Kekerasan di Lingkungan Pendidikan, Raperda Solusinya?

 




#Bogor — Maraknya kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan sangat memprihatinkan dan menimbulkan kekhawatiran pada orang tua, baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, ataupun perundungan (bullying). Meningkatnya kasus perundungan seakan menjadi tren  yang sering dilakukan dari anak SD hingga perguruan tinggi, dan kerap kali menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan tak jarang kekerasan juga dilakukan oleh tenaga pendidik kepada siswanya. Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan semua bentuk kekerasan di lingkungan pendidikan, baik dilakukan oleh siswa maupun oleh tenaga pendidik.

Pemkot Bogor telah merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan (PPKLP), oleh Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bogor. Ketua Tim Pansus Raperda PPKLP, Nasya Kharisa Lestari, telah menyampaikan draft Raperda ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mendapatkan evaluasi dari Gubernur. Raperda PPKLP tersebut mengatur pencegahan kekerasan baik dilakukan secara fisik, verbal, non verbal, dan melalui daring. 

Raperda ini memuat 71 pasal dengan berbagai bentuk kekerasan yang diatur dalam perundang-undangan. Urgensi dibuatnya Raperda ini dikarenakan meningkatnya kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Ada 11 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang 2023, sehingga Raperda ini diharapkan sebagai bentuk perlindungan kepada generasi di masa depan, agar mereka bisa menimba ilmu dengan aman dan nyaman di lingkungan sekolah. (radarbogor, 05/05/2025)

Lahirnya Raperda PPKLP sebagai bentuk perlindungan hukum kepada siswa dari pelaku kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Namun, apakah bisa dipastikan dengan adanya Raperda ini kasus kekerasan di lingkungan sekolah akan sirna? Tidak ada yang bisa menjamin apakah Raperda ini akan efektif dan mampu membuat pelaku kekerasan merasa takut dan jera untuk mengulangi perbuatan tersebut. 

Pasalnya, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah tidak muncul begitu saja. Ada penyebab mengapa kekerasan makin marak terjadi di sekolah. Jika kita cermati dunia media sosial yang sangat dekat dengan dunia remaja telah menyajikan berbagai bentuk kekerasan dalam bentuk game, film, anekdot,  dan lain sebagainya. Hal ini menjadi pemicu bagi remaja untuk meniru apa yang mereka tonton dan mempraktikkan hal yang serupa kepada teman-teman sekolahnya. 

Sebagai contoh, tren tawuran yang marak dilakukan oleh sebagian pelajar menjadi PR bagi pemerintah yang hingga kini belum mendapatkan solusi tuntas untuk mengatasinya. Entah sudah berapa banyak korban yang berjatuhan dan yang lebih parahnya, anak-anak SD pun ikut bertawuran ria. Fakta ini menunjukkan bahwa dunia digitalisai saat ini sangat mempengaruhi pembentukan karakter para remaja yang suka dengan kekerasan.

Di sisi lain, sekolah yang mengadopsi sistem pendidikan sekularisme yang menihilkan  peran agama dalam kehidupan, menjadikan siswa bebas berbuat sesuai dengan hawa nafsunya. Sehingga ketika ada masalah dengan sesama teman sekolah, solusinya dengan jalan kekerasan. Walaupun ada sanksi yang diberikan baik dari sekolah maupun dari aparat negara, tetapi sanksi ini tak memiliki efek apa pun. Terlihat angka kekerasan di sekolah tidak mengalami penurunan sama sekali, bahkan makin meningkat. Maka wajarlah apabila dikatakan bahwa adanya Raperda PPKLP ini hanyalah solusi tambal sulam yang tak menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Dan Raperda adalah cara sistem kapitalisme sekuler menyelesaikan masalah bukan dengan solusi mendasar, tetapi justru menimbulkan masalah yang baru. Alhasil, masalah kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah tak akan pernah teratasi apabila masih merujuk pada sekularisme. Sebab, sistem inilah yang menjadi sumber masalah termasuk masalah kekerasan di lingkungan sekolah.

Hanya sistem pendidikan Islam sajalah, sebagai satu-satu sistem pendidikan yang mampu mendidik generasi dengan kurikulum berbasis akidah Islam yang menghasilkan output generasi berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap). Sehingga lahir generasi yang memiliki pondasi keimanan yang mampu menyelesaikan setiap permasalahan kehidupannya dengan cara pandang syariat Islam. Halal dan haram menjadi standar dalam setiap perbuatannya dan memahami bahwa apa yang mereka lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Selain itu, sistem Islam menjadikan guru mendidik generasi dengan landasan takwa. Karena dengan landasan inilah para guru mengajar dengan penuh idealisme dan berdedikasi untuk berkontribusi membangun dan mencetak generasi yang unggul. Semata-mata yang menjadi hal utama yang diharapkan adalah mendapatkan rida Allah, sehingga para guru berupaya menampilkan sosok keteladanan dalam dirinya, yang akan menjadi sosok panutan bagi generasi. Mengajar dengan penuh amanah dan kesungguhan agar bisa mewujudkan generasi yang cerdas bukan hanya dari sisi agama tetapi mumpuni di bidang sain dan teknologi, serta menjadi generasi berkepribadian Islam pembangunan peradaban mulia di masa depan.

Dan yang terpenting adalah peran negara, sebagai pihak yang memiliki amanah dan tanggung jawab untuk melindungi generasi dari berbagai pemikiran dan budaya yang merusak. Dengan mengontrol langsung teknologi digital sehingga dipastikan generasi hanya mendapat informasi dan pemahaman yang benar. Negara juga memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran, tanpa pandang bulu. 

Walhasil, dengan mekanisme demikian masalah kekerasan di lingkungan pendidikan akan terselesaikan, sekaligus mampu mengubah generasi menjadi sosok yang berprestasi, unggul di semua bidang, dan memiliki adab yang mulia. Kembalikan fitrah generasi muslim sebagai khoiru ummah dengan melenyapkan sekularisme dari seluruh lini kehidupan. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar