Mengundang Azab

 



Siti Rima Sarinah

 

#MutiaraAl-Qur'an — Manusia adalah makhluk ciptakan Allah Swt. yang paling mulia karena dibekali akal. Akal ini menjadi pembeda antara manusia dengan hewan, sebab hewan tidak memilikinya. Dengan akal manusia bisa membedakan baik dan buruk sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh hukum syariat. Sehingga manusia bisa mengarungi medan kehidupan sesuai tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Rabb-Nya.  Yang dimaksud ibadah  bukanlah hanya sekadar salat lima waktu, melainkan senantiasa menaati perintah dan menjauhi larangan Allah di sepanjang kehidupannya.

Tetapi dengan seiringnya waktu, perbuatan manusia yang diharapkan senantiasa melakukan amal kebaikan malah justru berubah melakukan banyak kemaksiatan. Berbagai macam kemaksiatan dilakukan oleh manusia yang menjadikan derajatnya jauh lebih buruk dan lebih hina dari hewan. Hewan tidak pernah memakan anaknya sendiri, hewan sangat menyayangi anaknya dan hewan tidak pernah memperlakukan anaknya dengan hal yang tidak senonoh.

Allah Swt. berfirman, “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah) serta memiliki telinga  yang tidak dipergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi." (TQS al-Araf: 179)

Ayat di atas menggambarkan perbuatan manusia yang sudah jauh dari aturan Allah. Mereka terjebak dengan hawa nafsu syahwat dan menjadikan anak, saudara kandung, bahkan ibunya menjadi pelampiasan syahwat. Difasilitasi dengan media sosial yang menjadi wasilah tersebarnya “perbuatan yang menjijikkan". Yang lebih parahnya, puluhan ribu manusia tergabung dalam grup tersebut. Tanpa ada rasa malu dan sungkan, justru mereka mengeksiskan diri dengan menjaring ribuan orang untuk masuk dalam kubangan kemaksiatan yang sangat dalam.

Keluarga yang seharusnya saling menjaga, saling menyayangi dan menghormati dalam suasana keimanan dan ketaatan, seketika sirna. Keluarga sebagai benteng terakhir dan terkecil dari masyarakat telah hancur akibat penyakit sekularisasi yang telah menjangkiti anggota keluarga. Sudah tidak ada keamanan dan kemuliaan dalam keluarga, karena semua hanya dipandang sebagai sasaran hawa nafsu belaka.

Virus sekularisme bukan hanya menjangkiti setiap individu, keluarga,  masyarakat, tetapi juga negara. Tidak ada sikap tegas dari negara untuk memutus mata rantai kemaksiatan di tengah masyarakat. Bahkan kemaksiatan menjadi hal biasa masyarakat lakukan. Malah negara secara tidak langsung memberi peluang masuknya konten dan situs berbau kemaksiatan beredar bebas tanpa batas. Sehingga dengan mudahnya pemikiran dan pemahaman yang rusak mewarnai pola pikir dan pola sikap setiap individu masyarakat.

Sungguh menyedihkan melihat kondisi saat ini terjadi di negeri mayoritas penduduknya beragama Islam. Harus sampai kapan kita terus diam membisu melihat berbagai macam kerusakan dan kemaksiatan telah memorak-porandakan tatanan masyarakat bahkan keluarga? Tidakkah maraknya kemaksiatan itu mengusik dan membuka mata kita untuk segera  keluar dari kondisi yang buruk ini, untuk menuju kondisi suasana kehidupan yang lebih baik, atau kita terus menunggu hingga Allah menghalalkan kita untuk mengundang azab-Nya, akibat sikap diam dan bisu kita?

Jangan sampai diamnya kita akan mempercepat datangnya azab Allah yang tidak hanya menimpa manusia-manusia pelaku maksiat, tetapi juga akan menimpa orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, menjadi tugas bersama bagi setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta khususnya pengemban dakwah untuk menyadarkan masyarakat bahayanya kemaksiatan yang terjadi di kehidupan kita. Bahayanya bukan hanya kita dapatkan di dunia, melainkan bahaya azab yang sangat pedih tengah menanti jika kita diam dan tidak berusaha untuk mengubah kondisi ini.

Seluruh umat Islam harus dipahamkan dan disadarkan untuk kembali pada aturan kehidupan yang sempurna berasal dari Allah yang telah menciptakan kita dengan predikat mulia. Mengkaji, memahami, dan menerapkan Islam bukan hanya tugas ulama dan ustaz saja, melainkan tugas seluruh individu muslim. Agar bisa memiliki cara pandang yang benar tentang kehidupan dan menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan manusia.

Semua ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan dorongan keimanan serta memahami bahwa apa yang kita lakukan di dunia ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Berupaya mengembalikan tatanan keluarga dengan landasan keimanan dan ketakwaan, sehingga   keluarga menjadi wadah pencetak generasi muslim yang berakhlak mulia .

Agar kehidupan umat muslim dipenuhi keberkahan, keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat, perlu terciptanya suasana amar makruf nahi mungkar dalam tatanan keluarga, masyarakat, dan negara. Kemudian, mengenyahkan sekularisme dari semua lini kehidupan untuk beralih pada sistem aturan Islam yang akan mengantarkan umat manusia pada hakikat kebahagiaan yang sesungguhnya. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar