satuan ini kapanpun dan di manapun. Jika pada keadaan tertentu satuan kepolisian membutuhkan bantuan pasukan militer, maka khalifah sebagai pemimpin negara berhak memerintahkan militer untuk membantunya.

Sesungguhnya kegalauan politik saat ini dikarenakan landasan yang digunakan adalah manfaat dan akal yang menjadi penentunya. Padahal ratusan tahun lalu, Allah Swt. telah menurunkan aturan lengkap untuk mengatur kehidupan manusia bukan hanya manusia sebagai individu, melainkan juga saat negara mangatur rakyatnya. Maka dengan menggunakan kembali syariat sebagai penentu kebijakan negara tentu bukan hanya keadilan yang akan datang, melainkan rahmat Allah pun akan turun menerangi. Wallahualam.[]

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar